Suasana kantor Kelurahan Grogol Selatan, tempat buron Djoko Tjandra membuat KTP di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (7/7). | Republika/Putra M Akbar

Nasional

Dugaan Skenario Kasus Djoko Tjandra Disorot

MAKI ungkap adanya surat jalan Djoko Tjandra dari instansi pemerintah.

JAKARTA -- Komisi III DPR kembali memanggil Imigrasi Kementerian Hukum HAM dalam rapat dengar pendapat terkait lolosnya buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, Senin (13/7). Sejumlah anggota dewan pun mencecar Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Jhoni Ginting terkait dugaan skenario di balik tidak terdeteksinya Djoko saat masuk Indonesia. 

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding menilai, seorang warga negara asing yang buron seharusnya terdeteksi oleh keimigrasian dan penegak hukum lainnya. Lolosnya Djoko sulit terjadi tanpa adanya skenario. 

"Anehnya, seorang warga negara asing yang juga sebagai penjahat terhadap putusan hukum tetap, bisa masuk dan lolos tanpa terditeksi oleh pihak imigrasi," ujar Sudding dalam rapat tersebut, Senin (13/7).

Sarifuddin menilai, imigrasi dan aparat penegak hukum terkesan tak ada koordinasi untuk menangkap Djoko Tjandra. Apalagi, kronologi masuknya Djoko ke Indonesia dimulai dari dihapusnya daftar pencarian orang (DPO) hingga memeroleh KTP elektronik. "Yang bersangkutan warga Papua Nugini dan sudah dijatuhi hukuman. Kalau saya lihat catatan di sini, sepertinya ada skenario besar, kalau diliat tanggal-tanggalnya," ujar Sudding.

Ia pun mendesak Jhoni Ginting menjelaskan secara detail masalah yang terjadi. Menkumham Yasonna H Laoly sebelumnya beralasan Djoko Tjandra bisa lolos karena sudah tidak masuk dalam red notice di Intepol. Artinya, Djoko tak akan dihalangi jika pun masuk jalur resmi.

photo
Petugas melayani warga saat mengurus dokumen kependudukan di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/7/2020). Layanan administrasi kependudukan di Kelurahan Grogol Selatan tetap berjalan normal dengan Camat Kebayoran Lama, Aroman Nimbang sebagai PLH Lurah menggantikan Asep Subahan setelah dinonaktifkan dari jabatannya karena menerbitkan KTP elektronik atas nama Djoko Tjandra yang menjadi buronan terpidana kasus hak tagih Bank Bali - (Paramayuda/ANTARA FOTO)

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman lebih tegas menilai, imigrasi terkesan membiarkan Djoko. Ia pun meminta Dirjen Imigrasi tak ikut terlibat dalam kasus ini. "Yang perlu bapak (Jhoni) jelaskan itu, masuk melalui apa? Itu lebih bagus, daripada ikut main cilukba," ujar Benny.

Benny mengakui semula menilai Djoko masuk lewat jalur tikus di perbatasan. Namun, dokumen yang ada mengindikasikan Djoko tidak melalui jalur gelap. Adanya skenario dari sejumlah pihak, kata dia, ditunjukan juga dari mulusnya Djoko masuk hingga mendapatkan KTP. "Ini menunjukkan adanya skenario, untuk menyesatkan publik. Tapi, kita yang lebih mendalami kasus ini nampak sekali ini adalah permainan, sandiwara," ujar Benny.

Anggota dari Fraksi Nasdem Taufik Basari lebih spesifik pada adanya oknum yang terlibat meloloskan Djoko. "Ini harus dibongkar, ada di mana-mana, termasuk membantu keluar Djoko pada 2009 dan masuk ke Indonesia, termasuk urus paspor karena dibantu," ujar Taufik.

Namun, Dirjen Jhoni Ginting mengeklaim, berdasarkan data yang ada, Djoko tidak masuk melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI). Ada kemungkinan, buronan itu masuk jalur ilegal dan pihaknya tak dapat mendeteksi jika Djoko lewat jalur domestik seperti dari Bali. "Ya mungkin sajalah ya, nanti kita buktikan, kan bisa juga (lewat) Papua. Kita tidak bisa berspekulasi ya tentang hal ini," ujar Jhoni.

Ia juga mengeklaim, paspor Indonesia yang dimiliki Djoko telah memenuhi persyaratan. "Bahwa dia mendirikan paspor itu prosesnya benar. Ada KTP, ada apa dan dia tidak ada DPO dalam sistem kita itu," ujar Jhoni. Ia mengaku akan melakukan pendalaman agar masyarakat tahu yang sebenarnya. 

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan adanya informasi yang menyatakan Djoko mendapatkan surat jalan dari salah satu instansi negara. Menurut dia, informasi berdokumen itu sudah diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

photo
Djoko Tjandra - (Antara)

"Kami mendapat informasi melalui foto sebuah surat jalan Djoko Tjandra dari oknum sebuah instansi. Foto tersebut belum dapat dipastikan asli atau palsu. Namun, kami dapat memastikan sumbernya adalah kredibel dan dapat dapat dipercaya. Kami berani mempertanggungjawabkan alurnya," kata Boyamin dalam keterangan tertulis, kemarin.

Dalam surat jalan tersebut, tertulis Djoko Soegiarto Tjandra sebagai konsultan dan melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan keberangkatan pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020. Angkutan yang dipakai adalah pesawat.

Dalam foto dokumen itu, terdapat kop surat, nomor surat jalan, dan pejabat yang menandatangani surat beserta dengan stempelnya. MAKI memilih melaporkan ke Ombudsman lebih dahulu untuk memastikan kebenaran surat jalan tersebut. 

Menurut Boyamin, selama jangka waktu dalam surat, Djoko telah mendapat KTP elektronik, mendapat paspor baru, mengajukan peninjaun kembali (PK) di PN Jaksel, mendapat status bebas dan tidak dicekal, serta masuk dan keluar Indonesia tanpa terdeteksi. "Jika mengacu foto surat jalan tersebut, maka hampir dapat dipastikan Djoko masuk melalui pintu Kalimantan (Pos Entikong) dari Kuala Lumpur (Malaysia). Setidaknya jika aparat pemerintah Indonesia serius melacaknya, maka sudah mengerucut pintu masuknya adalah dari Malaysia dan bukan dari Papua Nugini," kata dia. 

Pembelaan imigrasi

Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting mengungkapkan, saat ini memang ada jalur-jalur ilegal untuk masuk ke Indonesia. Jalur inilah yang disebutnya sulit dipantau oleh pihaknya.

"Ini bukan ngeles atau apa, tapi banyak juga PMI (pekerja migran Indonesia) kita yang ilegal, yang masuk ke Malaysia, yang kita juga tidak tahu masuknya dari mana," ujar Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7).

Ia menjelaskan, jalur ilegal itu ada di perbatasan Papua-Papua Nugini dan Kalimantan-Malaysia. Serta, adanya jalur tradisional Aceh-Thailand Selatan dan Nusa Tenggara Timur-Timor Leste. "Celah seperti inilah yang menurut hemat kami sering atau bisa dimanfaatkan oknum untuk keluar masuk Indonesia secara tidal resmi atau ilegal," ujar Jhoni.

Adapun seseorang yang ada dalam daftar cekal, saat masuk ke Indonesia lewat jalur resmi akan dikategorikan ke indikator merah. Petugas imigrasi akan langsung mengunci datanya, dan selanjutnya melakukan koordinasi dengan kementerian atau lembaga yang mencekalnya.

"Dicek dulu kementerian atau lembaga terkait, supervisor atau pejabat berwenang akan berkoordinasi langsung dengan kementerian atau lembaga yang meminta," ujar Jhoni.

Jhoni Ginting menyebut pihaknya tak dapat mendeteksi Djoko Sugiarto Tjandra,jika ia masuk lewat jalur domestik. "Untuk domestik kalau dia seperti Bali, masuk ke Jakarta dia kan tidak lewat imigrasi, dia kan masuk domestik, masuk Terminal 2F. Jadi kan tidak bersinggungan dengan imigrasi," ujar Jhoni.

photo
Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi (tengah) memimpin sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/7). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang tersebut karena Djoko Tjandra dikabarkan sakit - (RENO ESNIR/ANTARA FOTO)

Ia menjelaskan berdasarkan data yang ada, Djoko Tjandra tidak masuk melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI). Ada kemungkinan, buronan itu masuk jalur ilegal. "Ya mungkin saja lah ya, nanti kita buktikan, kan bisa juga (lewat) Papua. Kita tidak bisa berspekulasi ya tentang hal ini," ujar Jhoni.

Di samping itu, ia menyadari permasalahan terkait lolosnya Djoko Tjandra. Namun ia mengungkapkan, paspor Indonesia yang dimilikinya telah memenuhi persyaratan yang ada. "Sudah saya sampaikan tadi, bahwa dia mendirikan paspor itu prosesnya benar. Ada KTP, ada apa dan dia tidak ada DPO dalam sistem kita itu," ujar Jhoni.

Meski begitu, pihaknya akan melakukan penyelidikan dari masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia. "Tetap kita lakukan pendalaman biar nanti masyarakat tahu ya. Bahwa kita bukan diam-diam saja," ujar Jhoni.

Ia juga mengakui adanya sejumlah kelemahan di lembaganya yang bisa dimanfaatkan Djoko Sugiarto Tjandra untuk masuk ke Indonesia. "Dia tahu kelemahan kita, dia main di kelemahan kita itu. Kami menyadari itu," ujar Jhoni.

Hal inilah yang terjadi pada pembuatan paspor Djoko Tjandra. Jhoni beralasan petugas pembuatan paspor saat itu masih muda, sehingga tak mengetahui siapa itu Djoko Tjandra. "Bukan membela lagi, tidak. Kalau kami disalahkan, kami disalahkan, kami menerima. Karena dia (petugas) masih umur 23 tahun, dia baru lulus, dia tidak kenal dengan Djoko Tjandra," ujar Jhoni.

Tetapi ia menambahkan, paspor Djoko Tjandra yang dibuat pada 2007 dan 2012 tidak pernah digunakan. Itu dilihat dari tidak adanya cap dari pihak imigrasi. "Sehingga saya mengatakan, de jure dia di Indonesia. De facto-nya mari kita bersama penegak hukum yang lain," ujar Jhoni.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat