Warga berjalan di depak pintu masuk Kota Tua di Tripoli, Libya, beberapa waktu lalu. | AP

Kisah Mancanegara

Negeri Kaya yang Diperumit Para Aktor Asing

Konflik Libya diperumit oleh aktor-aktor asing yang memiliki banyak kepentingan di kawasan.

OLEH LINTAR SATRIA

Mesir mulai berhenti bertindak sebagai penonton dan melangkah maju dalam krisis Libya. Ini terutama setelah Turki mengirimkan pesawat tanpa awak untuk membantu pemerintahan sementara Libya, yaitu Government of National Accord (GNA) yang diakui PBB. 

Sudah ratusan orang tewas sejak Jenderal Khalifa Haftar dan pasukan yang ia pimpin, yaitu Libyan National Army (LNA) berusaha merebut Tripoli 14 bulan yang lalu. Namun, LNA yang didukung Uni Emirat Arab, Mesir, dan Rusia belum juga berhasil. Sementara GNA yang didukung Turki begitu banyak berkorban. 

Media Qatar, Aljazirah, menulis konflik Libya diperumit oleh aktor-aktor asing yang memiliki banyak kepentingan di kawasan baik di Timur Tengah maupun Afrika Utara. Libya yang memiliki 46,6 miliar barel cadangan minyak menjadi salah satu negara penghasil minyak terbesar di Afrika. 

Turki, misalnya, menjanjikan bantuannya setelah menandatangani kesepakatan demarkasi maritim dengan GNA tahun lalu. Kesepakatan itu untuk eksplorasi gas dan minyak di timur Mediterania.  

Namun, energi bukan satu-satunya alasan aktor asing terlibat dalam konflik di Libya. Uni Emirat Arab dan Mesir melihat Haftar orang berpengaruh yang dapat mengembalikan kestabilan di kawasan dan menahan penyebaran politik Islam, terutama Ikhwanul Muslim yang kerap mengancam pemerintahan di dalam negeri mereka. 

Sementara Rusia melihat Libya sebagai kesempatan untuk membantunya kembali menjadi salah satu kekuatan adidaya. Rusia telah jatuh di bawah bayang-bayang Barat 30 tahun yang lalu. 

photo
Puing-puing pusat penahanan yang terkena serangan udara di Tajoura, Tripoly, Libya. Konflik Libya diperumit oleh aktor-aktor asing yang memiliki banyak kepentingan di kawasan. Jan - (AP)

Media Turki, TRT World, menuliskan bahwa seperti negara-negara Arab Teluk, Mesir yang kini dikuasai militer khawatir dengan menguatnya demokrasi di Timur Tengah. Karena itu, mereka berinvestasi besar pada orang-orang berpengaruh seperti Haftar dan Presiden Suriah Bashar al Assad. 

"Pemerintahan Libya yang sah berhasil menghentikan agresi (Haftar), kini mulai membebaskan sisa negeri itu dari orang-orang militer berpengaruh, seperti Haftar dan sekutu-sekutunya, yakni Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab," kata pengamat politik dan jurnalis Mesir, Hamza Zawba, kepada TRT World

Zawba yang juga mantan juru bicara Partai Kebebasan dan Keadilan, organisasi politik sayap Ikhwanul Muslimin, menekankan kuatnya ikatan antara Mesir dan Libya sebagai dua negara Afrika Utara. 

Inisiatif Kairo

Sementara, media pan-Arab yang berbasis di London, the Arab Weekly, melaporkan cabang Ikhwanul Muslimin di Libya dan sekutu-sekutu mereka mencoba membenturkan pendukung LNA dan pemimpinnya, Haftar. Ikhwanul Muslimin mengincar dukungan suku pendukung Ketua Parlemen Aguila Saleh dan pendukung Muammar Qadafi. 

Sejak pekan lalu Mesir pun mulai bergerak untuk menahan makin kuatnya GNA yang didukung Ikhwanul Muslimin. Apalagi, Ketua NATO Jens Stoltenberg pun sudah mengatakan blok itu mendukung GNA. 

"Di Libya ada embargo senjata yang harus dihormati semua pihak, tapi tidak berarti level kepatuhan antara pasukan Haftar dan Pemerintah (GNA) pimpinan Fayez al-Sarraj--yang diakui PBB--harus sama. Atas dasar alasan ini, NATO memberi dukungan pada Pemerintah Tripoli," kata Stoltenberg kepada surat kabar Italia, La Repubblica, seperti dilansir Greek City Times.   

Mesir saat ini mempertahankan pangkalan militer Mohamed Naguib di dekat perbatasan Libya. Pangkalan militer itu baru dibangun tiga tahun yang lalu dan memiliki jaringan logistik modern yang terhubung dengan sistem pertahanan Mesir. Pangkalan itu sengaja dibangun di sana sebagai antisipasi bila ada serangan militer darurat dari Libya. 

Ikhwanul Muslimin giat memukul LNA dan Haftar di kancah politik. Sedangkan, kekuatan militer GNA menguat dengan prospek bantuan Turki dan NATO. Ini mendorong Mesir merilis Inisiatif Kairo, Sabtu (6/6), yang bertumpang-tindih dengan Aliansi Ankara-Tripoli yang terbentuk hanya karena perang di Libya masih berlangsung. 

Mesir menyadari, inisiatif mereka belum tentu diterima semua pihak. Namun, proposal Mesir ini tampaknya telah mendapat dukungan internasional seperti sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Inisiatif Kairo juga disambut baik Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat