Foto dari Kantor Kepresidenan Taiwan menunjukkan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengambil sumpah di depan foto mantan presiden Taiwan Sun iwan Sun Yat-sen, 20 Mei lalu. | EFE/TAIWAN PRESIDENTIAL OFFICE

Internasional

Beijing Siapkan Opsi Militer di Taiwan

Taiwan masih terus menolak tunduk pada Beijing.

BEIJING — Pemerintah Cina menyiapkan opsi militer untuk mencegah Taiwan merdeka atau memisahkan diri. Hal tersebut menjadi ancaman terbaru yang dilontarkan Beijing terhadap Taipei menyusul hubungan yang memanas belakangan.

“Jika kemungkinan reunifikasi secara damai hilang, angkatan bersenjata rakyat, dengan seluruh negara, termasuk rakyat Taiwan, akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk secara tegas menghancurkan setiap plot atau tindakan separatis,” kata Kepala Departemen Staf Gabungan Cina Li Zuocheng saat berbicara di Aula Besar Rakyat Beijing dalam acara peringatan 15 tahun UU Anti-Pemisahan, Jumat (29/5). 

Dia mengisyaratkan bahwa penggunaan militer tak dapat disisihkan. “Kami tidak berjanji meninggalkan penggunaan kekuatan dan mencadangkan pilihan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan guna menstabilkan serta mengendalikan situasi di Selat Taiwan,” ujar Li. 

Li merupakan salah satu jenderal paling senior di Cina. Ia termasuk dalam sedikit perwira yang memiliki pengalaman tempur. Li diketahui berpartisipasi dalam invasi Cina ke Vietnam pada 1979. 

Taiwan merupakan masalah teritorial Cina yang paling sensitif. Beijing mengklaim bahwa wilayah itu merupakan salah satu provinsinya dan bagian yang tak terpisahkan dari negaranya. 

Namun Taiwan menolak tunduk dan bergabung dengan Cina. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bahkan mengatakan bahwa Taiwan sudah menjadi negara merdeka dengan nama resmi Republik Cina.

photo
Foto dari Kantor Kepresidenan Taiwan menunjukkan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen diambil sumpahnya, 20 Mei lalu.  - (AP/Taiwan Presidential Office)

Memanasnya hubungan kedua wilayah juga terkait dengan mewabahnya Covid-19. Saat pandemi mendera, Taiwan mengklaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengabaikan mereka seturut desakan Cina. 

Pemerintah Taiwan belakangan menolak syarat utama Cina agar dapat berpartisipasi dalam forum World Health Assembly (WHA) yang diselenggarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertengahan bulan lalu. Untuk dapat mengikuti kegiatan itu Taiwan diminta menerima prinsip “Satu Cina”, yang menjadikannya bagian dari Negeri Tirai Bambu.

Menteri Kesehatan Taiwan Chen Shih-chung mengatakan tak mungkin pihaknya memenuhi persyaratan Cina. “Saya tidak punya cara untuk menerima sesuatu yang tidak ada,” kata dia dalam sebuah konferensi pers pada Jumat (15/5). 

Wakil Menteri Luar Negeri Taiwan Kelly Hsieh mengisyaratkan Cina tak dapat mewakili wilayahnya dalam forum WHO. Hanya pemerintahannya yang terpilih secara demokratis dapat melakukan hal tersebut.  “Kami dapat mewakili rakyat kami sendiri. Kami berharap WHO dapat mengesampingkan pertimbangan politik dan bersikap netral serta profesional,” kata Hsieh. 

Pemerintah Cina telah mengatakan Taiwan hanya dapat berpartisipasi dalam forum WHO di bawah prinsip “Satu Cina”. Namun Beijing menyebut partai Democratic Progressive Party yang berkuasa di Taiwan menolak melakukan hal tersebut. Dengan demikian fondasi politik untuk partisipasi Taiwan di WHO tidak ada lagi. 

WHO mengatakan tidak memiliki mandat untuk mengundang Taiwan ke WHA. Hanya negara anggota dapat memutuskan. Pada 2009-2016, Taiwan menghadiri forum WHA sebagai pengamat.

Saat itu hubungan Taiwan dan Cina lebih hangat. Namun Beijing menghalangi partisipasi lebih lanjut setelah terpilihnya Tsai Ing-wen sebagai presiden Taiwan. Cina memandangnya bagian dari separtis yang menghendaki Taiwan berdiri sebagai negara sendiri. Tsai telah menolak tudingan tersebut. 

Front gerakan meminta kemerdekaan dari Cina tak hanya menguat di Taiwan. Hong Kong juga belakangan membara dengan aneka unjuk rasa yang mulai menyerukan kemerdekaan dari Cina. Para pengunjuk rasa menilai prinsip "Satu Negara Dua Sistem" tak lagi berlaku setelah Beijing berulang kali mencoba menerbitkan undang-undang yang menghambat demokrasi di Hong Kong.

photo
Polisi antihuru-hara menahan demonstran di Hong Kong, Ahad (24/5). - (AP/Vincent Yu)

Taiwan berulang kali menyatakan dukungan atas unjuk rasa di Hong Kong tersebut.  Presiden Tsai Ing-wen Rabu (27/5) mengatakan akan menyusun rencana untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada orang-orang yang terlibat dalam aksi demonstrasi prodemokrasi di Hong Kong. 

“Kami akan mengusulkan rencana aksi bantuan kemanusiaan untuk teman-teman dari Hong Kong. Kami akan terus mendukung tekad rakyat Hong Kong untuk mengusahakan demokrasi dan kebebasan,” kata Tsai kepada awak media pada Rabu (27/5). 

Dia tak memberi perincian lengkap kapan dan bagaimana bantuan itu akan diberikan. Tsai hanya mengatakan bahwa aksi itu akan dipimpin Dewan Urusan Daratan Taiwan (sebuah badan yang bertanggung jawab atas hubungan Cina-Taiwan). Sementara pemerintah akan membentuk gugus tugas untuk mengoordinasikan anggaran dan sumber daya yang dibutuhkan. 

Taiwan tak memiliki undang-undang tentang pengungsi yang dapat diterapkan pada massa pro-demokrasi Hong Kong jika mereka mencari suaka. Namun hukumnya berjanji membantu warga Hong Kong yang keselamatan serta kebebasannya terancam karena alasan politik. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat