Perajin membuat pelindung wajah atau face shield untuk anak sekolah di Bengkel Kombir Art, Timuran, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Senin (1/6). | MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO

Nasional

Pembukaan Sekolah Perlu Hati-Hati

Pembukaan sekolah harus dipertimbangkan berdasarkan data dan masukan para ahli.

 

JAKARTA – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar keselamatan peserta didik menjadi pertimbangan utama sebelum memutuskan membuka sekolah di era new norma/ atau tatanan baru pascapandemi Covid-19. Semua harus dipertimbangkan berdasarkan data dan masukan para ahli.

“Kami menyadari bahwa kehidupan new normal harus berjalan, termasuk dunia pendidikan. Namun, khusus untuk dunia pendidikan, kami memandang perlu kecermatan dan kehati-hatian yang tinggi dalam mempersiapkan memasuki kehidupan new normal,” kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/6).

Menurut dia, pelaksanaan tatanan baru di dunia pendidikan memerlukan kewaspadaan yang tinggi. Tahun ajaran baru akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2020. Pelaksanaan pembelajaran bisa diterapkan secara daring (dalam jaringan), blended learning, atau luring (luar jaringan) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Terkait pemenuhan hak-hak anak, PGRI menilai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu merancang standar kurikulum minimum, proses pembelajaran dan penilaian, serta pemberian tugas. Hal ini penting sehingga pembelajaran bermakna dapat berlangsung dengan beban kurikulum minimal.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menilai, pembelajaran tatap muka tidak perlu dilakukan selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Menurut Ramli, mayoritas sekolah tidak akan sanggup menjalankan protokol kesehatan secara ketat bagi peserta didik.

“Memang ada sekolah, terutama sekolah swasta bonafid atau mantan sekolah unggulan yang mampu menjalankannya dengan baik, tapi itu tidak layak jadi alasan untuk menerapkan pembelajaran tatap muka secara keseluruhan,” kata Ramli.

Dia berpendapat, tatanan baru di bidang pendidikan seharusnya diterapkan hanya jika tatanan baru di luar dunia pendidikan sudah sukses dijalankan. Ramli pun meminta Kemendikbud tegas soal pembelajaran tatap muka selama masa pandemi. Berdasarkan data persebaran Covid-19, sebanyak 2,3 persen kasus positif Covid-19 adalah balita (0-5 tahun). Sementara 5,6 persen adalah anak-anak (6-17 tahun).

photo
Penjahit mengukur badan siswa di salah satu toko seragam sekolah di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/6). Menjelang tahun ajaran baru, para penjahit di tempat itu mengeluh karena omset penjualan seragam sekolah menurun hingga 90 persen akibat sepi pembeli dan anjuran siswa sekolah untuk belajar di rumah di tengah pandemi COVID-19 - (SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO)

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi sepakat dengan opsi yang ditawarkan Kemendikbud bahwa sekolah yang berada di zona merah dan kuning untuk tetap belajar secara daring. Sementara sekolah di zona hijau diperbolehkan dibuka kembali lantaran daerah di zona tersebut dinilai sudah tidak ada penyebaran.

Namun demikian, Dede menilai, pemerintah juga perlu memperhatikan sekolah yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Sebab, menurutnya, tidak semua daerah bisa mengakses pendidikan secara daring.

“Ada daerah namanya 3T, daerah yang memang infrastruktur daerahnya yang susah, itu saya mendapat laporan bahwa ternyata daring tidak bisa tapi guru yang datang ke rumah, guru akan kerja lebih ekstra lagi, jadi ini harus jadi catatan penting,” kata dia.

photo
Pedagang menunjukan seragam sekolah baru di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/6). - (SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO)

Kendati sekolah di zona hijau bisa kembali dibuka, ia menyarankan agar dilakukan simulasi terlebih dahulu. Menurut dia, simulasi bisa dilakukan dengan menguji coba terlebih dahulu di beberapa sekolah secara bergiliran.

"Jadi, anak-anak tidak masuk sekaligus, dibatasi, gantian. Jadi, ada yang masuk hari ini, ada yang masuk besok, jadi ganti-ganti,” ujar dia.

Siswa yang masuk juga dibatasi. Misalnya, kata dia, dalam satu sekolah diisi oleh 400 siswa, maka yang masuk kini dibatasi 100 orang, sisanya daring. “Ada kloternya dengan di dalamnya menggunakan metode physical distancing, jarak, pakai masker, hand sanitizer, tidak boleh ada kantin dibuka,” kata Dede. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat