Anggota paramiliter India berjaga di pos pemeriksaan di jalan raya menuju Ladakh yang melintasi Gagangeer, sekitar 81 kilometer dari Srinagar, Rabu (17/6/2020). Militer Cina dan India kembali terlibat sengketa. | Farooq Khan/EPA-EFE

Kabar Utama

Cina-India Didesak Menahan Diri

Militer Cina dan India terlibat sengketa mematikan di wilayah jalur pegunungan Himalaya.

 

LADAKH -- Setelah empat dekade yang relatif tenang, militer Cina dan India kembali terlibat sengketa mematikan di wilayah perbatasan yang mereka perebutkan di jalur pengunungan Himalaya. Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta kedua pihak menahan diri dari konflik lebih lanjut.

Lokasi konflik tersebut merentang sepanjang 3,2 kilometer garis kendali (LAC) pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut di Lembah Galwan. Ia membelah dua wilayah, Aksai Chin yang diapit Tibet dan Xinjiang di wilayah yang diklaim Cina dan Ladakh yang berbatasan dengan Jammu-Kashmir yang diklaim India.

"Kami prihatin dengan laporan kekerasan dan kematian di Line of Actual Control (LAC) antara India dan Cina serta mendesak kedua belah pihak untuk melakukan pengekangan maksimum. Kami mencatat positif laporan bahwa kedua negara telah terlibat untuk meredakan situasi," kata juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Eri Kaneko pada Selasa (16/6).

Juru bicara Kementerian Luar Negeri India Anurag Srivastava mengatakan bentrokan itu muncul dari upaya pihak Cina untuk secara sepihak mengubah status quo di perbatasan. “Kami tetap yakin perlunya menjaga perdamaian dan ketenangan di daerah perbatasan serta penyelesaian perbedaan melalui dialog,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India Anurag Srivastava dalam keterangan resmi.

Ia menambahkan, India juga berkomitmen memastikan kedaulatan dan integritas teritorial India. Sementara Cina justru menuding pasukan India yang melakukan serangan provokatif di Ladakh.

“Pasukan India secara serius melanggar konsensus kedua belah pihak, melintasi perbatasan secara ilegal dua kali dan melakukan serangan provokatif terhadap personel Cina, yang mengakibatkan konflik fisik yang serius antara kedua pasukan perbatasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian.



Merujuk media-media di India seperti Times of India dan India Today, pada 6 Juni lalu sedianya sudah dilakukan pembicaraan tingkat letnan jenderal untuk menyelesaikan bakuhadang di bagian timur Ladakh. Namun pertengahan pekan itu pasukan Cina kembali mendirikan kem di bagian yang diklaim India. Pasukan India membongkar kem itu dan terjadi baku pukul.

Pasukan Cina kembali dengan jumlah yang lebih besar akhir pekan ini sementara saling lempar batu terjadi sejak Ahad (14/6). Pada Senin (15/6) petang, terjadi bakupukul massal di tepian tebing dengan jatuhan je sungai Galwan.  Pasukan India kala itu disebut berupaya mendorong pasukan Cina keluar dari wilayah yang diklaim.

Pasukan Cina enggan mundur dan mulai menyerang pasukan India dengan batu yang dibungkus kawat berduri serta kayu-kayu yang ditancapi paku. Banyak pasukan India jatuh dan tercebur di sungai yang dingin dan mengalir deras. Dari 20 prajurit yang meninggal, 17 diperkirakan meninggal sebab terjatuh.

Prajurit India juga membalas serangan ke pos Cina. Sebanyak 50-55 pasukan Cina disebut terluka cukup serius akibat serangan tersebut. Kendati demikian, militer Cina tak melansir jumlah korban dari pihak Cina.

Saling serang itu terjadi sampai lewat tengah malam. Tak satu pun tembakan senjata api dilepaskan kedua pihak yang akhirnya menarik diri. Hal itu seturut perjanjian India-Cina pada 1996 yang melarang penggunaan senjata api dan bahan peledak di wilayah yang disengketakan itu.

Pihak Cina hingga kemarintak melansir korban dari pihak mereka. Media-media Cina yang cenderung propemerintah seperti Global Times, Harian Rakyat, dan CCTV hanya menyebut yang terjadi diperbatasan sebegai bentrokan.

 
Perjanjian India-Cina pada 1996 melarang penggunaan senjata api dan bahan peledak di wilayah yang disengketakan itu.
 
 

The Global Times mengatakan dalam tajuknya bahwa Cina tidak mengungkap korban tewas untuk menghindari perbandingan dan mencegah sentimen konfrontatif meningkat. "Cina tidak ingin mengubah masalah perbatasan dengan India menjadi konfrontasi," kata editorial itu sembari menyalahkan India atas kesombongan dan kecerobohan mereka.

Seperti banyak sengketa wilayah di dunia, yang terjadi di jalur Himalaya itu mulanya ia adalah sengketa soal garis batas yang ditarik kolonialis. Dalam kasus ini, garis batas itu digambar administrator kolonial Inggris Sir Henry McMahon pada 1914.

Pada 1962, perang Sino-India meletus di wilayah itu dengan kekalahan di sisi India (722 prajurit Cina dan 1.383 prajurit India gugur). Perang saat itu dipicu tindakan India menampung Dalai Lama, tokoh utama perlawanan Tibet atas penguasaan Cina. Kemudian, pada 1974 terjadi juga baku pukul, dengan adanya korban meninggal. Setelah itu, tak ada lagi konflik berdarah di perbatasan tersebut sampai Selasa (16/6) kemarin.

Pada Agustus 2019 lalu, parlemen India melakukan sebuah langkah dramatis. Partai sayap kanan Hindu, Bharatiya Janata Party, berhasil mendorong pemungutan suara yang berujung dicabutnya Artikel 370 konstitusi India yang memberikan status otonomi khusus untuk daerah mayoritas Muslim Jammu dan Kashmir sejak 1954.

Pencabutan itu membatalkan hak Kashmir memiliki bendera serta konsitusi dan pemerintahan mandiri.  Tak hanya pencabutan Artikel 370, New Delhi juga menetapkan Ladakh di bagian timur Kashmir sebagai wilayah federal baru. Dalam peta terbaru, wilayah Ladakh itu diklaim Cina menyinggung wilayah mereka.

"Cina mengecam dan secara tegas menolak tindakan itu. India secara sepihak mengubah hukum domestik dan pemecahan wilayah, menantang kepentingan dan kedaulatan Cina," kata Menteri Luar Negeri Cina Geng Shuang terkait keputusan tersebut seperti dilansir Reuters pada 31 Oktober 2019.

Menanggapi protes itu, India meminta Cina tak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. "Sebagaimana India menahan diri dari mengomentari isu internal negara lain," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Raveesh Kumar, pada saat bersamaan.

Wilayah Aksai Chin memang punya peran strategis atas penguasaan Cina di Xinjiang dan Tibet yang sejak lama mendapatkan perlawanan warga setempat. Cina saat ini telah dan sedang membangun jalan raya yang menghubungkan Tibet dan Xinjiang melintasi wilayah itu.

Perang kata-kata itu akhirnya menjadi pengerahan pasukan di lapangan. Sejak Mei lalu, dilansir Reuters, ribuan pasukan Cina dan India dikerahkan di sekitar wilayah sengketa. Sementara itu, pada akhir Juni, pasukan India menghentikan proyek pembangunan jalan oleh pekerja Cina di wilayah yang disengketakan. Hingga akhirnya, pada Selasa (16/6) pihak India melansir informasi soal terjadinya baku pukul antara kedua pasukan yang menewaskan puluhan prajurit dari kedua kubu.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan mengikuti dari dekat mengenai perkembangan saat ini antara Cina dan India dalam insiden terbaru yang terjadi di Ladakh. "Pada prinsipnya Indonesia mengikuti dari dekat berbagai perkembangan ini dan tentunya kita berharap pihak-pihak terkait dapat melakukan langkah-langkah untuk meredakan ketegangan," Plt Juru Bicara Kementerian luar Negeri (Kemenlu) RI Teuku Faizasyah dalam konferensi pers daring pekanan, Rabu (17/6).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat