Suasana kompleks perumahan di Kelurahan Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Sabtu (16/5). Tapera menimbulkan pro dan kontra karena kepesertaannya bersifat wajib. | MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Tapera dan Krisis Rumah

Tapera menimbulkan pro dan kontra karena kepesertaannya bersifat wajib.

TASMILAH, Statistisi pada BPS Kota Malang 

Demi menyediakan perumahan bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Tapera ini diwajibkan untuk PNS/TNI/Polri, karyawan BUMN/BUMD/BUMDes, dan pekerja swasta dengan penghasilan di atas UMR. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat karena kepesertaannya bersifat wajib.

Bagi pekerja, akan dipotong upahnya 2,5 persen dan bagi pemberi kerja, berkewajiban menanggung 0,5 persen upah pekerja dalam pembayaran Tapera. Potongan wajib inilah yang memberatkan pekerja dan pemberi kerja.

Bagi pekerja yang telah memiliki rumah atau pekerja berpenghasilan di atas Rp 8 juta dan bagi pemberi kerja, Tapera ini sifatnya paksaan. Sebab, Tapera sifatnya gotong royong dengan pembiayaan rumah hanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

 
Ingatan tentang PT Asuransi Jiwasraya di bawah Kementerian BUMN yang mengalami gagal bayar Rp 16 triliun, jangan sampai menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap BP Tapera ini.
 
 

Untuk pekerja dengan penghasilan di atas Rp 8 juta, nilai lebih yang mereka peroleh adalah bagi hasil pemupukan yang berasal dari investasi/pengembangan dana Tapera.

Ingatan tentang PT Asuransi Jiwasraya di bawah Kementerian BUMN yang mengalami gagal bayar Rp 16 triliun, jangan sampai menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap BP Tapera ini. Perlu pengelolaan dana yang kredibel dan pengawasan yang ketat.

PP ini terbit di tengah pandemi Covid-19 ketika penghasilan usaha dan tenaga kerja turun. Namun, kepesertaan untuk pekerja swasta, paling lambat tujuh tahun setelah PP penyelenggaraan Tapera ini diterbitkan, yaitu 2027.

Dalam peta jalan penyelenggaraan Tapera, fokus 2020-2021 ini masih mengalihkan kepesertaan PNS dari Taperum ke Tapera. Selanjutnya, untuk 2022-2023, memperluas kepesertaan pada segmen BUMN/BUMD/BUMDes dan TNI/Polri.

Perumahan di Indonesia

Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan akibat pertumbuhan alami dan urbanisasi, membuat peningkatan kebutuhan rumah di perkotaan. Ketidakmampuan ekonomi mengakibatkan 15,95 persen penduduk di perkotaan tinggal dengan cara menyewa/kontrak.

Bahkan di Jakarta, lebih dari sepertiga penduduknya (36,36 persen) menyewa/mengontrak rumah sebagai tempat tinggal. Inilah yang mendasari perlunya penyediaan rumah dan permukiman layak, aman, dan terjangkau.

Kebutuhan MBR untuk tinggal dekat tempat bekerja menyebabkan mereka tinggal di hunian tak layak dan sebagian besar menempati permukiman kumuh dan ilegal. Pada kenyataannya, baru 38,3 persen rumah tangga menempati rumah layak huni pada 2018.

Kelayakan ini dinilai berdasarkan dari empat aspek, yaitu ketahanan bangunan, luas lantai per kapita, air minum, dan sanitasi. Kondisi ini diperparah dengan belum optimalnya pembinaan dan pengawasan mengenai keandalan bangunan dalam pengurangan risiko bencana.

 
Untuk DKI Jakarta, dalam satu rumah dihuni 1,31 keluarga atau lebih tinggi dari rata-rata nasional. 
 
 

Keterbatasan kepemilikan rumah saat ini, mengakibatkan satu rumah dihuni lebih dari satu keluarga. Berdasarkan data statistik kesejahteraan rakyat tahun 2019, rata-rata satu rumah di Indonesia dihuni 1,28 keluarga.

Untuk DKI Jakarta, dalam satu rumah dihuni 1,31 keluarga atau lebih tinggi dari rata-rata nasional. Sebagian besar rumah tangga di DKI Jakarta, menempati rumah dengan ukuran 20-49 meter persegi, yaitu sebanyak 35,33 persen.

Disusul rumah tangga yang menempati luas rumah kurang dari 19 meter persegi, 22,54 persen rumah tangga. Provinsi lain dengan luas rumah kurang dari 19 meter persegi paling banyak ada di Bali, yaitu 18,77 persen dan  DIY sebesar 17,61 persen.

Bali juga menempati urutan ketiga (29,69 persen) setelah Riau (30,37 persen) dalam persentase rumah tangga yang tinggal di rumah sewa/kontrak.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2019, dalam sebulan pengeluaran untuk perumahan menempati urutan terbesar kedua setelah makanan, yaitu 27,24 persen dari seluruh pengeluaran penduduk di perkotaan.

Untuk rata-rata biaya kontrak/sewa rumah paling tinggi di DKI Jakarta, disusul Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Bahkan, rata-rata harga sewa/kontrak di DKI Jakarta hampir enam kali lipat rata-rata harga sewa/kontrak di Indonesia. 

Bantuan perumahan berupa subsidi masih bersifat regresif dan sangat bergantung pada ketersediaan anggaran pemerintah. 
 

Bagi MBR, mengumpulkan dana untuk pembayaran uang muka bukanlah perkara mudah dan membutuhkan waktu lama. Sehingga program uang muka 0 persen ataupun KPR bersubsidi bisa menjadi alternatif solusi kepemilikan rumah.

Meski harus diakui, secara lokasi rumah bersubsidi ini terletak di pinggiran jauh dari pusat kota. Kendala jarak yang jauh dengan tempat kerja, menjadikan penduduk memilih menyewa/kontrak rumah/indekos di kota besar.

Jarak yang jauh akan menyita waktu lama dalam perjalanan pulang pergi ke tempat kerja.

Karena itu, penyediaan perumahan harus diikuti penyediaan sarana transportasi terintegrasi sehingga aktivitas penduduk dalam bekerja semakin efektif. Penyediaan akses perumahan dan permukiman yang layak, aman, dan terjangkau masih menjadi kendala bagi pemerintah.

Kebijakan pemerintah melalui pemberian kemudahan dan bantuan perumahan berupa subsidi dan bantuan stimulan pembangunan rumah, masih bersifat regresif dan sangat bergantung pada ketersediaan anggaran pemerintah.

Kemampuan pemerintah belum sebanding dengan kebutuhan perumahan yang terus meningkat setiap tahun. Semoga, program pemerintah yang baru melalui Tapera ini menjadi solusi bagi MBR untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat