Pekerja menyortir bawang putih asal Cina di pusat jual beli bawang kompleks pasar Legi Parakan, Temanggung, Jateng, beberapa waktu lalu. | ANIS EFIZUDIN/ANTARA FOTO

Ekonomi

Lahan Tanam Bawang Putih Diperluas

DPR meminta Kementan mengawasi pelaksanaan wajib tanam bawang putih.

JAKARTA -- Kementerian Pertanian akan membuka lahan bawang putih seluas 5.000 hektare pada tahun depan. Pembukaan lahan itu akan dibiayai langsung oleh APBN 2021. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, rencana pembukaan lahan itu meningkat signifikan dari pembukaan lahan tahun ini seluas 1.400 hektare.

"Untuk swasembada kami butuh lahan 78.600 hektare. Namun, dukungan APBN tahun depan hanya untuk 5.000 hektare," kata Prihasto dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR, Selasa (30/6).

Ia menegaskan, Kementan sudah memiliki peta potensi lahan yang bisa dijadikan area pertanaman bawang putih di Indonesia. Total potensinya mencapai 1,3 juta hektare. Namun, yang dibutuhkan untuk bisa swasembada hanya 78.600 hektare dengan proyeksi produksi sebesar 622 ribu ton.

 

 
Lupakan bicara swasembada bawang putih. Mustahil.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin
 

 

Khusus pada 2020 ini, Prihasto mengatakan, total perluasan area tanam bawang putih sekitar 9.400 hektare. Seluas 8.000 hektare dilakukan oleh para importir bawang putih yang menjalankan tugas wajib tanam bawang putih, sedangkan 1.400 sisanya dibiayai oleh Kementan.  

Ketua Komisi IV DPR Sudin menyatakan, target swasembada bawang putih yang dicanangkan Kementerian Pertanian tidak realistis dan mustahil bisa dicapai. Pihaknya meminta agar Kementerian Pertanian fokus mengurusi kewajiban tanam bawang putih di dalam negeri oleh para importir.

"Lupakan bicara swasembada bawang putih. Mustahil," kata Sudin menegaskan.

Sudin mengatakan, seharusnya Kementerian Pertanian serius dalam menangani wajib tanam bawang putih yang hingga kini belum efektif dijalankan. Ia menyebut, para pengusaha yang sudah mendapatkan rekomendasi, izin impor, dan merealisasikan importasinya harus menjalankan kewajiban tersebut.

"Semua harus ikuti. Jangan pengusaha seenaknya saja, sudah dapat untung, wajib tanam tidak tanam. Ganti nama PT, alamat, dan lain-lain, dan dalam tanda kutip ada yang ikut main," ujar Sudin.

photo
Petani menjemur bawang putih jenis Lumbu Ijo yang baru dipanen di Kwadungan, Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (6/4). - (ANIS EFIZUDIN/ANTARA FOTO)

Sudin mengatakan, hingga hari ini tidak jelas program swasembada bawang putih karena sulitnya pengembangan di Indonesia. Di sisi lain, ia pun mengkritik kebijakan Kementan yang berubah-ubah terkait wajib tanam. Sebelumnya, pengusaha harus melakukan wajib tanam terlebih dahulu baru bisa memperoleh rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementan dan surat persetujuan impor dari Kemendag.

Namun, kini kebijakannya diubah di mana wajib tanam dapat dilakukan setelah importasi selesai dilakukan. "Wajib tanam sebelum dapat RIPH saja banyak yang tidak tanam, apalagi kalau setelah impor," kata Sudin.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengharapkan adanya pembenahan dari sisi koordinasi antarpemangku kepentingan terkait pemberian izin impor bawang putih. Rusli mengatakan, koordinasi ini penting karena ketidakkompakan pemangku kepentingan dalam izin impor bawang putih sedang menjadi sorotan berbagai pihak. Hal ini terkait dengan langkah Kementan melaporkan sejumlah importir bawang putih ke Satgas Pangan.

"Sudah ada relaksasi dari Kementerian Perdagangan. Kalau ada lapor melapor, ini menunjukkan tidak adanya koordinasi," ujar Rusli.

Relaksasi itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo untuk menjaga ketersediaan serta stabilisasi harga barang dan bahan pangan pokok, termasuk bawang putih dan bawang bombai.

Meski demikian, relaksasi izin impor ini tetap harus menggunakan RIPH sebagai syarat utama dalam melakukan impor produk pangan.

Terkait kebijakan impor bawang putih, Rusli mengharapkan produk impor itu sudah memenuhi syarat kesehatan yang sudah ditetapkan melalui RIPH, apalagi dalam masa-masa pandemi seperti sekarang.

"Jika ada yang melanggar standar kualitas dan keamanan, beri sanksi. Bukan berarti tanpa RIPH, bisa mengimpor bawang dengan kualitas seadanya atau kualitas buruk," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat