Polisi dan pengemudi beraktivitas didepan mobil travel gelap yang terjaring dalam operasi khusus di titk penyekatan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (11/5). Dalam kurun waktu tiga hari operasi khusus tersebut, yakni mulai 8-10 Mei, Polda Metro Jaya men | Republika/Prayogi

Opini

Pemudik dan Ancaman Sanksi

Penegak hukum seolah-olah berhadapan dengan dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu kepastian hukum dan keadilan plus kemanusiaan.

Oleh EDI SETIADI, Rektor Universitas Islam Bandung 

Tradisi mudik tahun ini dilingkupi keprihatinan. Wabah Covid-19 telah mengurangi kesyahduan Ramadhan dan keceriaan mudik Lebaran, setelah pemerintah, khususnya kepala daerah, menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Akibatnya, masyarakat dilarang keluar rumah kecuali yang benar-benar penting. Itu pun dengan syarat tetap mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Kebijakan ini berdampak pada perekonomian.

Betul, pemerintah mengeluarkan stimulus ekonomi dan bantuan sosial, tetapi ternyata tidak cukup. Ditambah, pendistribusian bantuan semrawut karena tak tepat sasaran.

Semakin melonjaknya korban Covid-19, baik yang terpapar maupun meninggal, serta untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ke daerah maka pemerintah mengeluarkan kebijakan baru.

Untuk melengkapi PSBB, keluar Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

 
Betul, pemerintah mengeluarkan stimulus ekonomi dan bantuan sosial, tetapi ternyata tidak cukup. Ditambah, pendistribusian bantuan semrawut karena tak tepat sasaran.
 
 

Larangan mudik

Bila melihat isi Kepmenhub Nomor 25 Tahun 2020 yang merupakan revisi Kepmenhub Nomor 18 Tahun 2020, ternyata tidak ada satu pun pasal yang tegas melarang mudik. Adanya larangan sementara penggunaan sarana transportasi (Pasal 1 ayat 1) yang berlaku untuk transportasi darat, transportasi perkeretaapian, transportasi laut, dan transportasi udara (Pasal 1 ayat 2).

Larangan sementara penggunaan transportasi darat pada Pasal 1 berlaku untuk sarana transportasi dengan tujuan keluar dan/atau masuk wilayah yang memberlakukan PSBB, zona merah penyebaran Covid-19 dan aglomerasi yang ditetapkan sebagai wilayah PSBB.

Penggunaan sarana transportasi disebutkan eksplisit, yaitu kendaraan bermotor umum berjenis  bus dan mobil penumpang, kendaraan bermotor perorangan berjenis mobil penumpang, bus dan sepeda motor, kapal angkutan penyeberangan, sungai, dan danau.

Larangan penggunaan pesawat udara, perkeretaapian, dan kapal laut, pemerintah akan mudah mengaturnya karena bisa memerintahkan berbagai maskapai dan perusahaan ini untuk tidak beroperasi mengangkut penumpang.

Namun, akan repot dalam melarang mobil pribadi dan ini terlihat di lapangan, betapa aparat mengalami kesulitan karena harus berdebat dengan pengendara. Akhirnya, yang terjadi adalah diskresi dari aparat tentang boleh tidaknya pengemudi mudik.

photo
Petugas Polresta Cirebon memeriksa kendaraan yang melintas di pintu Tol Cipali Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Rabu (13/5). - (Dedhez Anggara/ANTARA FOTO)

Penegakan hukum

Secara sederhana, penegakan hukum adalah bagaimana hukum itu ditegakkan oleh alat perlengkapan negara. Penegakan hukum penting untuk menegakkan kewibawaan negara terhadap produk hukum yang dihasilkannya.

Suatu produk hukum, apa pun jenisnya, bila tak dapat ditegakkan hanya akan merupakan rangkaian kata-kata kosong alias hukum yang bersifat blangko. Agar berjalan efektif dan ditaati, penegakan hukum adalah keniscayaan.

Hukum tanpa kekuasaan (negara) hanya merupakan angan-angan, tetapi kekuasaan tanpa hukum akan menimbulkan tirani.

Keseimbanganlah yang diperlukan. Aparat penegak hukum dalam pemberlakuan Kepmenhub Nomor 25 Tahun 2020 terlihat masih gamang, antara kewajiban menegakkan hukum dan perasaan empati kepada pemudik.

Penegak hukum seolah-olah berhadapan dengan dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu kepastian hukum dan keadilan plus kemanusiaan. Di situasi seperti inilah diperlukan profesionalisme dan pemahaman terhadap makna dari suatu aturan.

Penegak hukum harus melihat kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Tujuan Kepmenhub Nomor 25 Tahun 2020 ini adalah menghentikan penyebaran Covid-19. Pada titik inilah hukum diperlukan sebagai institusi netral yang menjadi pedoman bagi penegak hukum.

 
Pemilihan sanksi dalam suatu peraturan perundang-udangan harus benar-benar dipikirkan sesuai tujuan dan filosofi sanksi.
 
 

Alternatif sanksi

Dalam Pasal 6 Kepmenhub Nomor 25 Tahun 2020, terlihat sanksinya bagi pengendara yang bersikeras ingin mudik, yaitu diarahkan kembali ke asal perjalanan dan diberikan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sanksi dikembalikan ke asal perjalanan barangkali hanya menimbulkan kekecewaan. Namun, sanksi dari undang-undang lain, misalnya denda Rp 100 juta atau kurungan badan adalah sanksi yang benar-benar berat.

Pemilihan sanksi dalam suatu peraturan perundang-udangan harus benar-benar dipikirkan sesuai tujuan dan filosofi sanksi. Dalam teori hukum pidana, sanksi bertujuan memberikan rasa jera kepada pelanggar, dan di dalamnya mengandung penistaan dan penestapaan.

Dalam konteks Indonesia, sanksi bertujuan memulihkan keadaan sosial, jadi dianut prinsip keseimbangan kepentingan antara kepentingan pelaku, korban, dan negara. Salah menerapkan atau merumuskan sanksi maka akan menimbulkan faktor ‘kriminogen’.

Alih-alih mengurangi pelanggaran hukum malah menimbulkan kejahatan turunan akibat kesalahan sanksi tersebut. Dalam konteks kepastian, keadilan, dan kemanfaatan selayaknya pemerintah menerapkan sanksi bersifat sosial. Misalnya, kerja sosial dalam rentang waktu tertentu, //community service//, dan denda yang terjangkau pelanggar.

Sanksi badan atau penjara sudah tidak merupakan primadona bagi pelanggaran hukum kategori sedang seperti pelanggaran terhadap mudik ini. Harus dicari format baru sanksi yang tepat. Serta yang utama adalah penyadaraan hukum kepada masyarakat, yaitu negara yang tertib dan masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang taat kepada hukum dan berusaha tidak pernah menerabas hukum. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat