Warga mengantre penyaluran bansos tunai Kemensos, di Kantor Pos Khatib Sulaiman, Padang, Sumatera Barat, Jumat (15/5). | Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO

Nasional

Rp 1,8 Triliun Bansos Mengendap di Bank

Sebanyak Rp 300 miliar dana bansos telah dikembalikan ke kas negara.

JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil temuan terkait pemeriksaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengungkapkan, sebanyak Rp 1,8 triliun dana bantuan sosial (bansos) mengendap di bank.

"BPK menemukan Rp 1,8 triliun yang harus dikembalilan ke negara," kata Achsanul dalam rapat konsultasi bersama Tim Pengawas (Timwas) DPR Penanganan Covid-19 secara daring, Jumat (29/5).

Dalam pemeriksaan, sebanyak Rp 300 miliar telah dikembalikan ke kas negara sehingga dana yang masih mengendap sebanyak Rp 1,5 triliun. "Rp 1,5 triliun itu terdiri dari BPNT (bantuan pangan non tunai) Rp 1,2 triliun,  PKH (Program Keluarga Harapan) Rp 300 miliar, itu yang kita minta agar itu dikembalikan kepada negara dalam waktu dekat," ujarnya.

Menurut Achsanul, mengendapnya dana untuk membantu warga terdampak kebijakan pencegahan virus korona itu terjadi karena Kementerian Sosial (Kemensos) tidak melakukan pemutakhiran data penerima bansos. Kemudian, tidak adanya perjanjian kerja sama yang detail antara Kemensos dan pihak bank. "Mestinya apabila dia sudah tidak aktif, tidak bertransaksi, Kemensos harus tahu dan dia minta instruksikan kepada bank agar disetor ke kas negara," kata dia.

Ia menjelaskan, dari hasil pemeriksaan 514 kabupaten/kota, hanya ada ada 29 daerah yang melakukan pembaruan data di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai dipusatkan ke Kemensos. Sebagian besar kepala daerah tidak memperbarui data dan tetap menggunakan data yang dibuat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada 2014. 

photo
Menteri Sosial Juliari P Batubara (kanan) memberikan paket bantuan kepada warga terdampak Covid-19 di Beji, Depok, Jawa Barat, Kamis (14/5).  - (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

BPK meminta agar timwas DPR manyampaikan kepada Kemensos agar mereka segera melakukan penelitian terhadap bansos yang tidak tersalurkan tersebut. BPK juga berharap Kemensos memiliki daftar terkait bantuan yang tidak tersalurkan tersebut. 

"Pemeriksaan kami, dia tidak tahu menahu berapa jumlah bansos yang tidak tersalurkan, dia nggak tahu berapa dana yang sudah keluar dari kantong himbara (himpunan bank-bank milik negara), dia juga nggak tahu berapa besar yang harus dikembaliakan ke negara, Kemensos juga tidak tahu," ujarnya menjelaskan. 

Anggota Timwas Nanang Samodra menyoroti pernyataan Achsanul terkait ketidapahaman Kemensos terkait perincian dana yang dimiliki. Dia mengaku kaget mendengar hak tersebut. "Padahal, di lapangan banyak sekali masyarakat yang membutuhkan, tetapi karena sistem pendataannya agak terganggu," kata Nanang.

Sementara itu, politikus Partai Golkar Hamka B Kady menilai hal tersebut terjadi karena perintah Kemensos tidak dianggap oleh kepala daerah. Dia setuju agar pemutakhiran data penerima bansos terus dilakukan. "Saya juga terkejut kalau Kemensos tidak tahu masih ada dana yang mengendap itu luar biasa, bagaimana tata laksana keuangan di Kementerian Sosial itu menurut saya sangat buruk kalau itu yang terjadi," kata Hamka. 

Pengendapan dana bantuan ini juga kontraproduktif dengan kenyataan sebanyak 3,8 petani dan nelayan belum masuk dalam daftar penerima bantuan sosial. Perinciannya, 2,7 juta petani dan buruh tani miskin serta 1,1 juta nelayan dan petambak. Pada Kamis (28/5), Presiden Joko Widodo meminta para petani itu segera dimasukkan dalam daftar.

Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, pihaknya akan menyisir ulang pendataan nelayan dan petani yang ada dalam DTKS. Nelayan dan petani yang belum terdata ini, kata dia, akan dimasukkan dalam DTKS dan selanjutnya berhak menerima PKH dan BPNT.

photo
Seorang warga membawa paket sembako bansos yang diserahkan petugas kelurahan menjelang penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Dumai, Riau, Ahad (17/5).  - (Aswaddy Hamid/ANTARA FOTO )

Aplikasi KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan lembaganya telah  meluncurkan aplikasi bernama Jaga Bansos untuk memelototi penyaluran bantuan sosial di tengah pagebluk Covid-19 agar makin tepat sasaran. Aplikasi ini bisa diunduh melalui Appstore bagi pengguna iOS dan Playstore bagi para pengguna platform Android. 

Menurut Firli, aplikasi ini merupakan kerjasama dengan kementerian serta lembaga terkait. "Hari ini kita luncurkan salah satu aplikasi yang dibangun oleh KPK yaitu Jaga Bansos," kata Firli dalam konferensi pers melalui kanal Youtube KPK, Jumat (29/5). 

Dia mengatakan, hasil monitoring KPK setidaknya ada 8.978.580 kepala keluarga yang menjadi penerima bansos dengan 10 provinsi terbanyak adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Aceh. Sehingga dengan diluncurkannya aplikasi ini, diharapkan semua bantuan sosial bisa tepat sasaran dan bermanfaat bagi rakyat.

"Kita sama-sama ingin menjamin bansos tepat sasaran, tepat guna, dan tidak ada penyimpangan," ujar dia. Hadir dalam kesempatan yang sama, Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menyebut masyarakat di wilayah yang sulit dijangkau bakal menerima bansos tunai dari pemerintah sekaligus untuk tiga bulan. Hal ini disebut Juliari telah mendapat persetujuan langsung dari Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas.

"Kami dapat persetujuan Pak Presiden, ini sekaligus kami ingin melaporkan, sekitar 400 ribu kepala keluarga di wilayah terpencil bansos tunai akan kami salurkan tiga tahap sekaligus," kata dia. Adapun sekali penerimaan dalam tiap tahap nilainya sebesar Rp 600 ribu. Sehingga, masyarakat di wilayah yang sulit dijangkau ini akan langsung menerima bantuan sosial tunai sebanyak Rp1,8 juta. 

Juliari mengatakan kendala logistik menjadi alasan mengapa bansos tunai tersebut diberikan secara langsung. "Kadangkala harus menyeberang perahu di pedalaman desa Kalimantan. Sehingga persetujuan Presiden Jokowi sangat membantu kami dan PT POS Indonesia sebagai penyalur," ungkap dia. "Sehingga saudara-saudara kita yang tinggal di wilayah terpencil tidak perlu datang lagi ke tempat yang sama untuk mendapatkan haknya," imbuh politikus PDI Perjuangan ini.

Juliari kemudian mengaku ada kesulitan dalam pemberian bansos tunai ini utamanya untuk penerima di luar wilayah Jabodetabek.  Kata dia, di tengah pagebluk Covid-19 ini, Kemensos baru menyelesaikan tahap pertama pemberian bantuan sosial tunai ini. Alasannya, pemberian bantuan ini dianggap lebih sulit karena pihaknya harus berkoordinasi dengan ratusan wilayah di Indonesia.

"Ini agak lebih complicated menyangkut wilayah Sabang sampai Merauke minus Jabodetabek dan kami juga harus berkoordinasi dengan 500 kabupaten dan kota. Sehingga tidak semudah pelaksanaan bansos sembako," ungkapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat