Suasana malam di Masjid Nabawi di Kota Madinah al-Munawarah, beberapa waktu lalu. 'Aisyah istri Rasulullah berperan besar dalam ilmu sunah. | syahruddin el fikri/Republika

Tema Utama

Jejak 'Aisyah dalam Sejarah

'Aisyah berjasa besar dalam transmisi ilmu sunah Rasul SAW.

OLEH HASANUL RIZQA

Rasulullah SAW sempat menduda tiga tahun usai wafatnya Khadijah binti Khuwailid. Para sahabat merasa kasihan bila melihat keadaan beliau. Mereka berpikir, alangkah baiknya bila Nabi SAW memiliki istri lagi. Di antara mereka, hanya Khaulah binti Hakim yang memberanikan diri. Perempuan itu bertanya kepada al-Musthafa perihal keinginan Muslimin agar beliau menikah lagi.

"Siapa yang akan menggantikan Khadijah?"

"Menurut hemat kami, yang paling tepat adalah anak sahabatmu yang paling engkau cintai, 'Aisyah binti Abu Bakar," jawab Khaulah.

Rasulullah SAW tersentak. Khaulah menjelaskan, pernikahan dilangsungkan dengan menunggu hingga 'Aisyah akil baligh.

"Kalau begitu, siapa yang akan mengurusi rumah ini, merawat anak-anakku?" tanya Rasulullah SAW lagi.

Khaulah menyebutkan nama Saudah binti Zum'ah. Perempuan itu dari Bani Amiri. Dahulu, Saudah turut dalam rombongan hijrah ke Habasyah. Namun, suaminya wafat dalam perjalanan. Begitu kembali ke Makkah, siapa sangka ia akan mendapatkan kabar gembira dari Khaulah.

Menjadi istri kedua Rasulullah SAW tidak membuat Saudah tinggi hati. Justru, ia merasa inilah jalan meraih kebajikan. Dengan penuh keikhlasan, ia melakukan perannya, termasuk ketika 'Aisyah dipinang menjadi istri ketiga Nabi SAW.

Seperti dituturkan Abbas Jamal dalam Latar Belakang Perkawinan Nabi SAW, masuknya 'Aisyah ke rumah tangga Rasulullah SAW tidaklah membuat Saudah iri. Baginya, 'Aisyah menambah suasana keberuntungan bagi Nabi SAW yang mana ia pun dapat merasakannya. Pernikahan ini telah menaikkan positioning beliau di tengah masyarakat, terutama pasca-wafatnya Khadijah dan Abu Thalib.

photo
Jamaah beribadah di area saf Raudhah (taman surga) di Masjid Nabawi, Madinah, beberapa waktu lalu. 'Aisyah istri Rasulullah berjasa besar dalam transimisi ilmu sunah. - (ANTARA FOTO)

Perempuan istimewa

Di antara keistimewaan 'Aisyah ialah pernikahannya terjadi atas petunjuk Allah SWT. Hal ini diketahuinya ketika suatu hari Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut sebelum aku menikahimu. Malaikat datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata, 'Ini adalah istrimu'. Aku pun membuka kain yang menutupi gambar wajah perempuan itu. Dan, ternyata perempuan itu adalah engkau."

Babak baru dalam kehidupan 'Aisyah bermula sejak Muslimin hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW membuatkan rumah yang sederhana untuknya di samping masjid. 'Aisyah tinggal serumah dengan beliau sejak usianya sembilan tahun.

Rasulullah SAW lebih mencintai 'Aisyah dibandingkan istri-istri beliau lainnya --kecuali Khadijah. Seperti diriwayatkan Bukhari dan Muslim, suatu ketika Nabi SAW pernah ditanya Amr bin Ash. "Wahai Rasulullah," kata sahabat tersebut, "siapakah orang yang paling engkau cintai?"

"Aisyah," jawab beliau.

"Kalau dari kalangan laki-laki?"

"Ayahnya (Abu Bakar)," jawab Rasul SAW lagi.

Ada banyak pengkhususan untuk 'Aisyah. Misalnya, sewaktu dirinya diterpa fitnah, Allah SWT langsung membersihkan nama 'Aisyah melalui Alquran surah an-Nur ayat 11-20. Putri Abu Bakar itu juga pernah menerima salam dari Malaikat Jibril. Dan, Rasulullah SAW menghembuskan napas terakhir di pangkuan sang humairah --panggilan sayang beliau untuk 'Aisyah yang berarti perempuan berpipi kemerah-merahan.

Secara kepribadian, 'Aisyah bisa dikatakan melampaui para perempuan pada zamannya. Sebab, kecerdasannya begitu tinggi. Daya ingatnya tajam. Begitupun kemampuannya dalam berpikir kritis.

Ustaz Abdul Somad (UAS) memaparkan peranan 'Aisyah dalam sejarah transmisi keilmuan Islam. UAS mengutip perkataan Imam al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, "Seperempat hukum-hukum syariat Islam diriwayatkan dari Aisyah RA."

Pengakuan yang senada, lanjut UAS, juga pernah disampaikan Abu Musa al-Asy'ari dalam Sunan at-Tirmidzi, "Jika ada suatu hadis yang sulit dipahami di antara para sahabat Nabi SAW, maka mereka bertanya kepada 'Aisyah, dan mereka pun mendapatkan ilmu darinya."

Menurut Imam adz-Dzahabi, ada lebih dari 100 orang meriwayatkan hadis dari 'Aisyah. "Total hadis yang diriwayatkan 'Aisyah ialah 2.210 hadis," ujar UAS saat berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu.

Alhasil, peranan 'Aisyah bagaikan suatu madrasah besar dalam sejarah Islam, khususnya sepanjang dekade awal pascawafatnya Nabi SAW. Beragam ulama mengakui ihwal tersebut. Dalam kitab At-Thabaqat al-Kubrakarya Ibnu Saad, Masruq ibn al-Ajda' memberikan kesaksian, "Aku melihat para ulama senior dari kalangan sahabat Nabi SAW bertanya ihwal hukum faraidh kepada 'Aisyah."

 
'Aisyah bisa dikatakan melampaui para perempuan pada zamannya.
 
 

Kehebatan istri Rasulullah SAW itu bahkan disandingkan dengan empat sahabat utama. Al-Ahnaf bin Qais, seperti dikutip dalam Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, berkata, "Saya pernah mendengar orasi Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, serta banyak tokoh lain. Akan tetapi, tak ada kalimat yang lebih kaya dan lebih baik melebihi ungkapan-ungkapan dari 'Aisyah."

Imam az-Zuhri dalam Siyar A'lam an-Nubala' menyatakan, "Seandainya dikumpulkan ilmu dari seluruh perempuan Muslim, lalu itu dibandingkan dengan ilmu 'Aisyah. Maka, ilmu 'Aisyah akan tetap lebih utama."

Kepandaian 'Aisyah tidak hanya dalam bidang hadis, melainkan juga fikih, ilmu pengobatan, dan sastra. Ia tak sekadar mengajarkan sunah Rasulullah SAW, tetapi juga mengoreksi beberapa pernyataan para sahabat. Sebab, ada keterangan dari mereka yang kurang sesuai dengan sabda atau tindakan Nabi SAW. Misalnya, kritik 'Aisyah terhadap Abu Hurairah tentang apakah shalat seseorang batal bila ada orang melintas di depannya.

Beberapa fatwa sahabat Nabi SAW diluruskan 'Aisyah. Disusun Imam az-Zarkasyi dalam kitab al-Ijabah li Iradi ma Istadrakathu 'Aisyah 'an as-Shahabah," kata UAS.

 
photo
Jamaah Masjid Nabawi mengantre menziarahi makam Nabi Muhammad SAW di Madinah, beberapa waktu lalu. 'Aisyah istri Rasulullah berperan besar dalam transmisi ilmu sunah. - (Yogi Ardhi)
 

Ummul Mu'minin dan Perang Unta

Pada zaman khulafaur rasyidin, Islam diterpa fitnah hebat. Itu bermula dari pembunuhan atas Khalifah Utsman bin Affan. Pelakunya adalah kaum pemberontak. Mereka berbondong-bondong ke Madinah setelah menuding sang khalifah telah melakukan nepotisme.

'Aisyah sangat terpukul dengan terbunuhnya Utsman. Ia menuntut agar pembunuh Utsman diadili. Sementara, Ali bin Abi Thalib dalam posisi sulit. Sepupu Nabi SAW itu sesungguhnya enggan diangkat menjadi amirul mu'minin setelah wafatnya Utsman. Namun, keadaannya dilematis. Kalaupun mundur, ia juga salah. Sebab, mayoritas Muslimin mendesaknya agar bersedia dibaiat demi situasi kondusif Madinah. Akhirnya, ia setuju memikul beban berat itu.

Ali menolak untuk menyerahkan para perusuh yang telah membunuh Utsman, mengingat jumlah mereka ribuan orang. 'Aisyah menganggap penolakan ini sebagai alasan untuk menentang Ali. Ummul mu'minin didukung sejumlah sahabat, semisal Zubair bin Awwam. 'Aisyah dan para pendukungnya lantas menuju Basrah untuk menggalang kekuatan.

Untuk diketahui, 'Aisyah masih berumur 18 tahun ketika Rasulullah wafat. Dalam usia semuda itu, ia telah menjadi seorang tokoh karismatik di zaman Ali.

Semula, 'Aisyah diingatkan Ummu Salamah --istri keenam Nabi SAW-- agar tak melibatkan diri dalam konflik. Namun, bujukan keponakannya, Abdullah bin Zubair, ternyata lebih kuat sehingga 'Aisyah tetap meneruskan langkah.

Di Basrah, ada yang bergabung dengan kubu 'Aisyah, ada pula yang menolak. Ali lantas membawa sejumlah pasukan ke kota itu.

Ada dua sumber tentang permulaan perang terbuka. Pertama, peranan Abdullah bin Saba --pendiri Syiah. Waktu itu, dialog terus dilakukan antara pihak Ali dan 'Aisyah. Namun, di tengah kegelapan malam Ibnu Saba menyerang pengikut 'Aisyah. Simpatisan 'Aisyah mengira, kubu Ali yang memulai keributan. Sementara, Ali mendapatkan berita dari pengikut Ibnu Saba, simpatisan 'Aisyah telah menyerbu pihaknya secara tiba-tiba.

 
Ada dua sumber tentang permulaan perang terbuka.
 
 

Sumber kedua dituturkan Ali Audah dalam biografi Ali bin Abi Thalib (2016). Saat berjumpa, Ali mengingatkan Zubair bin Awwam, "Ingatkah Anda ketika Rasulullah berkata kepada Anda, engkau akan memerangi aku (Ali) dengan cara yang tak adil?" Mendengar hadis itu, Zubair tersadar. Apalagi, Ammar bin Yasir yang pernah diprediksi Nabi SAW akan dibunuh golongan durhaka kini di kubu Ali.

Zubair lantas kembali ke 'Aisyah dan menyatakan mundur. 'Aisyah lalu meminta putranya, Abdullah bin Zubair, untuk menjadi penerusnya. Zubair kemudian pulang ke Madinah. Di perjalanan saat sedang shalat, ia dibunuh Amr bin Jurmuz. Mendengar kabar ini, Ali berkata, "Ibnu Jurmuz akan masuk neraka sebab saya pernah mendengar Rasulullah berkata, 'pembunuh anak Safiyah itu penghuni neraka.' Zubair adalah anak satu-satunya Safiyah."

Sesudah Zubair pergi, banyak kawannya yang bubar. Hanya Talhah dan para pendukungnya yang masih bertahan di kubu 'Aisyah.

Awalnya, para pengikut 'Aisyah hendak meletakkan senjata. Namun, tiba-tiba seorang pengikut Ali meregang nyawa akibat terkena lesatan anak panah. Ali sempat menyeru para pengikutnya agar tak membalas. Namun, mereka kian tak sabar.

Untuk diketahui, mayoritas pengikut Ali berasal dari Irak dan bukan dari kalangan sahabat. Mereka ini tak pernah mendapat didikan langsung dari Nabi SAW.

Di tengah situasi hujan anak panah, Ali menyuruh seorang pemuda untuk lari ke tengah medan. Anak muda itu disuruh mengangkat mushaf Alquran sebagai tanda gencatan senjata. Namun, si pemuda tewas akibat terkena lesatan anak panah.

Perang tak terelakkan. Talhah terkepung. Ali tetap menyeru para pengikutnya agar tidak menyakiti Talhah. Mendengar itu, Talhah terharu. Ia lantas berlari meninggalkan medan pertempuran. Kepada 'Aisyah, ia berkata, "Wahai ummul mu'minin, tak tahu saya bersalahkah atau tidak?"

Dalam situasi demikian, dari kejauhan Marwan bin Hakam membidik Talhah dengan panah. Talhah pun terbunuh.

photo
Ilustrasi Perang Unta. - (DOK Wikipedia)

'Aisyah lantas keluar dari tendanya. Ia diusung dalam sebuah pelangkin berlapis besi yang diletakkan di atas unta besar berselimut kain kulit harimau. Itulah mengapa pertempuran ini dinamakan Perang Unta.

Melihat 'Aisyah diusung, Ali berteriak agar seseorang menebas kaki belakang unta tersebut. Kalau tidak, pertempuran tak akan berhenti.

Setelah itu, Ali datang mengucapkan salam dan mendoakan kebaikan --sembari menahan rasa amarah. 'Aisyah menjawab salam Ali dan mendoakan kebaikan pula. Gencatan senjata tercapai.

Beberapa hari kemudian, 'Aisyah dikawal untuk kembali ke Madinah. Baik Ali maupun 'Aisyah sama-sama menyesalkan keterlibatan mereka dalam Perang Unta.

 
'Aisyah menjadi korban hasutan politik. Begitupun Ali.
 
 

Menurut Ali Audah, konflik ini sesungguhnya dapat terelakkan bila berita yang disampaikan kepada 'Aisyah tentang terbunuhnya Utsman tidak dibumbui agitasi politik. Ya, 'Aisyah menjadi korban hasutan politik. Begitupun Ali.

Sejarawan mencatat, sejak saat itu 'Aisyah selalu menangis tiap mengulang-ulang bacaan surah al-Ahzab ayat 33-34. Artinya, "Dan tinggallah kamu di rumah kamu dengan tenang, dan janganlah memamerkan diri seperti orang jahiliyah dulu."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat