Petugas melayani nasabah mengisi formulir pembelian Obligasi Ritel Indonesia (ORI) 009 di BNI, Jakarta, beberapa waktu lalu. Kini, Kemenkeu menawarkan Obligasi Negara Ritel seri ORI017. | Republika/Wihdan

Ekonomi

Imbal Hasil ORI017 Lebih Menjanjikan

Imbal hasil ORI017 yang 6,4 persen lebih tinggi dari instrumen investasi pebankan.

 

JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis penawaran instrumen Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI017 dapat memenuhi target yang ditetapkan, yakni Rp 5 triliun hingga Rp 10 triliun. Situasi pasar keuangan yang sudah mulai kondusif diyakini mampu membantu pemerintah mencapai target tersebut.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan menyebutkan, secara makro, sudah banyak investor asing kembali ke pasar keuangan domestik dibandingkan awal masa pandemi Covid-19. "Performa sekuritas, baik saham maupun obligasi pun menjadi lebih baik," tuturnya dalam diskusi melalui telekonferensi, Jumat (12/6).

Ke depannya, Deni berharap, kepercayaan dari investor domestik untuk investasi ke pasar keuangan Indonesia semakin meningkat. Khususnya, dalam membeli instrumen ORI017 yang akan mulai ditawarkan pada Senin (15/6) dengan kupon 6,4 persen.

Deni menyebutkan, imbal hasil 6,4 persen tersebut merupakan angka premium dan lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi perbankan seperti deposito. Di sisi lain, pemerintah tidak menetapkan angka terlalu tinggi mengingat proyeksi suku bunga yang rendah dalam beberapa waktu mendatang.

Apabila ditetapkan terlalu tinggi, Deni khawatir, keberadaan ORI017 dapat memengaruhi keberanian perbankan untuk dapat memberikan suku bunga rendah ke nasabah kredit. "Jadi, di satu sisi kita ingin berikan premium yang menarik untuk masyarakat, di satu sisi kita ingin tetap mendorong suku bunga rendah ke masyarakat atau dunia usaha," ujarnya.

 
Di satu sisi kita ingin tetap mendorong suku bunga rendah ke masyarakat atau dunia usaha.
 
 

Optimisme Deni untuk mencapai target penawaran ORI017 juga berdasarkan penilaian likuiditas masyarakat di perbankan yang masih cenderung tinggi. Apalagi, kini masyarakat Indonesia sudah semakin terbuka dengan instrumen investasi ritel, termasuk ORI.

Deni mengatakan, daya tarik ORI017 lainnya adalah risiko yang rendah dibandingkan instrumen lain. Sebut saja, saham yang memiliki fluktuasi sangat tinggi, terutama di tengah pandemi. "Untuk masyarakat yang lebih memilih konservatif, low risk, tapi memberikan imbal hasil yang untung, saya pikir ORI jadi salah satu opsi menarik," katanya.

ORI017 akan ditawarkan secara daring ke investor pada Senin (15/6) pukul 09.00 WIB hingga Kamis (9/7) pukul 10.00 WIB. Investor dapat membeli ORI017 dengan minimum pemesanan Rp 1 juta hingga maksimum Rp 3 miliar.

 
Investor dapat membeli ORI017 dengan minimum pemesanan Rp 1 juta hingga maksimum Rp 3 miliar.
 
 

 

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menyebutkan, ORI017 masih akan memikat banyak investor. Prediksi ini disampaikan Pulungan meskipun besaran kupon 6,4 persen yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan seri terakhir atau ORI016, yakni 6,8 persen.

Pulungan mengatakan, besaran imbal hasil yang ditawarkan pemerintah masih relatif menarik mengingat belum ada instrumen lain yang berani menetapkan kupon dengan nilai serupa. Apabila dibandingkan negara lain pun, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia relatif tinggi. "Negara-negara lain rate-nya satu sampai dua persen," katanya.

Karakteristik ORI yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder juga akan menambah daya tarik. Sebab, apabila memiliki kebutuhan mendesak dan tiba-tiba, instrumen tersebut dapat dijual.

Meski begitu, Pulungan menekankan, ORI017 maupun instrumen SUN lainnya berpotensi menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan. Pemerintah harus membayar utang dengan suku bunga yang tidak kecil.

Pulungan mencatat, porsi cicilan bunga utang pemerintah kini sudah mencapai dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Sekitar 20 persen terhadap pendapatan negara. Itu tinggi," tuturnya.