Tersangka Maria Pauline Lumowa (tengah) dihadirkan saat rilis kasus pembobolan kas Bank BNI di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/7). | ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Nasional

Maria Disarankan Bongkar Semua

Eks pengacara tersangka khawatirkan penghilangan aset Maria.

JAKARTA -- Mantan komisaris BNI, Dradjad Wibowo, ikut mengomentari keberhasilan ekstradisi tersangka utama kasus pembobolan bank BNI melalui Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa, pekan lalu. Pemulangan Maria diharapkan bisa mengungkap keterkaitan sejumlah nama dalam kongkalikong pencurian uang negara yang sebelumnya pernah muncul ke publik.

Dradjad mengatakan, dengan dipulangkannya Maria, akan lebih bisa untuk menegakkan rasa keadilan. Artinya, satu per satu orang yang bertanggung jawab terhadap kasus L/C BNI 2002 bisa diproses secara hukum. “Bagi Bu Maria juga bagus karena bisa menceritakan menurut versinya atas kasus tersebut. Jadi, dari sisi penegakan hukum ini bagus setelah buron hampir 17 tahun,” kata Dradjad dalam pesan suara kepada Republika, Sabtu (11/7).

Mantan pejabat di BIN itu mengakui, dari sisi recovery aset, ia tidak terlalu yakin. Hal ini karena kasusnya sudah lama dan dalam kasus kejahatan kerah putih, biasanya asetnya bisa berpindah sangat cepat, sehingga sulit ditelusuri. Misalnya, penyidik dan penegak hukum bisa menelusuri Maria punya aset di negara tertentu. "Maka, harus dibuktikan bahwa aset itu terkait dengan BNI. “Itu tidak gampang,” ungkap ekonom Indef itu.

Eks kuasa hukum Eddy Santoso, terpidana kasus yang sama, Herman Kadir menilai, tindak lanjut aset sitaan Maria Pauline mesti dikawal. Herman menjadi pengacara Eddy Santoso yang saat itu menjabat sebagai kepala Customer Service Luar Negeri Bank BNI Cabang Kebayoran. Eddy bersama seorang tersangka lainnya, Koesadi dinyatakan bersalah karena mengeluarkan dana Rp 1,7 triliun dalam bentuk L/C untuk Grup Gramarindo, perusahaan Maria Pauline dan Adrian Waworuntu.

Herman mengaku langsung menghubungi Eddy Santoso saat berita ekstradisi Maria. Ternyata, kata Herman, Eddy bersama terdakwa lain sudah menjalani pemeriksaan sekitar satu bulan lalu. "Ketika dia ditahan (di Serbia) klien saya diperiksa. Yang lain sudah diperiksa semua," kata Herman, Sabtu (11/7).

photo
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa (tengah) berjalan dengan kawalan polisi usai tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7). - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO)

Aset Maria

Herman menyoroti aset Maria yang disita. Herman mengingat, setidaknya ada tanah seluas 60 hektare di Tanjung Priok Jakarta dan Bukit Batu. Kemudian, tambang Keramik di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang nilainya juga ratusan miliar. 

Selain itu, lanjut Herman, ada pula kapal pesiar yang dibeli di Amerika Serikat. Kemudian rumah Maria di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, dengan nilai yang diprediksi mencapai ratusan miliar. Herman meyakini, masih banyak aset lain yang dimiliki Maria. 

"Saya ingat ada uang 217 ribu dolar Amerika pernah disita juga, itu dikemanain rimbanya, gak jelas. Saya tanya BNI belum pernah menerima, BNI tidak mendapat apa apa. Itu dikembalikan ke negara atau ke BNI, itu kan yang dibobol BNI," kata Herman. Ia khawatir aset-aset itu hilang karena perkara sudah lama. 

Herman menegaskan, dalam perkara pencucian uang ini, yang terpenting itu adalah aset itu kembali. Nilai L/C bodong 1,7 triliun dari 81 L/C, dan yang sempat di blokir BNI hanya Rp 500 miliar. Jadi, kerugian negara pada 17 tahun yang lalu setidaknya masih Rp 1,2 triliun. "Jadi, memang Maria Pauline dan Adrian itu penerimanya. Yang terbesar menerima uang itu Maria Pauline," kata Herman. 

Pada Jumat pekan lalu, Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sejauh ini pihaknya baru menyita aset Maria senilai Rp 132 miliar. Pencarian dan penyitaan aset tersebut selama Maria kabur ke luar negeri.

"Tracing aset dari barang bergerak dan barang tidak bergerak dan uang. Nilai lelangnya saat itu Rp 132 miliar," kata Sigit saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat. Sigit mengaku pihaknya akan terus menelusuri aset lainnya milik Maria Pauline.

Indonesia Carruption Watch (ICW) mencatat, masih ada sekitar 40 buronan otoritas hukum di Indonesia yang masih ‘gentayangan’ di luar negeri. “ICW meminta agar Kemenkumham tidak terlalu larut dalam glorifikasi (bangga berlebihan) atas keberhasilan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan pers, Sabtu (11/7).

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat