Petugas memeriksa suhu tubuh calon penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (17/3/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memberlakukan kebijakan pengecekan suhu tubuh bagi penumpang KRL untuk mengantisipasi penyebaran virus c | ANTARAFOTO

Jakarta

Penumpang KRL Menumpuk

Sulit menerapkan jaga jarak saat antrean panjang masuk stasiun menuju KRL.

RATIH WIDIHASTUTI

AYU HANIFAH 

M UBAEDILLAH

JAKARTA -- Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di DKI Jakarta membuat penumpang KRL Commuter Line pada Senin (8/6) melonjak drastis. Hal itu karena pegawai kantor yang sebelumnya terkena kebijakan bekerja dari rumah (work from home) kini mulai bekerja kembali pada era kenormalan baru.

Pantauan Republika di Stasiun Citayam, Kota Depok, Jawa Barat, pada Senin pagi hingga siang, terjadinya penumpukan penumpang yang mengantre untuk bisa memasuki peron. Lantaran jumlah penumpang yang antre cukup panjang, akhirnya mereka pun mengabaikan aturan jaga jarak (social distancing).

Salah satu penumpang, Annisa (26 tahun), mengaku khawatir dengan situasi antarpenumpang yang saling berdempetan, bahkan sejak ingin memasuki area Stasiun Citayam. Hal itu lantaran kondisi itu memungkinkan terjadinya penyebaran Covid-19. Hanya saja, ia terpaksa harus naik KRL demi menuju kantornya di Ibu Kota. 

“Ya, mau gimana, kadang tetep tertib aja semua berdesakan. Masih ada yang tidak menerapkan jaga jarak meski udah dikasih teguran,” ucap Annisa saat ditemui di Stasiun Citayam sekira pukul 09.30 WIB, Senin.

Annisa mengatakan, sebenarnya petugas terus mengingatkan penumpang dan memberikan teguran bagi penumpang yang tidak tertib. Pun, jika ada penumpang yang berbincang lewat telepon juga ditegur, tetapi masih saja ada yang tidak menghiraukan peraturan tersebut. Padahal, menurut dia, petugas kerap mengingatkan, penularan Covid-19 salah satunya dipicu droplet dan semua benda yang dipegang oleh penumpang. 

Dia menyebut, situasi hari pertama PSBB transisi lebih parah dibandingkan pada fase sebelumnya. Hal itu karena jumlah penumpang masih terbatas sehingga pengaturan jaga jarak bisa ditegakkan. Pun, di dalam rangkaian kereta juga cukup luang untuk saling menjaga jarak dengan penumpang lain. Karena itu, ia menganggap fase kenormalan baru sekarang malah berisiko meningkatkan penyebaran virus korona. "Bagaimanapun Covid-19 mengkhawatirkan, semoga cepat turun,” kata Annisa.

Penumpang lainnya, Sholihin (30), menjelaskan, jika melihat situasi sekarang, memang sulit menerapkan jaga jarak di dalam kereta. Pasalnya, terlihat jumlah penumpang KRL melonjak drastis. Meski begitu, ia sudah mengantisipasi dengan mengenakan masker dan tidak salaman dengan orang lain selama perjalanan naik KRL ke Jakarta Pusat. “Khawatir saya, tapi ini angkutan yang paling efisien ketimbang bawa kedaraan," ujar Sholihin yang memilih naik KRL karena alasan ketepatan waktu.

Pemandangan kepadatan penumpang tujuan Jakarta juga terpantau di Stasiun Bekasi, Kelurahan Margamulya, Kecamatan Bekasi Utara, sejak Senin pagi. Mereka berjubel sejak di pintu masuk hingga ke area peron stasiun ketika sedang menunggu kereta. Petugas stasiun bersama aparat TNI dan kepolisian tampak mengatur para calon penumpang KRL agar mematuhi protokol kesehatan.

Salah satu penumpang, Ardiansyah (28), mengaku, sebelum masuk stasiun, semua orang wajib menjalani pemeriksaan suhu tubuh dan mengenakan masker. Dia mengatakan, setelah menjalani masa kerja dari rumah selama dua bulan, mulai Senin harus berkantor lagi di Jakarta Pusat. "Ramai banget, harus mengantre masuk ke dalam KRL," kata warga Bekasi Utara tersebut.

Hanya saja, Ardiansyah merasa tidak perlu khawatir terkena virus korona jika harus kembali beraktivitas di luar rumah. Dia menyebut, dengan memakai masker dan membawa hand sanitizer sudah cukup untuk mengantisipasi terkena Covid-19. Selain itu, ia menjelaskan, pemenuhan kebutuhan ekonomi tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga mau tidak mau harus beradaptasi dengan situasi kenormalan baru.

"Asal kita disiplin jaga pola hidup sehat dan patuhi protokol kesehatan, berdoa saja aman dan baik-baik saja," ucap Ardiansyah yang memiliki dua anak ini.

Kepadatan terjadi lantaran dalam satu gerbong KRL hanya diisi maksimal 74 orang. Pembatasan ini dimaksudkan agar penumpang bisa menjaga jarak satu sama lain. Penumpang KRL Stasiun Pondok Ranji-Palmerah Dwike Prananda (25 tahun) mengatakan dirinya mulai menggunakan KRL lagi untuk bekerja setelah dirumahkan Maret lalu. 

Bagi Dwike, meski terjadi kepadatan orang di stasiun, dirinya merasa nyaman. Menurutnya orang merasa tidak nyaman karena hal tersebut baru terjadi dan belum terbiasa. Sehingga wajar jika banyak yang mengeluh. 

"Jadi ini kan normal baru, orang harus adaptasi dengan yang baru-baru. Biasanya berdesakan di KRL, sekarang harus antre buat masuk gerbong, bahkan di beberapa stasiun orang harus antre buat masuk ke stasiunnya saja. Saya yakin lama kelamaan orang terbiasa. Untuk mengatasinya keretanya ditambah. Jadi orang tidak lama antre," katanya saat ditemui di stasiun Pondok Ranji, Senin (8/6).

Dwike melanjutkan, mulai hari ini kantor tempatnya bekerja kembali beroperasi setelah tutup sejak PSBB diberlakukan. Akibatnya, ia bersama karyawan lainnya dirumahkan. Dirinya juga berharap tidak terjadi penutupan lagi karena sangat merugikannya. "Dirumahkan mungkin masih mending, kalo di PHK kan harus nyari kerja lagi," ujarnya.

Di Stasiun Bogor, data penumpang KRL juga menunjukkan lonjakan pada Senin pagi. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pihaknya meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memberlakukan sistem shifting dan mengatur jam kerja masuk bagi pegawai. Pasalnya, sejak dibukanya aktivitas perkantoran di Jakarta pada Senin, penumpang KRL meningkat 10 persen menjadi 11 ribu orang pada pagi hari.

"Saya menerima banyak laporan dari warga, ada penumpukan penumpang di stasiun. Setelah dicek, memang ada penambahan penumpang jika dibandingkan kemarin," kata Bima sata melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Stasiun Bogor, Senin.

Menurut Bima, penumpang di Stasiun Bogor harus diatur jarak antreannya agar lebih panjang. Sebab, sampai saat ini penandaan jaga jarak di Stasiun Bogor masih di sebatas koridor sebelum peron. Adapun penumpang yang antre cukup panjang sampai di luar area parkir kendaraan.

Untuk menekan penumpang berangkat pada waktu yang sama, Bima memiliki solusi supaya perkantoran di Ibu Kota membagi jam kerja. "Sebaiknya ada kebijakan, semisal dispensasi, kalau semuanya sama perlakuannya seperti ini (menumpuk)," kata Bima.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana antrean penumpang nantinya ketika adaptasi kebiasaan baru (AKB) diterapkan. Pasalnya, jika semua perkantoran beraktivitas secara normal seperti sebelum pandemi Covid-19 diberlakukan, jumlah penumpang di Stasiun Bogor bisa mencapai 20 ribu orang. Jika sudah seperti itu, dia menambahkan, hampir mustahil melakukan pengaturan sehingga penumpang bisa berjubel di dalam kereta. "Bisa dibayangkan pekan depan diberlakukan kenormalan baru, tidak mungkin diatur dan pasti tidak ada jaga jarak," ucap Bima.

Lumrah

photo
Petugas keamanan memberi himbauan untuk mengatur jarak antar penumpang di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan menyiapkan protokol kesehatan menghadapi tatanan normal baru untuk diterapkan ke pengguna dan petugas Kereta Rel Listrik (KRL) - (Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO)

VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Anne Purba, mengatakan, antrean di Stasiun Bogor lumrah terjadi setiap Senin dan Jumat. Apalagi, kata dia, kapasitas penumpang KRL telah dibatasi sehingga daya muatnya semakin terbatas. "Karena, memang kita membatasi, penumpang yang masuk ke KRL dengan 74 penumpang (per gerbong) saja," kata Anne.

Dia mendukung usulan Pemkot Bogor tentang pekerja kantoran di Jakarta agar dibagi per sif supaya KRL efektif mengangkut penumpang. Anne mengakui, Bogor-Jakarta menjadi jalur terpadat penumpang KRL. Dia menyatakan, kepadatan juga terjadi di jalur Bogor-Jakarta lainnya, mulai dari Stasiun Cilebut, Bojonggede, hingga Depok. Menurut Anne, PT KCI sudah menambahkan 161 rangkaian perjalanan dibandingkan selama penerapan masa PSBB sebanyak 935 rangkaian per hari.

Hanya saja, karena kapasitas angkut dibatasi hanya sekira 35 hingga 40 persen dari jumlah penumpang normal, setiap gerbong maksimal hanya 74 penumpang yang bisa masuk per rangkaian. PT KCI juga mencatat volume penumpang mencapai 150 ribu orang hingga pukul 10.00 WIB. Angka tersebut telah melebihi jumlah penumpang dalam sehari sebelum masa PSBB transisi yang mencapai 80 ribu penumpang.

"Peningkatan ini terkait dengan banyaknya masyarakat yang telah kembali beraktivitas sehubungan sejumlah wilayah memasuki masa PSBB transisi," kata Anne. 

 

Ojek daring antar penumpang 

Sejak Senin (8/6), ojek daring sudah kembali mengantar penumpang. Pantauan Republika para pengemudi ojek daring di Stasiun Tanah Abang kembali menawarkan jasa ojek untuk penumpang.  

Pengemudi ojek daring Ardianto (28 tahun) bersyukur atas dibukanya jasa antar penumpang.  Dirinya mengaku mulai ngojek pukul 06.30 WIB. Hal tersebut ia lakukan karena pagi hari banyak orang mulai masuk kantor. Hingga pukul 09.00 ia sudah membawa 5 penumpang. 

"Lumayan udah nganter lima orang dapet 60 ribu. Ada yang bawa helm sendiri, ada yang gak bawa tapi gak mau pake helm yang saya sediain, mungkin takut korona, dekat juga ke Sarinah," katanya saat ditemui di sela-sela menunggu penumpang, Senin (8/6).

Selain kedua sektor tersebut, sektor UMKM seperti jasa potong rambut juga sudah beroperasi sejak Ahad kemarin. Pemotong rambut di Tangerang Selatan Yusuf Saepudin (45 tahun) kembali membuka gerai potong rambut miliknya di Jl. WR. Supratman sejak Ahad kemarin. Hal ini ia lakukan karena banyaknya permintaan untuk memotong rambut.

"Lama enggak buka sejak April. Banyak yang mau masuk kantor dengan gaya rambut baru, pada pengen potong. Selama WFH kan gak mikirin gaya rambut, pada panjang-panjang juga rambut orang yang saya potong," katanya, Senin (8/6).

Meskipun PSBB di Tangerang Selatan masih berlaku, Yusuf tidak khawatir gerainya akan ditutup petugas. Dikarenakan dirinya menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Selain memakai masker, menyediakan penyanitasi tangan, dan melarang orang sakit potong rambut, pijat kepala yang dilakukan setelah memotong rambut juga sementara tidak dilakukan.

"Pijat tidak ada, handuk juga kita cuci setiap hari lalu dihangatkan, jadi Insya Allah steril," ungkapnya.

PSBB di sejumlah daerah memang masih berlaku. Namun beberapa kegiatan mengalami relaksasi. Meskipun direlaksasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengingatkan bahwa Jakarta belum terlepas dari Covid-19, sehingga masyarakat harus tetap waspada dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. 

"Kita tidak ingin kembali ke belakang. Kembali ke masa pembatasan sosial ketat lagi. Kita ingin masa transisi ini mengantarkan kita ke depan ke kondisi aman, sehat, dan produktif," ujar Anies, dikutip dari Instagram resmi Pemprov DKI, Ahad (7/6). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat