Warga berbelanja menggunakan kantong plastik di Pasar Jatinegara, Jakarta, Selasa (30/6). | Thoudy Badai/Republika

Kabar Utama

Pergub Antiplastik Belum Bertaji

Kebijakan pengurangan kantong plastik harus didukung kesiapan pengusaha kecil.

Sejak Rabu (1/7), sedianya sudah tak boleh lagi ada kantong plastik di pusat perbelanjaan, toko swalayan, serta pasar rakyat. Menurut Gubernur Anies Baswedan, hal itu adalah kebijakan yang diperlukan guna melindungi generasi mendatang dari pencemaran lingkungan. Pergub Nomor 142/2019 yang mengatur hal itu sudah terbit sejak Desember 2019 lalu. Ada sanksi teguran hingga denda mencapai Rp 5 juta terkait penggunaan plastik. Namun, di pasar-pasar, pergub itu seperti belum punya taji.

Di Pasar Slipi, Jakarta Barat, Kamis (2/7), tampak pedagang masih menyediakan kantong plastik bagi pembeli yang datang berbelanja. Salah satu pedagang kosmetik, Indirawati, berdalih masih menyediakan plastik sekali pakai hanya untuk menghabiskan stok yang tersisa. "Setelah itu, kita tidak akan sediakan lagi," kata Indirawati saat ditemui Republika, kemarin.

Meski demikian, dia mengaku belum mengetahui akan mengganti penggunaan plastik sekali pakai dengan kantong belanja alternatif jenis apa. "Mungkin nanti bakal nyiapin kantong belanja berbayar yang bisa dipakai berkali-kali sebagai alternatif. Tapi, belum tahu kapan dan bahannya seperti apa," ujar dia.

Kondisi serupa pun dijumpai di Pasar Tomang Barat atau yang biasa disebut Pasar Kopro, Jakarta Barat. Meski spanduk dan stand banner berisi larangan penggunaan kantong plastik sudah terpasang di pintu masuk dan area pasar, tetapi masih banyak terlihat pedagang yang menyediakan kantong plastik.

Seorang penjual sayur-sayuran bernama Diah Ayu menyebut, masih menggunakan kantong plastik karena para pembeli yang datang tidak membawa kantong belanja sendiri. Dia tidah memiliki pilihan lain, selain memberikan kantong plastik bagi mereka. "Sebenarnya sih saya malah senang kalau nggak harus menyediakan kantong plastik lagi, jadi pengeluaran berkurang. Tapi, kesadaran masyarakat masih kurang, dari tadi cuma ada beberapa pembeli yang bawa kantong belanja sendiri," kata Ayu.

Untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, ia kini hanya memberikan satu kantong plastik untuk setiap pembeli meski banyak barang yang mereka beli. Sebelumnya, ia menggunakan satu kantong plastik untuk satu jenis barang yang dibeli.



Senada dengan Ayu, salah satu pedagang aneka bumbu dapur, Anton, mengaku sudah mengetahui adanya larangan tersebut. Namun, ia masih menyediakan kantong plastik. "Kalau nggak kita sediain (kantong plastik), nanti repot juga mereka bawa belanjaannya bagaimana. Jadi, ya kita tetap disediakan," ucap Anton.

Di sisi lain, ada pula pedagang yang mengaku belum mengetahui adanya larangan penggunaan plastik, salah satunya adalah Mujiyanto. Dia menyebut baru kembali mulai berdagang seusai penutupan pasar selama tiga hari karena ditemukannya pedagang yang positif Covid-19.

Mujiyanto menuturkan, belum memiliki rencana untuk menghentikan penggunaan kantong plastik. "Tapi, kalau memang nanti ada teguran atau sanksi yang tegas, ya saya mau nggak mau harus berhenti sediakan kantong plastik," ucapnya.

Sementara itu, seorang pembeli, Marwanti, mengeklaim memiliki cukup banyak kantong belanja berbahan kain di rumah. Namun, kedatangannya ke Pasar Kopro untuk berbelanja dilakukan secara mendadak. “Tapi, ini saya mendadak belanja ke sini, jadi sebenarnya nggak ada rencana untuk belanja, makanya nggak dibawa dan pakai plastik," ungkap Marwanti.

Di Pasar Tebet Timur, Jakarta Selatan, Munawar (25), seorang pedagang kantong plastik, mengatakan belum mengetahui adanya peraturan mengenai larangan menggunakan kantong plastik di pasar. "Nggak tau ada aturan itu, saya masih kasih plastik ke pembeli yang nggak punya kantong belanjaan," kata Munawar memberikan alasan.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyatakan, sosialisasi perihal kebijakan kantong plastik Pemprov DKI Jakarta di pasar tradisional memang belum optimal. Pedagang belum mendapatkan informasi jelas perihal keharusan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan.

"Kami mendorong kepada pemprov agar melibatkan pedagang pasar atau kelompok-kelompok pedagang pasar atau ketua-ketua blok pasar untuk ikut membantu menyosialiasikan kepada anggota-anggota di bloknya. Ini supaya lebih efektif," kata Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri, Kamis (7/2).

 
Tapi, kalau memang nanti ada teguran atau sanksi yang tegas, ya saya mau nggak mau harus berhenti sediakan kantong plastik.
 
 



Selain itu, kata dia, Ikappi juga meminta kepada Pemprov DKI untuk mencari solusi alternatif atas pergantian kantong plastik. Jika menggunakan tas belanja yang bisa digunakan berkali-kali, pihaknya mendorong agar Pemprov DKI bisa meningkatkan produk UMKM daerah dengan meningkatkan produksi tas-tas daur ulang. "Kami meminta kepada pemprov untuk menyiapkan kantong alternatif untuk jenis barang dagangan yang mudah basah atau barang dagangan tertentu," ujar dia.

Untuk sementara waktu, pihaknya meminta Pemprov DKI tetap mengizinkan pedagang masih memakai plastik-plastik kecil untuk beberapa komoditas dagangan tertentu yang dalam bentuk basah. Selain itu, beberapa komoditas yang tidak memungkinkan dijadikan satu dengan tas belanjaan, sampai ada alternatif kantong belanjaan yang tepat sesuai kebutuhan.

"Sosialisasi dalam pergub tersebut seyogianya tidak hanya kepada pedagang, tetapi masyarakat. Dan, yang jauh lebih penting libatkan pedagang dan lakukan secara bertahap tanpa ada intimidasi ataupun ancaman atas kebijakan tersebut," kata dia.

Asisten Usaha dan Operasi Pasar Kopro, Nurchojin, mengatakan, masih digunakannya plastik karena pasar baru kembali dibuka kemarin pagi. Dengan demikian, para pedagang masih ada yang belum mengetahui kebijakan terbaru.

Meski begitu, Nurchojin menegaskan, pihaknya telah menyampaikan pemberitahuan terkait kebijakan pemerintah tersebut kepada para pedagang. Tujuannya, agar mereka mulai mempersiapkan alternatif kantong belanja lainnya.

Nurchojin menjelaskan, untuk saat ini, para pedagang yang menyediakan kantong plastik masih diberikan toleransi dan pembinaan sehingga mereka dapat menaati aturan tersebut. "Tapi, kalau masih juga memberikan plastik (setelah ditegur), kita minta tutup. Pokoknya kita sesuai arahan Gubernur. Kita akan tindak tegas," ujar Nurchojin.



Celah Pedagang Daring
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan, belum bisa berbuat banyak soal pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai bagi pedagang jual beli online atau daring. Berbeda dengan pedagang konvensional yang sudah terdampak Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142/2019 yang berlaku dua hari lalu.

Kadis Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih mengakui, selama pandemi ini memang terjadi peningkatan frekuensi orang yang berbelanja secara daring. "Kami mengimbau agar masyarakat mengurangi timbunan sampah plastik tersebut, dengan menjalankan tips belanja daring ramah lingkungan, yang salah satunya direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)," ujar Andono, Kamis (2/7).

Imbauan itu juga diperuntukkan, baik itu layanan antar makanan siap saji maupun belanja daring berbentuk paket. Hal ini penting karena kantong plastik telah berdampak luas merusak lingkungan terhadap peningkatan sampah plastik pembungkus paket belanja daring tersebut.

Andono pun berharap, aplikator menyiapkan tas khusus delivery, bukan kantong plastik bekas untuk mitranya. Aplikator juga dapat mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik, meminta penjual untuk mengurangi pembungkus plastik, membeli barang dalam kemasan besar, atau menggabungkan belanja.

Selama masa pandemi dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DLH DKI mencatat, terjadi tren penurunan sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta. Meski begitu, tak berbelanjanya warga di pusat perbelanjaan dan pasar-pasar dalam periode itu malah meningkatkan komposisi sampah plastik.

Andono mengatakan, tren itu tercatat sejak dimulainya seruan beraktivitas di rumah oleh Pemprov DKI Jakarta pada 16 Maret, berlakunya PSBB sejak 10 April, dan dimulainya PSBB transisi pada 4 Juni. "Dari ketiga milestone itu kita melihat jumlah sampahnya berkurang," katanya, pekan lalu.



Meski begitu, survei singkat pada masa PSBB yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta di beberapa tempat penampungan sementara sampah menunjukkan, komposisi plastik meningkat menjadi 21 persen dari total sampah dibandingkan komposisi pada 2018 sebesar 15 persen.
Didukung kesiapan

Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, kebijakan pengurangan penggunaan kantong plastik harus didukung oleh kesiapan pengusaha kecil secara bertahap, dan ketersediaan produk alternatif pada konsumen untuk memastikan efektivitas kebijakan.

Ia menjelaskan, kantong plastik merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pengemasan makanan. Selain praktis dan mudah didapatkan, harganya juga relatif lebih murah. Karena harganya yang murah dan mudah didapatkan, pengemasan makanan dengan menggunakan kantong plastik banyak dipilih oleh mayoritas pengusaha, termasuk UMKM dan penjual makanan berskala kecil.

Penggunaan kantong plastik dianggap dapat menekan biaya produksi karena mereka harus beradaptasi dengan fluktuasi harga pangan yang merupakan bahan baku utama produknya.
Namun di sisi lain, plastik juga berkontribusi pada permasalahan lingkungan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun, yang sebanyak 14 persen di antaranya merupakan sampah plastik.

Data dari riset oleh Jambeck dkk pun menunjukkan, Indonesia mempunyai peringkat rendah limbah plastik harian per orang (0,06 kilogram) jika dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (0,2kg) dan Singapura (0,19 kg). Namun, Indonesia merupakan negara kedua penghasil limbah salah urus di dunia (global mismanaged waste) dengan tingkat 10,1 persen. 

“Menyikapi hal ini, pemerintah perlu merumuskan sebuah kebijakan yang dapat diadopsi oleh berbagai pihak, misalnya bagaimana UMKM atau pengusaha kecil bisa mendapatkan material alternatif untuk pengemasan makanan, dan bagaimana konsumen bisa mendapatkan haknya atas makanan yang aman, higienis, dan dikemas dengan layak,” ujar Ira.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat