Foto kandidat vaksin Covid-19 dari Imperial College London. (ilustrasi) | AP/Imperial College London

Nasional

Vaksin Ditargetkan 2021

Pemerintah menargetkan produksi vaksin Covid-19 dalam negeri bisa dimulai pertengahan 2021.

JAKARTA -- Pemerintah menargetkan produksi vaksin Covid-19 dalam negeri bisa dimulai pada pertengahan 2021. Riset tentang vaksin lokal tersebut diklaim sudah melewati delapan dari 15 tahapan yang harus dilewati. 

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro menjelaskan, ada tiga lembaga dan perusahaan dalam negeri yang sedang berkejaran dengan waktu untuk bisa menciptakan vaksin, yakni Lembaga Biologi Molekular Eijkman, PT Biofarma, dan PT Kalbe Farma. 

Ketiga instansi tersebut, ujar Reisa, melakukan riset secara mandiri atau menjalin kerja sama dengan lembaga di luar negeri. Menurut dia, riset tentang vaksin Covid-19 di luar negeri juga sudah menunjukkan kemajuan, antara lain sudah dilakukannya uji beberapan jenis calon vaksin terhadap manusia. 

"Ada lima calon vaksin di tiga negara, yakni Cina, AS (Amerika Serikat), dan Inggris. Dan dua uji coba mengambil tempat di Australia, Jerman, dan Rusia. Dan terpenting, Indonesia juga ikutan," ujar Reisa dalam keterangan pers, Selasa (7/7). 

Reisa pun mengutip pernyataan Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek, Prof Ali Ghufron Mukti yang memprediksi produksi massal vaksin bisa dilakukan pada pertengahan 2021. Nantinya, vaksin akan diutamakan pemberiannya kepada kelompok masyarakat berisiko, seperti warga lanjut usia dan masyarakat yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas. 

"Kita optimistis Indonesia dapat hasilkan vaksin covid sendiri dalam waktu secepatnya," jelas Reisa. 

Reisa menyebutkan, masih ada tujuh tahapan riset lagi yang harus dilalui sampai vaksin Covid-19 bisa dibuat secara massal di dalam negeri. "Indonesia telah setuju melakukan upaya bersama produksi vaksin untuk lindungi diri sendiri, bangsa, serta penduduk dunia," kata Reisa. Meski begitu, masyarakat tetap diingatkan agar tetap menjalankan protokol kesehatan. 

Hati-hati 

Kemarin, Komisi IV DPR juga menggelar rapat kerja dengan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Para anggota komisi IV meminta pemerintah, khususnya Kementan lebih selektif menyampaikan informasi ihwal temuan yang bisa menjadi antivirus untuk virus korona. Sebab, dampak dari komunikasi yang kurang tepat akan merugikan pemerintah sendiri.

photo
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Ali Ghufron Mukti (tengah), Kepala LIPI Laksana Tri Handoko (kanan), dan Direktur LBM Eijkman Amin Soebandrio (kiri) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/7). RDP tersebut membahas evaluasi kinerja konsorsium riset dan inovasi Covid-19 dan perkembangan vaksin dari strain virus korona di Indonesia - (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

"Bapak nanti buat statement nanti dibully seperti halnya kalung antivirus. Secara teknologi, saya tidak yakin itu," kata Anggota Komisi IV DPR, Mindo Sianipar dalam rapat di kompleks parlemen, Selasa (7/7).

Ia pun mengkritik para jajaran Kementan yang sudah menggunakan antivirus yang dikalungkan itu. Menurut dia, jika dipakai dan disorot oleh media, maka masyarakat akan ada yang berebut mencari produk itu. "Jadi jangan dululah memakai itu ya," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Anggota Komisi IV dari fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali juga menyarankan agar narasi yang dibangun pemerintah lebih dihamornisasikan agar tidak menimbulkan kegaduhan. Sebab, seluruh dunia belum ada yang berani mengklaim sebuah penelitian yang berhasil mengendalikan atau membunuh Covid-19. "Apapun namanya, narasi harus lebih disamakan sehingga orang tidak terjebak," ujarnya. 

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menuturkan, riset terkait potensi eucalyptus untuk menjadi antivirus korona sudah sesuai tugas pokok dan fungsi Kementan. Namun, ia menyampaikan akan menghentikan riset tersebut jika tidak mendapatkan dukungan.

"Khusus eucalyptus, kalau dibilang berhentikan saya berhentikan," kata Syahrul dalam rapat tersebut. 

Syahrul mengatakan, Kementan melalui Badan Peletian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) memiliki Balai Besar Penelitian Veteriner. Balai tersebut memiliki unit Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah. Oleh karena itu, riset terkait potensi tanaman obat dan rempah di Indonesia dalam konteks masa pandemi Covid-19 sesuai dengan ranah kerja mereka.

Ia mengaku tidak pernah memberikan keterangan khusus terkait kalung antivirus eucalyptus yang akhirnya menjadi viral di media sosial. Karena itu, kata Syahrul, pihaknya juga berkewajiban untuk melakukan pembelaan para jajarannya, khususnya para peneliti di Kementan. "Kalau didukung, saya jalan terus," kata Syahrul.

Menanggapi itu, Ketua Komisi IV DPR, Sudin mempersilakan Kementan melanjutkan upaya mencari antivirus korona dengan tanaman eucalyptus di Indonesia. Hanya saja, ia meminta agar untuk urusan produksi massal tidak menggunakan APBN.

"Selama tidak pakai uang APBN, silakan. Tapi kalau pakai APBN saya tidak mau. Apa jadinya nanti kalau gagal? Pak Menteri dan saya juga yang kena," kata Sudin.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat