
Nasional
Menkes: Paket Manfaat JKN Disesuaikan Kebutuhan Dasar
Menkes berharap manfaat JKN bisa direalisasikan akhir kuartal II tahun ini.
JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merencanakan perbaikan tata kelola sistem layanan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan (KDK). Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berharap, manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut bisa direalisasikan akhir kuartal II atau Juni ini.
"Kemenkes telah menyelesaikan rumusan draf paket manfaat sesuai kebutuhan dasar kesehatan dengan mengacu pada kajian akademik kebutuhan dasar kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional," kata Terawan dalam rapat kerja dengan Komisi IX dan BPJS Kesehatan, Kamis (11/6).
Ia menambahkan, penyusunan paket manfaat JKN tersebut menggunakan delapan kriteria kebutuhan dasar kesehatan yang sudah direkomendasikan dari naskah akademik. Kriteria pertama, yaitu potensi kerugian yang tidak pasti dan tidak dapat dikendalikan peserta pada saat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kedua, risiko yang tidak tertahankan, seperti penyakit katastropik, misalnya, jantung, kanker, talasemi, hingga gagal ginjal. Ketiga, yaitu standardisasi klinis, yaitu pelayanan yang sudah memiliki standar pelayanan klinis.
Kriteria keempat pelayanan hemat biaya, kelima luas cakupan, keenam bukan public goods, ketujuh bukan pelayanan yang didanai program lain, dan kedelapan bukan alat bantu kesehatan. Kriteria tersebut kemudian nantinya dibahas ke BPJS Kesehatan untuk disinkronkan dengan mempertimbangkan dana jaminan sosial yang dikelola BPJS Kesehatan.
"Sehingga, kita harapkan tersusunlah paket manfaat sesuai kebutuhan dasar kesehatan yang dapat diimplementasikan dalam program JKN," ujarnya.
Menurut Terawan, koordinasi Kemenkes dengan BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dibutuhkan untuk menyinkronisasi paket manfaat dengan kondisi keuangan dana jaminan sosial. Tujuannya, agar paket manfaat tidak membuat berat kondisi keuangan yang ada saat ini.
"Paket manfaat sesuai kebutuhan dasar kesehatan tidak bertujuan menurunkan manfaat yang diterima masyarakat, namun mengoptimalkan asas manfaat dalam JKN dengan mengurangi manfaat unnecessary treatment atau tindakan yang berlebihan yang bertentangan dengan prinsip asuransi sosial," tegas Terawan.
Kondisi defisit BPJS Kesehatan membuat pemerintah akhirnya kembali menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Melalui perpres itu, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dalam rapat dengan Komisi IX DPR, penerbitan perpres ini dikritisi. Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menambah beban masyarakat yang saat ini tengah menghadapi pandemi Covid-19. Bahkan, ia menilai, pemerintah tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Kami menolak adanya perpres sehingga ini harus benar-benar dipikrikan solusi yang baik seperti apa," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Dewi Asmara juga mengingatkan kembali putusan MA yang menjelaskan bahwa salah satu akar masalah defisit dana jaminan sosial yang harus ditangani, yaitu manajemen BPJS Kesehatan secara keseluruhan. Bahkan, MA dalam putusannya juga berpendapat kesalahan tersebut tidak boleh dibebankan kepada masyarakat dengan menaikkan iuran.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.