Mantan Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri, tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/2). Hingga kini, keberadaan Harun Masiku masih misterius. | Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Nasional

Satpam Kantor PDIP Akui Dipaksa Temui Harun Masiku

Hingga saat ini, keberadaan Harun Masiku masih misterius.

JAKARTA -- Seorang satuan pengamanan (satpam) kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Nurhasan, akhirnya mengakui dirinya diminta menemui Harun Masiku saat hendak ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dipaksa mengambil sebuah tas laptop dari mantan calon legislatif PDIP yang menjadi buronan KPK itu. 

"Dua orang itu menyebut yang memberikan tas itu Pak Harun, tapi awalnya saya tidak tahu namanya," kata Nurhasan saat menjadi saksi dalam sidang mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/6). 

Nurhasan bersaksi melalui sambungan konferensi video, sementara Wahyu dan Agustiani mengikuti persidangan dari gedung KPK. Jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim, dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan.

Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani didakwa menerima suap Rp 600 juta dari Harun Masiku agar mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Wahyu juga didakwa menerima suap Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.

Saat Nurhasan bertemu dengan Harun pada 8 Januari 2020 malam, tim KPK tengah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani di dua lokasi yang berbeda. Ketika akan menangkap Harun Masiku yang diduga melarikan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), petugas KPK sempat tertahan oleh polisi.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly kemudian menyatakan Masiku masih berada di luar negeri. Hal itu kemudian dibantah pihak Imigrasi karena Masiku telah kembali ke Jakarta pada 7 Januari 2020. 

Nurhasan menceritakan, pada malam setelah maghrib, 8 Januari 2020, Nurhasan tengah berjaga di rumah aspirasi PDIP di Jalan Sultan Syahrir yang berada dekat gedung DPP PDIP, Jalan Diponegoro No 58. "Saat itu, saya didatangi dua orang tidak dikenal. Mereka menanyakan Pak Harun. Saya katakan tidak kenal. Lalu, saya masuk ke pos lagi, eh dia ikut masuk, tiba-tiba dia ambil HP saya yang sedang 'di-charge'," kata Nurhasan. Menurut Nurhasan, penampilan keduanya tinggi dan agak gemuk. 

Nurhasan kemudian diminta berbicara dengan seseorang yang sudah tersambung lewat telepon tersebut melalui mode loudspeaker. "Saya tidak tahu siapa, tapi dia menelepon lalu saya diminta ngomong, dia (dua tamu) sampaikan 'nih kamu dengerin dulu, nanti saya tuntun bicaranya'," ungkap Nurhasan menirukan pembicarannya.

Nurhasan diminta pergi ke pom bensin dekat Hotel Sofyan di Jalan Cut Meutia. Awalnya, Nurhasan tidak mau pergi karena harus berjaga, tetapi ia didesak oleh kedua orang tersebut. Dalam pembicaraan itu, Nurhasan mengaku didiktekan mengenai apa yang harus ia sampaikan ke Harun. Nurhasan juga diminta oleh kedua orang tersebut menyampaikan ke Harun agar segera merendam telepon selulernya di air.

"Saya hanya ikut arahan dua orang itu saja, (saya katakan) Pak Harun disuruh stand by di PP, dan HP-nya langsung rendam di air," ungkap Nurhasan.

Nurhasan lalu berangkat ke pom bensin tersebut menaiki motor, sedangkan dua orang tamunya mengikuti dari belakang. Setelah menunggu sekitar setengah jam, sebuah mobil datang dan seseorang di bangku penumpang menyerahkan tas laptop kepada Nurhasan. Mobil itu langsung jalan lagi. 

"Saya bingung ini dikasih apaan, ya sudah saya jalan lagi. Lalu setelah saya jalan mau balik, masih di Jalan Cut Meutia, dua orang datang ke saya, langsung ngambil saja tasnya, saya jalan dan lihat di spion mereka sudah tidak ada," ujar Nurhasan.

"Sekarang saksi sudah tahu siapa yang kasih tas? Saya perlihatkan foto, apakah ini yang memberikan tas di malam itu?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Takdir Suhan sambil menunjukkan foto Harun Masiku. "Agak-agak mirip, tapi saat itu saya tidak tahu itu siapa," ungkap Nurhasan. Nurhasan mengaku telepon seluler yang ia pakai untuk berkomunikasi dengan Masiku itu sudah hilang. 

Hingga saat ini, keberadaan Harun Masiku masih misterius. KPK tidak mampu menemukan Harun setelah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak pertengahan Januari. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat