Petugas melakukan pemeliharaan berkala menara (tower) telekomunikasi milik PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), di kawasan objek wisata Lembah Harau, Kabupaten Limapuluhkota, Sumatera Barat, Rabu (9/10/2019). | Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO

Inovasi

Meraba Arah Industri Digital

Indonesia kini mencatat pertumbuhan tertinggi dalam data revenue di Asean.

Posisi para operator telekomunikasi di era digital ini, memiliki peran yang strategis. Pembangunan infrastruktur, khususnya BTS 4G yang mulai menjangkau semua wilayah Indonesia. 

Tak hanya memperkuat kualitas jaringan, tapi juga mendorong tumbuhnya layanan-layanan baru yang berpotensi meningkatkan pendapatan.

Pada 2018, operator-operator telekomunikasi di Tanah Air mengalami pertumbuhan negatif sebesar -7,3 persen. Namun, pada 2019, industri telekomunikasi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Hal itu merupakan imbas dari kebijakan registrasi prabayar yang dijalankan pemerintah bersama operator. Saat ini, Telkomsel memiliki 170 juta pelanggan, XL Axiata 55 juta, Indosat Ooredoo 50 juta, Smartfren Telecom 15 juta, dan Hutchison Tri 15 juta pelanggan.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI)  Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail MT, saat menjadi pembicara kunci di Selular Telco Outlook 2020, menjelaskan, pascakebijakan registrasi prabayar lalu, hasil positifnya kini telah mulai dirasakan. 

Berdasarkan laporan DBS Report, Indonesia kini mencatat pertumbuhan tertinggi dalam data revenue di Asean. “DBS juga mencatat, meskipun konsumsi data cenderung naik, namun dibandingkan negara Asia lain masih tertinggal,” kata dia menjelaskan.

Menurut Ismail, saat ini tengah terjadi shifting dari layanan legacy (panggilan dan SMS--Red) ke data yang belum tuntas.

 
Artinya, pendapatan dari data belum sepenuhnya bisa menggantikan apa yang dinikmati ketika pendapatan diperoleh di sisi legacy zaman dulu ketika masih mengandalkan pendapatan dari sisi voice dan SMS.
Ismail
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI)
 
 

Namun, ia melihat ada perbaikan dari sisi anggaran. Jumlah capex atau capital expenditure untuk layanan data telah menyusut. Sehingga, pendapatan data ini bakal memberikan kontribusi signifikan.

GSMA Intelligence juga mengungkapkan, koneksi seluler di Indonesia mulai didominasi 4G (44 persen) pada 2018 dan presentasenya akan meningkat hingga 79 persen pada 2025. Artinya, BTS 4G ini sudah siap bertransformasi ke 5G. “Untuk yang non-stand alone, lebih dari 70 persen (4G) pada 2025 akan siap 5G. Bahkan di Cina, tidak perlu effortbanyak di BTS 4G sudah bisa meningkatkan 3-4 kali lipat dari speed biasa, ujar Ismail.

Peluang baru

Perjalanan teknologi yang tak akan berhenti, akan terus menghadirkan berbagai hal baru untuk dinikmati para konsumen. Apabila pada era 4G, kita bisa menikmati live streaming, gaming, dan mengonsumsi berbagai konten dengan leluasa, era 5G mendatang tentu akan memunculkan tren-tren baru.

Internet of Things (IoT) memang telah mulai diperkenalkan sejak teknologi 4G datang. Namun, di Indonesia, pengaplikasiannya belum maksimal. Dalam kesempatan yang sama, Arief Musta'in dari Asosiasi Penyelenggara Telepon Seluler (ATSI) mengungkapkan, saat ini operator harus mulai berani untuk membuka diri menerima kehadiran IoT yang bisa dibilang hal baru. "IoT kita sudah mulai mengadopsi, ini akan sangat bagus dalam teknologi, ujarnya.

Menurut Arief yang juga Director & Chief Innovation and Regulatory Officer di Indosat Ooredoo, layanan IoT berbasis seluler (NB-IoT) diprediksi juga akan terus meningkat. Dengan mulai membuka diri dan mengadopsi teknologi-teknologi alternatif, seperti IoT, hal ini tentu akan baik untuk menyehatkan industri dari sisi kompetisi.

Meski ada peluang menjanjikan yang menghampar di depan, bukan berarti masa depan industri telekomunikasi di Indonesia tak menghadapi tantangan.

Jumlah pengguna seluler saat ini mencapai 322,1 juta, yang sebagian besar merupakan pelanggan data. “Ini akan menjadi salah satu modal kita ke depannya yang sangat besar,” kata Arief.

Sayangnya, dalam hal harga Indonesia menjadi negara dengan harga layanan data terendah nomor tiga di dunia setelah India dan Bangladesh. Walaupun bagus bagi pelanggan, tidak bagi industri. 

Karena industri harus bertahan dengan menghasilkan pendapatan. Bahkan, sekarang data yield atau pendapatan data per GB bukan lagi 0,5 mungkin sudah 0,3.“Nah, ini menjadi tantangan buat kita di saat kita harus tetap tumbuh baik untuk investasi beberapa teknologi baru yang juga kita harus lakukan,” katanya menjelaskan.

Namun, yield yang rendah, juga bisa memiliki dampak positif bagi konsumen. Hal ini berarti terus terjadinya konsumsi bandwidth yang besar-besaran. “Setiap tahun pertumbuhan konsumsi data mencapai 87 persen untuk ukuran pentabite.” ujar Arief.

Dengan konsumsi bandwidth yang begitu besar, seharusnya sektor ini memberikan dampak positif di bidang ekonomi dan sosial untuk me-leverage sektor-sektor lainnya, seperti pendidikan di seluruh Indonesia.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat