Suasana kegiatan belajar di sekolah Dinh Chong, Hanoi, Vietnam. Para pelajar di Vietnam telah kembali bersekolah sejak awal Mei setelah tiga bulan belajar di rumah akibat pandemi Covid-19. | Hau Dinh/AP

Kisah Mancanegara

Kembali Bersekolah di Tengah Pandemi Covid-19

Terdapat 70 kasus positif Covid-19 di Prancis yang dikaitkan dengan sekolah.

OLEH PUTI ALMAS

Sejumlah negara telah membolehkan para siswa kembali belajar di sekolah meski pandemi Covid-19 belum berakhir. Namun, kegiatan belajar dan mengajar masih dilakukan secara terbatas.

Pemerintah Singapura, misalnya, sudah membuka kembali kegiatan belajar di sekolah untuk siswa di tingkatan dan tertentu. Kebijakan ini pun disambut para siswa dengan amat gembira. 

Farisah Sajidah (15 tahun), seorang pelajar di Dunearn Secondary School, begitu semringah bisa menatap secara langsung para guru dan sejumlah teman kelasnya.

"Belajar dari rumah sangat menyulitkan bagi saya. Saya tidak mau lagi melakukan itu," kata Farisah seperti dilansir laman Channel News Asia, Selasa (19/5).

Menurut dia, sangat sulit menyerap pelajaran Matematika jika belajar dari rumah. Ia pun merasa kesulitan mengikuti pelajaran karya seni lukis. "Saya tidak punya banyak cat di rumah, tidak punya banyak kertas atau bahkan kuas. Jelas sangat menantang bagi saya untuk mengerjakan tugas kuliah saya dengan barang-barang terbatas seperti itu."

Menteri Pembangunan Nasional Singapura Lawrence Wong pada awal Mei telah mengumumkan, sekolah-sekolah akan dibuka kembali untuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil mulai 19 Mei. Siswa yang belajar di sekolah diprioritaskan bagi mereka yang akan menempuh ujian kelulusan. Selain itu, diutamakan bagi siswa yang membutuhkan dukungan tambahan atau fasilitas sekolah untuk kursus dan pelajaran praktik.

Korea Selatan (Korsel) juga turut membuka kembali aktivitas sekolah sejak Rabu (20/5). Negara itu secara bertahap mengurangi aturan-aturan pembatasan yang ditetapkan selama pandemi Covid-19. 

Sejalan dengan relaksasi tersebut, kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah menengah di seluruh negeri mulai dilanjutkan. Sementara itu, para siswa dari tingkat lainnya memulai aktivitas pada 8 Juni mendatang. Tahun akademik Korsel biasanya dimulai setiap Maret. Namun, pada tahun ini awal semester mengalami penundaan hingga lima kali karena kekhawatiran terhadap penyebaran Covid-19. 

Awalnya, sekolah menengah dijadwalkan memulai kembali kegiatan belajar-mengajar pada 13 Mei lalu dan sekolah dari tingkat lainnya pada 1 Juni. Namun, rencana ini berubah setelah ribuan orang tua siswa meluncurkan petisi daring yang mendesak Pemerintah Korsel mempertimbangkan kembali keputusan itu.

“Kami menghadapi situasi yang membingungkan, di mana harus tetap mengejar kegiatan belajar-mengajar dan karantina secara bersamaan,” ujar Cho Hee-yeon, pengawas Kantor Pendidikan Ibu Kota Seoul, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (20/5).

Kementerian Pendidikan Korsel telah memperkenalkan protokol karantina dan isolasi. Selain itu, menyediakan pedoman untuk membantu guru dan siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan akademik yang baru saat ini. Sekolah-sekolah menyediakan pos pemeriksaan suhu, menempatkan meja, dan memasang dengan pembatas berbahan plastik.

Penerapan langkah-langkah jarak sosial di kantin-kantin seluruh sekolah juga dilakukan. Meski demikian, masih banyak pihak khawatir karena pandemi yang belum berakhir, membuat risiko penularan virus akan tetap ada dimanapun.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel melaporkan, jumlah kasus Covid-19 di negara itu telah mencapai 11.110 dan terdapat 263 kematian terhitung dari kasus pertama pada 25 Januari. Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan pulih sebanyak 10.066 orang.

Di Uni Eropa, sebanyak 22 negara telah membuka kembali sekolah sejak bulan lalu. Sebanyak 17 negara hanya membolehkan sekolah dibuka untuk siswa taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan kelas menengah.

Seperti dilaporkan the Guardian, Selasa (19/5), pembukaan kembali aktivitas sekolah belum menyebabkan adanya peningkatan kasus Covid-19. "Sejauh ini kami belum mendengar hal negatif tentang pembukaan kembali sekolah, tetapi mungkin terlalu dini untuk megambil kesimpulan akhir tentang itu," kata Menteri Pendidikan Kroasia, Blaženka Divjak.

Kondisi berbeda terjadi di Prancis. NBC News melaporkan, sepekan setelah Prancis membolehkan sepertiga dari seluruh pelajar kembali bersekolah, terdapat 70 kasus Covid-19 yang dikaitkan dengan sekolah-sekolah.  Pekan lalu, sebanyak 150 ribu siswa SMP telah kembali bersekolah setelah adanya pelonggaran pembatasan sosial oleh pemerintah. Langkah ini awalnya disambut gembira para orang tua yang merasa kelelahan karena harus tetap bekerja di rumah sambil mengurus anak. 

Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer pada Senin (18/5) mengakui, kebijakan memperbolehkan siswa kembali bersekolah menempatkan anak-anak dalam bahaya. Kepada Radio Prancis, RTL, Jean mengakui ada sekolah yang terpapar Covid-19. 

Ia menegaskan, sekolah-sekolah tersebut akan segera ditutup. Media Prancis melaporkan ada tujuh sekolah di Prancis utara yang kembali ditutup. Kendati demikian, tidak disebutkan apakah kasus positif Covid-19 di sekolah menimpa kalangan guru atau para siswa. 

 

Bagaimana dengan Indonesia?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, Kemendikbud belum bisa memastikan secara pasti kapan siswa bisa kembali belajar di sekolah. Untuk itu, Nadiem meminta masyarakat tidak mudah percaya dengan kabar-kabar bahwa sekolah akan kembali dibuka pada awal 2021.

"Mengenai isu pembukaan sekolah kembali, kami memang sudah menyiapkan beberapa skenario, namun hal itu menjadi diskusi pada pakar-pakar dan keputusannya masih dalam pembahasan Gugus Tugas (Percepatan Penanganan Covid-19)," ujar Nadiem dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, di Jakarta, Rabu (20/5).

Nadiem mengungkapkan, Kemendikbud terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait proses belajar-mengajar di sekolah.  "Jadi saya tidak bisa memberikan pernyataan apa-apa, karena keputusannya ada pada Gugus Tugas," katanya.

Nadiem menambahkan, pandemi Covid-19 memang berdampak pada dunia pendidikan karena seluruh negara di dunia menyelenggarakan pembelajaran dari rumah. Menurut dia, seusai pandemi Covid-19, bakal terdapat sejumlah perubahan-perubahan baru di dunia pendidikan, mulai dari teknologi hingga pola pikir.

Dalam kesempatan itu, Nadiem juga menyatakan Kemendikbud akan memasukkan proses pendidikan pada saat pandemi Covid-19 itu ke dalam cetak biru pendidikan. Anggota Komisi X DPR Rano Karno meminta agar Nadiem memberikan gambaran mengenai penerapan konsep Merdeka Belajar yang diusung Nadiem pada saat kondisi krisis karena pandemi Covid-19.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat