Sejumlah medali untuk pelajar yang menghadiri acara kelulusan di MI Alam Robbani, Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/6). Ribuan madrasah belum tersambung dengan internet. | Putra M. Akbar/Republika

Kabar Utama

Ribuan Madrasah Minim Fasilitas

Ribuan madrasah itu belum tersambung dengan jaringan internet, bahkan belum dialiri listrik.

JAKARTA – Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan data memprihatinkan soal kondisi sejumlah madrasah di Indonesia. Ia mengungkapkan, belasan ribu madrasah belum tersambung dengan jaringan internet, bahkan belum dialiri listrik.

"Kementerian Agama telah memiliki data madrasah yang tidak memiliki jaringan listrik sejumlah 11.900 madrasah dan (yang tidak memiliki akses) internet (sebanyak) 13.793 madrasah," kata Menteri Fachrul dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, kemarin.  

Menurut pendataan Direktorat Jenderal Pedidikan Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, saat ini terdapat 82.413 madrasah dari berbagai tingkatan di Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 4.010 madrasah negeri dan 78.408 madrasah swasa.

Merujuk paparan Menag, berarti ada 14,4 persen madrasah tak dialiri listrik, dan 16,7 persen madrasah tak memiliki akses internet. Pada masa pandemi Covid-19, ketiadaan aliran listrik dan akses internet tersebut berpotensi menghambat kegiatan belajar mengajar. 

Pasalnya, diatur dalam keputusan Dirjen Pendis Nomor 2791/2020 tentang Panduan Kurikulum Darurat pada Madrasah, madrasah di luar zona hijau diarahkan melakukan kegiatan belajar mengajar secara virtual.  

Di wilayah tanpa akses internet, madrasah disarankan memanfaatkan radio lokal dalam melakukan pembelajaran secara jarak jauh. Di samping itu, guru juga dapat berkeliling untuk membagikan tugas sekolah. 

Bagaimanapun, jaringan internet masih diperlukan madrasah di zona hijau karena pihak madrasah disyaratkan mengisi dasar pemeriksaan secara daring terkait dengan persiapan pembelajaran tatap muka.

Menag memaparkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan ketiadaan listrik dan akses internet di belasan ribu madrasah tersebut. Pertama, di daerah lokasi madrasah bersangkutan memang belum ada aliran listrik. 

Kemudian, karena madrasah tak pernah melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di malam hari, mereka merasa tak memerlukan listrik. “Sekolahnya siang terus, dan pada saat dia mau butuh malam, baru dia sadar 'oh iya nggak ada listrik kita yah'," kata dia dalam rapat yang disiarkan secara live streaming itu.

Fachrul mengklaim, dengan data yang dimiliki Kementerian Agama, persoalan itu bisa selekasnya dibenahi. Menurutnya, pemasangan jaringan listrik ke madrasah tergolong mudah. "Saya kira nggak sulit. mungkin tinggal mencari penyambungannya saja. Tetapi sudah saya laporkan kepada Bapak Wakil Presiden (KH Ma’ruf Amin), dan waktu itu beliau sudah arahkan betul tentang masalah ini bagaimana mengatasi internet maupun listrik yang ada," kata dia.

 
Kementerian Agama telah memiliki data madrasah yang tidak memiliki jaringan listrik sejumlah 11.900 madrasah dan (yang tidak memiliki akses) internet (sebanyak) 13.793 madrasah.
FACHRUL RAZI, Menteri Agama
 

Fachrul juga mengatakan, Wapres Ma'ruf Amin sudah meminta kementerian ataupun lembaga terkait untuk segera mengambil langkah. "Nanti akan segera kita cek bagaimana langkah-langkah lebih lanjutnya tentang itu," paparnya.

Dalam RDP tersebut, Fachrul yang didampingi jajaran eselon 1 menyampaikan beberapa program yang salah satunya adalah penguatan jaringan listrik dan internet di madrasah. Dia melanjutkan, Kemenag saat ini sedang menjalin komunikasi untuk bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait supaya dapat mengatasi persoalan tersebut, terutama madrasah yang berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto yang memimpin RDP itu mengatakan terkejut mendengar data tersebut. Ia tak habis pikir, di usia 75 tahun kemerdekaan Indonesia, masih ada sebegitu banyak madrasah yang belum menikmati listrik. “Ini menjadi PR kita semua, betul-betul menangani dengan baik. Keberpihakan dari kita semua, harus diwujudkan dalam kebijakan nanti dalam bentuk anggaran," tutur sekretaris Fraksi PAN itu.

Sedangkan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Harmusa mengkritik Kemenag karena baru sekarang mengungkapkan masalah tersebut dan merencanakan langkah membantu madrasah-madrasah tersebut. Ia menekankan, kondisi yang mendera belasan ribu madrasah itu bakal membuat proses pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi seperti saat ini sukar dilakukan. 

Dia meminta agar Kemenag bekerja sama dengan kementerian lain untuk segera membantu madrasah tersebut sebagai antisipasi menghadapi situasi darurat seperti sekarang. "Mengapa tidak kemarin-kemarin Pak Menteri. Kita rangkul dengan kementerian lain terutama Kementerian Sosial untuk membantu listrik di daerah terpencil agar ketika ada kondisi seperti ini semuanya bisa mengakses layanan internet untuk membantu pembelajaran dari rumah," ujarnya. 

Komitmen pemerintah ditagih

Ketiadaan aliran listrik dan akses internet di belasan ribu madrasah juga dinilai sebagai cerminan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan di madrasah. Persoalan tersebut harus ditangani selekasnya untuk menjamin kualitas guru dan lulusan madrasah di Indonesia.

“Jika tidak, artinya guru dan siswa madrasah sangat jauh tertinggal dari perkembangan pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan berdampak pada mutu guru dan lulusan madrasah, yang tidak bisa cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” kata dosen Prodi Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah, kepada Republika, kemarin.

Ia mengamini, pengadaan listrik dan internet tidak bisa dikatakan mudah. “Buktinya, 11.998 madrasah tidak memiliki jaringan listrik dan 13.793 madrasah belum memiliki akses internet. Jika mudah, angkanya tidak akan sebesar ini,” kata dia menambahkan.

Namun, menurut Jejen, hal ini juga terjadi karena lemahnya komitmen pemerintah dan pemerintah daerah terhadap pendidikan agama atau madrasah. “Koordinasi antara Kemenag, kementerian dan lembaga/BUMN terkait, serta pemerintah daerah sangat lemah. Bisa juga listrik dan internet madrasah belum menjadi prioritas pemda, karena alasan dana terbatas,” ujarnya. 

Ia menekankan, sehubungan data yang disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi kemarin, listrik dan internet di madrasah harus menjadi prioritas bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebab, selain untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), internet menjadi kebutuhan primer pembelajaran abad ke-21. Ia mengingatkan, hampir semua pekerjaan pembelajaran dan pendidikan guru abad ke-21 di sekolah dan rumah membutuhkan listrik dan internet. 

Jika tak dibenahi, ia mengkhawatirkan guru dan murid madrasah akan gagap dan tak berdaya saing saat bertemu dengan lingkungan dan komunitas, yang sudah mahir dengan internet dan komputer. Padahal, menurut dia, semua anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. “Kesenjangan fasilitas listrik dan internet harus segera diatasi agar guru dan murid lulusan madrasah tidak awam perkembangan pengetahuan dan teknologi,” kata dia.

Jejen juga mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan madrasah swasta. Menurut dia, selama ini sumber dana madrasah swasta berasal dari masyarakat. 

photo
Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Negeri 3 belajar sambil menutup hidung di Desa Pecinan, Mangaran, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). Sebanyak 135 siswa terpaksa belajar di ruang kelas yang berbau limbah yang diduga berasal dari tambak udang yang tidak mempunyai instalasi pengolahan air limbah (ipal) - (SENO/ANTARA FOTO)

Sementara itu, tak sedikit wali murid yang perekonomiannya terdampak pandemi Covid-19. Mereka, menurut dia, harus diberikan bantuan khusus selain dana BOS. 

Jejen menyatakan, KIS, KIP, PKH, dan Kartu BPNT juga harus diperluas karena banyak masyarakat yang rentan miskin terdampak pandemi. Akibatnya, mereka tidak bisa membayar biaya bulanan madrasah. Dampaknya, para guru madrasah tidak bisa gajian atau berkurang pendapatannya.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI), Afrizal Sinaro mengatakan, apa yang disampaikan Menteri Agama Fachrul merupakan keprihatinan serius yang tak boleh dibiarkan terlalu lama. "Terbukti bahwa pemerintahan kita tidak peduli dan terkesan membiarkan," kata Afrizal saat dihubungi Republika.

Afrizal mengatakan, listrik dan internet pada zaman sekarang ini sudah menjadi kebutuhan yang tak bisa disepelekan. Murid-murid, menurut dia, akan sangat tertinggal tanpa akses tersebut, apalagi di tengah wabah covid-19 ini. 

Dia mengatakan, sesuai dengan apa yang pernah AYPI sampaikan beberapa hari yang lalu, sebaiknya pemerintah mengalihkan pengeluaran yang tak perlu, seperti pelatihan prakerja, untuk membangun jaringan listrik bagi sekolah, madrasah, pesantren yang masih gelap gulita.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Abbas juga menyesalkan data yang disampaikan pemerintah kemarin. Menurut dia, kondisi ini sebenarnya sudah tidak perlu terjadi jika pemerintah serius ingin mencerdaskan anak bangsa sesuai amanah konstitusi. "Karena tugas negara itu salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.

Anwar mengingatkan, proklamator Mohammad Hatta pernah menyampaikan, ketika ada elemen masyarakat yang membantu tugas pemerintah, maka wajiblah hukumnya bagi pemerintah juga untuk membantu. "Oleh karena itu, kalau ada sekolah yang benar-benar memerlukan listrik lalu pemerintah tidak mau membantu, ya saya hanya heran saja kenapa kok bisa begitu," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat