Petugas SPBU mengisi BBM nonsubsidi di SPBU Kuningan, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Digitalisasi nozel di SPBU terlambat dari yang ditargetkan karena kendala pandemi. | Prayogi/Republika

Ekonomi

Digitalisasi Nozel Kembali Terlambat

Pertamina menargetkan proses digitalisasi rampung pada Agustus 2020.

JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mencatat, progres digitalisasi nozel yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) berjalan lambat. Menurut catatan BPH Migas, Pertamina sudah empat kali melayangkan surat untuk merevisi target digitalisasi nozel.

Namun, hingga tenggat waktu 30 Juni 2020, perusahaan migas pelat merah itu belum kunjung menyelesaikan tugas tersebut. Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyampaikan, sesuai dengan amanat pemerintah, Pertamina ditargetkan bisa menyelesaikan digitalisasi nozel sebanyak 5.518.

"Kami sudah beberapa kali melayangkan surat laporan kepada DPR, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN soal pelaksanaan digitalisasi SPBU yang sangat lambat," ujar Fanshurullah dalam konferensi pers, Rabu (8/7).

Pria yang akrab disapa Ifan itu meinta kepada Pertamina untuk bisa segera menyelesaikan proyek digitalisasi nozel. Hal ini bertujuan agar penyaluran BBM bersubsidi bisa tepat sasaran dan akurat.

Terlepas dari kendala yang ada, BPH Migas tetap meminta PT Pertamina (Persero) untuk segera menyelesaikan dan meningkatkan akselerasi penyelesaian program digitalisasi SPBU dalam waktu yang tidak terlalu lama. "Hal ini dilakukan untuk kepentingan rakyat Indonesia agar pendistribusian JBT (jenis BBM tertentu) dapat dilaksanakan secara tepat sasaran dan tepat volume," ujar Ifan.

photo
Petugas meletakkan jeriken berisikan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar untuk layanan pesan antar BBM Pertamina di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta, Rabu (25/3/2020). Pertamina menargetkan proses digitalisasi SPBU rampung pada Agustus 2020.  - (ANTARA FOTO)

Ifan menyampaikan, Pertamina sudah empat kali memundurkan komitmen penyelesaian digitalisasi. Awalnya, Pertamina menargetkan penyelesaian digitalisasi bisa dicapai pada Desember 2018, kemudian diundur menjadi Juni 2019, Desember 2019, dan terakhir Juni 2020.

Ifan menjelaskan, progres digitalisasi nozel berupa pemasangan automatic tank gauging (ATG) saat ini mencapai 87,33 persen atau terpasang di 4.815 SPBU. Sementara, pencatatan melalui mesin electronic data capture (EDC) baru 55,44 persen atau 3.060 SPBU.

Sayangnya, kata Ifan, dua alat tersebut belum bisa langsung mencatat nomor polisi kendaraan. Dia menyampaikan, baru 28 persen SPBU yang memasang alat pencatatan nomor polisi. "Kami harapkan bukan manual, tapi online. Ini komitmen yang ditawarkan Pertamina," ujar Ifan.

Pertamina menyampaikan, keterlambatan penyelesaian proyek digitalisasi nozel disebabkan pandemi Covid-19. Namun, SVP Retail Marketing dan Sales Pertamina Yanuar Budi Hartanto menjelaskan, integrasi sistem teknologi informasi sudah mencapai 75 persen.

Ia berharap hingga Agustus 2020 mendatang Pertamina bisa mengejar target. "Target Juni 2020. Tapi, seperti kita tahu, sejak Maret sampai sekarang ada pandemi," kata Yanuar.

 
Target Juni 2020. Tapi, seperti kita tahu, sejak Maret sampai sekarang ada pandemi
YANUAR BUDI HARTANTO, SVP Retail Marketing dan Sales Pertamina
 

Yanuar menjelaskan, petugas yang melakukan instalasi dan integrasi sistem teknologi informasi (TI) pun kesulitan melakukan kunjungan fisik ke lokasi. Hal ini yang menjadi penyebab keterlambatan tersebut.

Selain itu, menurut Yanuar, kendala digitalisasi nozel karena banyak SPBU yang memiliki mesin dispenser tua. Pertamina pun dituntut melakukan pembaruan mesin sebelum mengintegrasikan sistem TI.

Akses BBM petani

Para petani dan nelayan meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberikan kemudahan dalam mengakses bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sejauh ini, petani dan nelayan mengaku kesulitan memperoleh BBM bersubsidi meskipun digunakan sebagai kebutuhan produksi komoditas pangan.

Sekretaris Jenderal DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sadar Subagyo mengungkapkan, kesulitan petani yang sudah menahun dialami soal sulitnya memperoleh BBM solar dengan harga terjangkau. Lumbung-lumbung pangan terdapat di perdesaan, sementara penyalur resmi BBM jenis solar berlokasi di pusat kecamatan.

"Jaraknya bisa sampai 20 kilometer. Jadi, ya, praktis petani membeli solar dengan harga yang lebih mahal Rp 1.000 hingga Rp 1.500 yang lebih dekat," kata Sadar dalam rapat bersama Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI.

Ia menyarankan agar Kartu Tani yang diprogramkan oleh Kementerian Pertanian juga bisa digunakan petani untuk membeli BBM di SPBU untuk kendaraan umum. "Kami mohon identitas petani dengan Kartu Tani bisa dipakai untuk kemudahan mendapatkan BBM," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yusuf Solichien mengatakan, masalah BBM bagi nelayan juga memprihatinkan. Dia menyebut selama ini nelayan hampir tidak bisa memperoleh solar sesuai harga pemerintah.

Hal itu salah satunya karena belum tersedianya stasiun pengisian bahan bakar sesuai dengan jumlah pelabuhan pendaratan ikan. Yusuf mengungkapkan, dari total 1.104 pelabuhan pendaratan ikan, baru terdapat 350 SPBB. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat