Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh memberikan sambutan dalam acara syukuran puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Ahad (9/2). Dalam acara tersebut kembali diingatkan tentang jurnalisme yang baik kar | Republika/Prayogi

Kabar Utama

Pers Tunggu Langkah Pemerintah

Pemerintah lebih condong melihat skala ekonomi dalam memberi insentif kepada industri maupun pelaku usaha.

 

JAKARTA -- Dewan Pers berharap pemerintah segera merespons usulan pemberian insentif bagi industri media. Sebab, tujuh insentif yang dirumuskan Dewan Pers bersama Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media belum ditanggapi secara resmi oleh pemerintah.

Pada Senin (18/5), Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) menggelar rapat secara virtual bersama para pemimpin redaksi media massa dan para pemangku kepentingan terkait untuk membahas penyelematan industri pers nasional di tengah pandemi Covid-19. Rapat tersebut dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur Kemenko Polhukam Marsekal Muda Rus Nurhadi Sutedjo

Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan, rapat tersebut baru sebatas menampung masukan dari para pelaku industri media. Agus mengatakan, tujuh insentif yang diusulkan kepada pemerintah merupakan hal mendesak untuk menyelamatkan media di tengah pandemi Covid-19. Sebab, industri pers nasional juga terdampak pandemi.  "Kita minta responnya segera karena kita tidak bisa menunggu lagi untuk menyelamatkan media," kata Agus saat dihubungi, Senin (18/5). 

Agus mengatakan, pihak Kemenko Polhukam menjanjikan akan ada pertemuan dengan Menko Polhukam Mahfud MD untuk mendapat respons dari pemerintah. Ia menegaskan, tindak lanjut pemerintah amat dinantikan untuk tetap menjaga pers tetap hidup.

Ia menilai, pemerintah lebih condong melihat skala ekonomi dalam memberi insentif kepada industri maupun pelaku usaha. Hal ini membuat industri media menjadi industri yang tidak difokuskan diberi stimulus dalam situasi pandemi Covid-19. "Dibandingkan industri yang lain, skala ekonominya tidak besar maka belum mendapat prioritas sejauh ini, padahal fungsi urgensi media itu bukan di skala ekonominya saja, tapi justru di peran sosial politiknya," kata Agus.

Fungsi media dalam sosial politik, kata dia, sangat besar sebagai jembatan informasi antara pemerintah dan masyarakat. Meskipun di era digital sekalipun, peran media tetap dibutuhkan. 

Agus mencontohkan, di tengah banyaknya berita hoaks soal Covid-19, masyarakat dapat memperoleh informasi akurat dan terpercaya dari media massa. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah tak hanya melihat skala ekonomi dalam memberikan insentif kepada dunia usaha, tapi juga melihat peran sosial politik.  "Tidak ada satu negara pun yang bisa menangani pandemi tanpa peran media massa," katanya.

Karena itu, ia menilai stimulus untuk menjaga keberlangsungan hidup industri pers merupakan langkah yang perlu diambil pemerintah untuk menyukseskan upaya menangani Covid-19.  "Ini juga buat jangka panjang. Karena kalau pers mati gegara krisis, bagaimana nasib demokrasi setelah ini, " katanya.

photo
Seorang pengunjung melintas disamping surat kabar kuno yang dipamerkan di Museum House of Sampoerna (HOS) Surabaya, Jawa Timur, Selasa (14/2). - (ANTARA FOTO)

Kabid Media Massa Kemenko Polhukam Beben Nurfadilah mengatakan, pihaknya bakal segera menyampaikan usulan para pelaku industri pers dalam rapat kepada Mahfud MD. "Kami tampung dulu (hasil rapat dengan para pemimpin redaksi), saya laporkan ke Pak Menko. Ini harus ada tindak lanjutnya. Jangan sampai corong informasi penyebaran Covid-19 ini pada kolaps," kata dia. 

Beben sepakat bahwa industri pers nasional harus diselamatkan dari krisis akibat pandemi Covid-19. Sebab, melalui media massa,  informasi yang tersebar di publik dapat dipertanggungjawabkan. "Peran media dalam mengatasi Covid-19 ini sangat diperlukan untuk memberikan informasi akurat bagi masyarakat," ujar Beben. 

Menurut dia, media massa merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya ketimbang media-media lainnya, terutama media sosial. Di media sosial, kata dia, teramat banyak informasi yang beredar dan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atas alasan itu, kata dia, pemerintah perlu turut membantu industri media massa di tengah situasi seperti saat ini. 

Pemimpin Redaksi Harian Republika Irfan Junaidi yang turut mengikuti rapat dengan Kemenko Polhukam mengatakan, industri media sedang menghadapi tantangan yang berat. Irfan dalam kesempatan tersebut menyampaikan, pandemi Covid-19 menjadi pukulan kedua bagi industri pers nasional. 

Irfan mengatakan, sebelum wabah melanda, media massa terpukul dengan maraknya kehadiran layanan over the top (OTT) yang memiliki level of playing field berbeda. Perusahaan media dalam menjalankan usahanya dikenakan beban pajak dan harus memenuhi banyak standar agar secara jurnalisme dapat memenuhi syarat. Sementara OTT tidak ada kewajiban tersebut. 

Ia menambahkan, langkah penyelamatan industri pers nasional bukan hanya diperlukan untuk keluar dari pukulan ekonomi akibat Covid-19, melainkan juga untuk kepentingan jangka panjang. Kepentingan jangka panjang itu antara lain agar masyarakat dapat terus mendapatkan informasi yang sehat dan akurat. 

photo
Jurnalis membawa bunga mawar untuk dibagikan kepada tenaga medis rumah sakit rujukan penanganan virus Covid-19 RSUD Cut Meutia Aceh Utara, di Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (11/4). - (RAHMAD/ANTARA FOTO)

"Sekarang banyak konten 'sampah' yang ironisnya banyak viewer-nya. Iklan masuk ke sana. Ini membuat mereka akan terus memproduksi konten seperti itu, sehingga masyarakat akan terus dijejali dengan konten tidak menyehatkan," kata Irfan. 

Jika kondisi tersebut terlangsung, kata Irfan, industri pers bisa menjadi tidak berdaya. "Ekosistem seperti ini harus dibenahi. Jadi, ini semua sekaligus untuk momen pembenahan sekaligus." 

Dewan Pers bersama asosiasi perusahaan media sebelumnya telah menyampaikan insentif yang berisikan tujuh poin kepada pemerintah. Insentif pertama, negara didorong tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan Covid-19, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers. Kemudian, mendorong negara memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20 persen dari harga per kilogram komoditas tersebut.

Dewan Pers dan asosiasi juga mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020. Selanjutnya, negara perlu memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk perusahaan pers.

 
Sekarang banyak konten 'sampah' yang ironisnya banyak viewer-nya. Iklan masuk ke sana. Ini membuat mereka akan terus memproduksi konten seperti itu, sehingga masyarakat akan terus dijejali dengan konten tidak menyehatkan.
Irfan Junaidi, Pimred Republika
 

Insentif kelima, negara perlu menangguhkan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan selama masa pandemi Covid-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh karyawan. Kemudian, pemerintah didorong  menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemi Covid-19. Adapun poin  ketujuh yang disampaikan adalah mendorong negara  memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia,  antara lain Google, Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, Microsoft, dan lainnya.

Komponen atau hasil pemungutan pajak pendapatan tersebut penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di negeri ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat