Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) menyerahkan surat presiden (surpres) tentang RUU Cipta Kerja kepada pimpinan DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). | PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO

Nasional

'Cabut Pasal Terkait Pers' 

Mayoritas fraksi sepakat membuang pasal bermasalah dengan pers di RUU Cipta Kerja.

 

JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama konstituen pers terkait pengaturan pers di Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, Kamis (11/6). Dalam rapat itu, perwakilan pers meminta pasal terkait pers di RUU tersebut dicabut. 

Pandangan pihak pers dalam rapat tersebut disampaikan oleh Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). "Usulan kami, RUU Cipta Kerja menghapus yang berkaitan dengan pengaturan sektor pers," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Agung Dharmajaya.

Pers menyoroti sejumlah pasal yang diatur dalam UU No 40/1999 tentang Pers yang dinilai bersinggungan langsung dengan pasal di omnibus law, Dd antaranya Pasal 11 dan 18 UU no 40/1999. 

Pasal 11 dalam UU Pers itu mengatur soal penanaman modal asing berbunyi “penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal”. Sementara, perubahannya di RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi, “Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.”

Ketua AJI Abdul Manan mempermasalahkan frasa 'pemerintah pusat mengembangkan usaha pers'. "Ini menimbulkan pertanyaan. Jadi, seperti ingin memberikan peran baru pada pememerintah pusat dalam mengembangkan pers," kata dia.

 

Pihak pers juga menyoal permasalahan kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja pers maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran. Dalam UU Pers, denda bagi kedua pihak itu Rp 500 juta. Namun, di Omnibus Law, dendanya dinaikan menjadi Rp 2 miliar. "Bagi kami konsennya pemberian sanksi itu dengan semangat mendidik, bukan membangkrutkan. Dewan tahu iklim ekonomi pers, syarat permodalan pers saja 50 juta, tapi kalau sanksinya Rp 2 miliar semangatnya membumihanguskan, bukan mendidik," ujar Abdul Manan.

Pada RUU Cipta Kerja, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif diatur dengan peraturan pemerintah. Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli, menilai, pers seharusnya bersifat self regulatory atau independen. "UU Pers tidak punya turunan. Turunan dari UU Pers adalah aturan dari Dewan Pers, misalnya juknis. Mandat dari undang- undang adalah self regulatory, jadi turunan dari UU dibahas oleh Dewan Pers dan konstituennya," kata dia.

Tanggapan fraksi

Anggota Fraksi Golkar Firman Soebagyo menyatakan siap mencabut sejumlah pasal yang mengganggu kebebasan pers tersebut. Golkar menilai, apa yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tak perlu diatur lagi dalam RUU Cipta Kerja. "Yang terkait dengan ketentuan mengenai pers sekali lagi kami akan menyampaikan secara resmi dari Partai Golkar melalui rapat kerja dengan pemerintahan untuk didrop dari RUU Cipta Kerja ini," kata dia. 

Politikus Nasdem Taufik Basari menilai, pengaturan pers memang harus dipilah. "Tidak semuanya didrop, tapi harus kita pilah-pilah. Tapi, jaminan agar masyarakat bisa dapat informasi yang berkualitas harus dipastikan," ujar Taufik. 

photo
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Hak-hak Buruh berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (21/3/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Omnibus Law dan mendesak Pemerintah untuk membatalkanya. Mayoritas fraksi di DPR sepakat membuang pasal bermasalah dengan pers di RUU Cipta Kerja - (ANTARA FOTO)

Anis Byarwati dari Fraksi PKS menyatakan, fraksinya juga sepakat tak semua pasal terkait pers dihapus. "Penting bagi pers bisa self regulatory, tapi bukan berarti kebablasan," kata dia. 

Anggota Fraksi PDIP Sturman Pandjaitan setuju pasal soal pers patut dikaji kembali. "Saya setuju untuk kita cek ulang lagi," kata dia. 

Sementara, Hendrik Lewerissa dari Partai Gerindra sepakat pasal yang mengganggu kebebasan pers dicabut. Namun, pasal terkait industri pers tetap dibahas. "Kita punya semangat yang sama bahwa kebebasan pers tidak boleh disentuh normalnya dalam kebebasan ini," ujar dia. 

Anggota Baleg dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, berharap agar modal asing tak dominan dalam industri pers. Sementara dalam hal teknis pers dan sanksi, PAN membuka agar pers merumuskan pasal yang lebih menguntungkan. "PAN moderat bertanya, manakah yang lebih menguntungkan atau yang lebih pas untuk melakukan penguatan atas pers itu sendiri?" ujar dia. 

Ella Siti Nuryamah dari Fraksi PKB juga menyoroti soal investasi asing dalam dunia pers. "Investasi asing melalui pers harus diwaspadai bersama," kata dia. 

Fraksi PPP diwakili Syamsurizal berharap RUU Cipta Kerja tak menjadi alat kontrol berlebihan terhadap pers oleh pemerintah. "Ini patut menjadi perhatian kita bersama agar apa yang menjadi hak masyarakat dilindungi," ujar dia. 

Fraksi Demokrat tak menyampaikan pendapat dalam forum ini. Demokrat telah mencabut anggotanya dari Panitia Kerja Omnibus Law Cipta Kerja karena menilai pembahasan pada masa pandemi Covid-19 tidak tepat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat