Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat dibukanya perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Resistensi instrumen pasar modal syariah lebih less volatile ketimbang konvensional. | M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO

Ekonomi

Pasar Modal Syariah Lebih Kebal Hadapi Pandemi

Resistensi instrumen pasar modal syariah lebih less volatile ketimbang konvensional.

 

JAKARTA -- Pasar modal syariah disebut lebih kebal terhadap pandemi Covid-19. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijamboado menyampaikan, dampak Covid-19 sangat terasa ke semua instrumen pasar modal. Tapi, dia menekankan, instrumen syariah lebih kebal pada pandemi.

"Resistensi instrumen syariah lebih less volatile dibandingkan saham konvensional," katanya dalam Webinar Potensi Pasar Modal Syariah KNEKS, akhir pekan lalu.

Di instrumen saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan titik terendah dalam lima tahun terakhir di level 3.938. IHSG kini sudah meningkat kembali ke posisi 4.910 per 19 Juni 2020. Telah terjadi net sell asing mencapai Rp 637,2 miliar di pasar saham.

Bambang mengatakan, zona merah hampir terjadi di semua sektor. Namun, jika melihat kapitalisasi pasar saham dan kinerja pasar saham, indeks syariah lebih tahan dan mencatat kinerja yang lebih baik dari saham konvensional.

Kapitalisasi pasar saham syariah secara year to date (ytd) tercatat kontraksi 22,39 persen sementara konvensional sebesar 23,55 persen. Kinerja pasar saham syariah tercatat minus 16,33 persen (ytd) dan saham konvensional jatuh lebih dalam sebesar minus 20,60 persen (ytd).

Pada instrumen surat utang, sukuk juga terpantau lebih tahan dibandingkan obligasi. Berdasarkan data Indonesia Composite Index, perbandingan pasar sukuk dan konvensional menunjukkan yield pasar sukuk turun 2,5 persen sementara obligasi turun lebih dalam, yakni 4,46 persen.

Di pasar reksa dana juga demikian. Nilai Aktiva Bersih (NAB) produk reksa dana syariah, campuran, dan pendapatan tetap memang terpantau turun dalam tiga bulan terakhir. Penurunan tercatat satu persen, sementara NAB konvensional turun lebih dalam sebesar 10 persen.

"Dengan bertambahnya risiko, para investor lebih memilih mengalihkan dana investasi dari yang berisiko ke investasi yang lebih aman," katanya.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) meyakini potensi pasar modal syariah terus berkembang. Masa pandemi Covid-19 meningkatkan potensi tersebut dan dinilai perlu disambut oleh industri dan pasar.

Direktur Hukum, Promosi, dan Hubungan Eksternal KNEKS Taufik Hidayat menyampaikan, di sisi global, Indonesia sudah cukup dipandang. Indonesia menempati posisi keenam setelah Qatar dalam penerbitan sukuk korporasi dengan nilai outstanding Rp 29 triliun. Pada 2018 Indonesia juga merupakan negara pertama yang menerbitkan Green Sukuk untuk mendukung pelestarian lingkungan hidup.

Taufik mengingatkan, sejumlah instrumen masih aman dikoleksi untuk investasi. Untuk jangka panjang, instrumen saham masih memiliki potensi return tertinggi, meski dengan risiko tinggi juga.

Taufik menyarankan agar milenial segera masuk ke pasar saham karena masih punya waktu yang panjang. Namun, tetap harus dibarengi dengan kehati-hatian.

Kunci untuk pendalaman pasar modal syariah juga adalah literasi ekonomi dan keuangan syariah. Indeks literasi syariah 2019 tercatat 8,9 persen, naik dari 8,1 persen pada 2016.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat