Petugas keamanan memeriksa bilik disinfeksi di SMKN 26 Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (30/5). Sejumlah persiapan dilakukan SMKN 26 Rawamangun dalam rangka pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 dengan standar protokol pencegahan penyebaran | Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Opini

Normalisasi Sekolah

Normalisasi perlu lebih mengarahkan fungsi sekolah yang tidak sekadar menjadi institusi pendidikan formal.

 

DIYAN NUR RAKHMAH, Analis Data pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang, dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Menarik membaca Ottawa Charter, dokumen konferensi internasional pertama tentang promosi kesehatan yang dikeluarkan WHO pada 1986.

Dokumen ini menempatkan promosi kesehatan sebagai bagian penting dari kebijakan publik mengenai kesehatan (Healthy Public Policy/HPP). 

HPP merupakan respons dari pemahaman bahwa intervensi dari sektor kebijakan nonkesehatan, berperan  penting dalam meniscayakan kesehatan sesungguhnya di seluruh aspek kehidupan manusia.

Lalu, ini menjadi landasan Commision on Social Determination of Health (2008) memetakan faktor sosial yang memengaruhi kondisi seseorang sejak lahir, hidup, tumbuh, bekerja, dan menua.

Hasilnya, pendidikan menjadi faktor penting kedua dan berpengaruh besar pada kualitas kesehatan seseorang setelah faktor ketersediaan sumber daya dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Wacana new normal menjadi perdebatan publik. Demikian pula, new normal dalam bidang pendidikan. Ini tidak hanya dimaknai penciptaan tatanan kehidupan baru, tetapi juga normalisasi berbagai aktivitas belajar mengajar di sekolah.

photo
Pedagang menunjukan seragam sekolah baru di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/6). - (SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO)

Sebagian besar orang tua khawatir, rencana pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar akan memicu meluasnya penyebaran Covid-19 ini pada anak-anak. Penerapan protokol kesehatan di sekolah masih diragukan efektivitasnya.

Mengingat, sifat anak-anak yang belum sepenuhnya memahami pentingnya perlindungan diri dari bahaya wabah. Normalisasi bidang pendidikan, memiliki tantangan tak kalah besar dari isu kesehatan itu sendiri.

Banyak kajian mengungkap bahwa terdapat hubungan erat antara kesehatan dan pendidikan. Kesehatan yang baik mendukung keberhasilan pembelajaran, begitupun sebaliknya. Bangsa yang berpendidikan, seharusnya sadar pentingnya kesehatan.

Memahamkan isu kesehatan, tak cukup hanya dengan praktik pembiasaan hidup. Nilai kesehatan perlu diintegrasikan dalam aktivitas belajar mengajar dan tak hanya menjadi muatan kurikulum titipan yang baru diberikan saat pandemi.

Upaya kuratif seharusnya tak perlu dilakukan bila langkah promotif rutin dilakukan jauh hari sebelum wabah. Promosi kesehatan melalui institusi pendidikan memberikan dampak besar pada pemahaman siswa tentang arti penting kesehatan.

 
Normalisasi terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah, patut diakui bukan hal mudah. Konsep kesehatan bukanlah teori yang perlu siswa hafalkan, melainkan dipahami dan diinternalisasikan dalam aktivitas keseharian.
 
 

Fokus global pada isu kesehatan di sekolah sudah jauh hari direspons lewat The Global School Health Initiative and an Information Series pada 1995. Inisiatif ini memobilisasi promosi kesehatan dan pendidikan di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.  

Dalam konteks ini, normalisasi perlu lebih mengarahkan fungsi sekolah yang tidak sekadar menjadi institusi pendidikan formal, tetapi juga keterampilan hidup tentang perlindungan diri dan kesehatan.

Normalisasi terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah, patut diakui bukan hal mudah. Konsep kesehatan bukanlah teori yang perlu siswa hafalkan, melainkan dipahami dan diinternalisasikan dalam aktivitas keseharian.

Sama halnya pada konsep HPP, setiap kebijakan di sekolah harus berdampak pada penanganan isu kesehatan saat ini dan masa depan. Aktivitas belajar dan muatan materi ajar tidak hanya reaktif terhadap masalah kesehatan yang tengah terjadi.

Namun, itu dirancang untuk selalu mengintegrasikan pesan kesehatan di dalamnya. Dalam upaya normalisasi, sekolah harus dikembalikan fungsinya sebagai sarana promosi kesehatan dan tidak sekadar tempat untuk belajar.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu menjadi fokus dalam normalisasi sekolah. Pertama, pelibatan aktif seluruh aktor pendidikan, seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat dalam mempromosikan kesehatan di lingkungan sekolah. 

Kedua, komitmen menyediakan lingkungan sekolah yang aman dan sehat, termasuk sarana prasarana belajar, sanitasi fisik, kebebasan dari tindakan pelecehan dan kekerasan, jaminan iklim kepedulian, kepercayaan, saling hormat, dan upaya promosi kesehatan mental. 

 
Rencana normalisasi termasuk di bidang pendidikan, menjadi pertaruhan tentang seberapa jauh kebijakan publik kita tak sekadar menjawab permasalahan yang ada saat ini, tapi juga prediktif mengantisipasi ketidakpastian masa depan.
 
 

Ketiga, menyediakan pendidikan kesehatan berbasis keterampilan, dengan muatan kurikulum yang bisa meningkatkan pemahaman siswa tentang kesehatan. Siswa diberi keleluasaan membuat pilihan yang sehat dan mengadopsi sikap sehat dalam perilaku sehari-hari.

Keempat, sekolah memberikan kemudahan akses ke layanan kesehatan yang ada di internal ataupun eksternal sekolah. Bisa berupa ‘skrining’ kesehatan, diagnosis, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, vaksinasi, dan lain sebagainya.

Kelima, kemitraan dengan lembaga kesehatan setempat. Keenam, membangun pembiasaan terhadap upaya pencegahan penyakit berbasis kepedulian antarsesama siswa. Di negara lain, praktik ini telah lama dijalankan.

Sekolah-sekolah di Bolivia, misalnya, membiasakan siswa berusia 8-12 tahun terlatih mendiagnosis kesehatan saudara atau adik mereka. Guru meminta siswa membuat kalender pemantauan kesehatan saudara atau adik kelasnya selama sebulan.

Siswa lalu mengidentifikasi status kesehatan itu melalui pemberian icon sederhana. Jika sakit, siswa diminta untuk menuliskan alasannya. Guru lalu mengajak siswa mendiskusikan respons kesehatan yang seharusnya dilakukan.

Rencana normalisasi termasuk di bidang pendidikan, menjadi pertaruhan tentang seberapa jauh kebijakan publik kita tak sekadar menjawab permasalahan yang ada saat ini, tapi juga prediktif mengantisipasi ketidakpastian masa depan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat