Ilustrasi reformasi 1998. Saat itu mahasiswa menduduki Gedung Kompleks Parlemen Senayan Jakarta | SAPTONO/ANTARA FOTO

Opini

Mengenang Mimpi Reformasi

Perlawanan generasi milenial terasa getarannya ketika cara-cara parlemen jalanan belum seampuh masa reformasi.

MUHTAR SADILI

Pengamat dan dan alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Haru biru demonstrasi 98 belum tentu bisa diresapi mendalam dalam dinamika sosial politik mutakhir. Kita semua masih sulit melawan lupa, sesulit sadarkan diri bahwa perubahan butuh waktu dan keuletan.

Cetak ulang rezim di tanah air dari Soekarno sampai Soeharto terbilang dramatis. Kedua presiden itu senyatanya punya derajat sempurna, tapi mengundang pedih.

Soekarno yang berjuluk proklamator disudutkan selama 32 tahun. Begitu juga Soeharto yang dulu dijuluki bapak pembangunan entah sampai kapan bisa harum kembali namanya. 

Mimpi reformasi adalah mengubur dalam masa kejayaan Soeharto. Masa penuh kosakata stabilitas untuk meraih kemakmuran rakyat. Tapi senyatanya segudang utang itu memang membuat rakyat sempat bahagia, tapi segudang tanya pada penumpukan pundi keluarga penguasa. Sampai tersungkur meja krisis global dengan rupiah terjun bebas.

Reformasi akhirnya hadir dengan mimpi baru. Tatanan membuka lebar keran partisipasi publik. Dari pemilu sampai mengawal jalannya pemerintahan. 

Mimpi reformasi sudah berjalan 21 tahun tapi kesejahteraan ternyata belum kunjung datang. Pembangunan masih terasa timpang bagi sebagian besar wilayah.

Jokowi berusaha membagi kue pembangunan dengan infra struktur jalan dan lainnya. Wilayah yang tadinya merasakan kue itu secuil perlahan diberikan porsi sama. 

Perasaan sebagai setara warga negara coba diwujudkan dalam bentangan jalan. Dalihnya dengan jalan akan membuka semua kemungkinan peluang untuk kesejahteraan. 

Teori kemungkinan ala wong Solo ini sempat mengundang tanya. Jangan-jangan tumpukan utang bernasib sama dengan masa lalu. Tidak mampu terbayar dengan tumpukan sama yakni belum lahirnya kesejahteraan.

Mimpi reformasi yang coba diterjemahkan dengan tumpukan utang, sampai detik ini masih belum terbukti membahayakan. Nyatanya dalam lima tahun mendatang, utang itu akan terus didatangkan. 

Kita memang mempunyai segudang sumber daya alam, tapi belum mampu melipatgandakan keuntungan. Sektor produksi juga akhirnya digenjot dengan tumpukan utang.

Dalam nalar Rizal Ramli utang itu akan terus menumpuk dengan menyisakan beban pengembalian di masa mendatang. Beban ini juga yang pernah menjerumuskan orde baru pada penistaan

Istana kardus orde baru yang pernah dijuluki menjaring matahari akhirnya terbukti roboh. Sisa nestapa akhirnya melahirkan mimpi reformasi yang sampai sekarang masih dipercaya menjadi kenyataan.

Jika saja mimpi itu hadir dalam tidur siang, bahaya tumpukan utang bukanlah isapan jempol. Nyata membelit generasi mendatang yang boleh jadi melahirkan mimpi lain lebih menjanjikan dari reformasi.

Hantaman dunia baru menyebabkan generasi mendatang boleh jadi tidak merasakan manisnya mimpi reformasi. Mimpi mereka berbeda jauh dengan sejawatnya yang pernah menginap di gedung parlemen.

Perlawanan generasi baru itu terasa getarannya ketika cara-cara parlemen jalanan belum seampuh masa reformasi. Mereka lebih asyik menggunakan dunia maya untuk mengontrol kekuasaan. 

Namun jika inisiatif kontrol itu tidak berhasil bisa mengarah pada bentuk lain dari parlemen jalanan. Bentuk baru ini akan mengambil peran ketika tumpukan utang bergerak sama seperti pada zaman orde baru.

Setiap zaman memang ada orangnya. Generasi gadget ini pasti hanya bisa mengenang mimpi reformasi. Mereka akan membuat mimpi baru lebih menjanjikan. 

Mimpi reformasi ditafsirkan sebagai yang tidak relevan lagi. Selain soal tumpukan utang, ternyata korupsi hanya pindah, yang tadinya terkumpul pada satu kelompok seperti orba, pasca reformasi tersebar merata.

Penyakit korupsi yang pernah dicaci maki oleh generasi 98, ternyata dilakukan orang sama tapi dengan model berbeda. Akhirnya ini hanya soal mimpi membius rakyat, tapi praktiknya tetap menguras kue pembangunan.

Dari reformasi sampai Jokowi, korupsi tidak berhenti. Satu saat berwajah garang dan saat lain santun tapi menyakitkan. Inilah yang menjadikan mimpi reformasi ternyata tidak seindah dinikmati ketika tidur siang, bahkan dalam kondisi terjaga dengan pemimpin terpilih langsung pun. Mimpi reformasi akhirnya hanya kenangan manis.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat