Adiwarman Karim | Daan Yahya | Republika

Analisis

Ekonomi Wahnan ala Wahnin

Ekonomi wahnan ala wahnin adalah tanda datangnya perubahan besar di dunia.

OLEH ADIWARMAN A KARIM

Graciela Kaminsky dan Carmen Reinhart, profesor Universitas George Washington dan profesor Universitas Harvard, dalam riset mereka "The Twin Crises: The Causes of Banking and Balance of Payments Problems" mengingatkan kita akan risiko terjadinya krisis ekonomi kembar. Krisis sistem perbankan yang terjadi bersamaan dengan krisis neraca sistem pembayaran.

Carmen Reinhart dalam artikelnya "This Time Trully Is Different" membandingkan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 dengan krisis ekonomi akibat pandemi influenza Spanyol tahun 1918-1919 yang menelan korban jiwa 50 ribu jiwa. Pandemi Covid-19 yang memiliki episentrum di Cina ini membuat kita harus lebih berhati-hati. Dalam dekade terakhir pertumbuhan ekonomi Cina menjadi tulang punggung pertumbuhan lebih dari 100 negara berkembang. Sehingga terganggunya ekonomi Cina menimbulkan efek domino terganggunya ekonomi negara-negara berkembang tersebut.

Penurunan ekonomi Cina dan lebih dari 100 negara berkembang dibarengi dengan penurunan ekonomi AS dan Eropa yang telah menjadi episentrum kedua Covid-19. Cina dan AS, dua raksasa ekonomi yang selama ini menjadi mesin ganda pertumbuhan ekonomi, terpukul hebat dan diikuti efek domino ke seluruh dunia. Sejak Depresi Besar tahun 1930, belum pernah terjadi krisis gabungan berhentinya perdagangan internasional, tertekannya harga komoditas global, dan perlambatan ekonomi serentak.

Reuters melakukan survei kepada 50 ahli ekonomi dunia, berkesimpulan ekonomi dunia akan mengalami perlambatan antara minus 6 persen sampai plus 0,7 persen, bergantung pada efektivitas kebijakan menghadapi Covid-19. Para ekonom memprediksi lima skenario pemulihan mulai dari V-shape, U-shape, W-shape, L-shape, hingga tick-mark shape.

V-shape yang paling optimistis, penurunan ekonomi akan segera pulih kembali. U-shape pemulihan ekonomi terjadi setelah beberapa lama stagnasi. W-shape yang paling dikhawatirkan saat ini karena banyak negara mulai melakukan relaksasi social distancing, yang mengangkat ekonomi sesaat kemudian jatuh kembali. L-shape terlalu pesimistis dan tidak sesuai dengan dinamika turun-naiknya siklus ekonomi. Tick-mark shape adalah variasi dari V-shape dengan pemulihan yang lebih landai.

photo
Resesi perekonomian Amerika Serikat pada 1980-an yang terjadi seturut W-Shape Recession. - (Wikipedia)

Nouriel Roubini, profesor Universitas New York, dalam risetnya "The US Recession: V or U or W or L-Shaped?" menjelaskan lebih lanjut tentang W-shape yang dikenal juga sebagai double-dip recession. Menariknya, double-dip recession ini dapat dipicu oleh adanya gelombang kedua wabah Covid-19. Relaksasi dikhawatirkan akan mengundang gelombang kedua pada saat libur Lebaran di negara-negara Muslim dan libur musim panas di negara-negara Barat.

Masih hangat dalam ingatan kita, mewabahnya Covid-19 di Cina terjadi pada saat libur Tahun Baru Imlek sehingga terjadi pergerakan besar orang-orang yang tidak menyadari dirinya membawa virus. Tentu kita tidak ingin bergesernya episentrum baru ke luar Jakarta atau kemudian ke luar Jawa. Kita juga tidak ingin bergesernya episentrum ke negara-negara Muslim dan negara-negara Barat sebagai gelombang kedua.

Jeffrey Frankel, profesor Universitas Harvard, dalam artikelnya "How to Avoid a W-Shaped Recession" menjelaskan dua kesalahan pemimpin negara yang mengakibatkan W-shape recession. Pertama, terlalu cepat mengumumkan kemenangan atau berdamai dengan Covid-19. Menurut Frankel, Presiden Donald Trump dapat mengulangi kesalahan pandemi flu Spanyol dengan melakukan relaksasi. Akibatnya pandemi pada awal 1918 berulang pada September 1918 dan gelombang ketiganya berlangsung terus sampai 1920.

Kesalahan kedua, stimulus ekonomi penanganan pandemi terlalu prematur dihentikan, digunakan untuk hal-hal pencitraan proyek mercusuar. Pada 1936 Presiden Roosevelt menaikkan pajak, menurunkan belanja, dan pada saat yang bersamaan bank sentral AS melakukan kebijakan uang ketat, menaikkan giro wajib minimum perbankan, dan sterilisasi emas yang masuk. Akibatnya ekonomi AS mengalami resesi yang sangat dalam dan baru pulih pada 1938.

Shuli Ren menulis artikel yang menggelitik di Bloomberg Opinion, "Indonesia Walks A Fine Line Between Bailouts, Downgrades".  Keberhasilan Indonesia menarik kembali investor asing pada krisis ekonomi 1998 mungkin tidak akan terulang. Sebab utamanya menurut Ren adalah menumpuknya utang BUMN yang meningkat probabilitas gagal bayarnya.

Ren menuliskan nama-nama BUMN yang diperkirakan akan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya. Ada yang terpapar langsung, ada yang terkena efek domino, ada pula yang terkena efek ganda akibat tidak adanya haji dan mungkin umrah sampai akhir tahun ini. Keadaan ini membuat pemegang likuiditas menjadi raja, cash is the king.

 
Inilah ekonomi yang supply shocks terjadi berbarengan dengan demand shocks. Lebih parahnya lagi, dua hal itu terjadi di seluruh dunia, dengan dua raksasa ekonomi Cina dan AS sebagai episentrumnya.
 
 

Goldfajn dan Valdes, peneliti IMF, dalam riset mereka "Capital Flows and the Twin Crises: The Role of Liquidity" menjelaskan pentingnya likuiditas dalam menghadapi krisis ini. Di satu sisi, likuiditas akan menolong perekonomian domestik. Di sisi lain, likuiditas juga dapat berarti berpindahnya kepemilikan ke tangan orang lain.

Pada Juli diperkirakan kebutuhan likuiditas sangat menekan pemilik usaha dan masyarakat. Pada April, tabungan masih diandalkan. Pada Mei, adanya THR menolong likuiditas. Pada Juni, sisa THR dan tabungan dirogoh lebih dalam. Pada Juli, kalau kita tidak waspada, tekanan likuiditas akan mendorong pelepasan aset. Dengan proses transaksi selama dua bulan, pada September kita dikagetkan dengan berpindahnya kepemilikan kemampuan berproduksi ke tangan orang lain.

Inilah ekonomi wahnan ala wahnin, ekonomi dengan tekanan yang bertumpuk-tumpuk. Inilah ekonomi yang supply shocks terjadi berbarengan dengan demand shocks. Lebih parahnya lagi, dua hal itu terjadi di seluruh dunia, dengan dua raksasa ekonomi Cina dan AS sebagai episentrumnya. Ratusan negara lain terkena efek dominonya dan semoga episentrumnya tidak bergeser ke tempat lain.

Bagi bangsa Indonesia, ini merupakan keadaan yang harus dihadapi dengan sabar, dijalani dengan disiplin, dan diakhiri dengan syukur. Lihatlah bagaimana Siti Hajar dengan sabar menjalani kesulitan bersama bayi Ismail AS di lembah tandus, berlari dengan disiplin dari Safa dan Marwah, dan akhirnya bersyukur dengan nikmat air zamzam yang tiada habisnya.

 
Bayi peradaban yang akan lahir dari bumi yang menginspirasi kemerdekaan bangsa-bangsa setelah Perang Dunia Kedua. 
 
 

Ekonomi wahnan ala wahnin/merupakan tanda-tanda zaman datangnya perubahan besar di dunia. Kepayahan mengandung selama sembilan bulan merupakan proses alami lahirnya sebuah peradaban baru dunia. Peradaban yang menyadarkan manusia akan kemanusiaan dalam kesetaraan dan keadilan, menghapuskan keserakahan manusia dalam kepongahan dan kesewenangan.

Bayi peradaban yang akan lahir dari bumi yang menginspirasi kemerdekaan bangsa-bangsa setelah Perang Dunia Kedua. Bangsa besar yang dikenal dengan kearifan, kelembutan hati, kelapangan dada dalam balutan keberanian yang gagah berani hidup di tengah ring of fire.

Dengan kemuliaan bulan Ramadhan dan turunnya malaikat beserta Jibril di Lailatul Qadar, dengan kecintaan dan kerinduan kami yang sangat mendalam kepada Rasulullah SAW, dengan dorongan yang sangat kuat untuk kembali ke masjid, kembali berumrah dan berhaji, dengan kasih sayang-Mu, keampunan-Mu, demi tegaknya syiar nama-Mu ya Allah, selamatkan kami, bimbinglah kami, pilihlah kami menjadi pemimpin dunia masa depan.

Sungguh kami adalah ummat Rasul-Mu di akhir zaman. Wahai Zat yang Maha Pengatur, sampaikan rindu kami pada Rasulullah SAW. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat