Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/4). | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

MUI Terbitkan Fatwa Shalat Id

Menag dan ormas Islam mengimbau umat Islam melaksanakan shalat Id di rumah masing-masing

 JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19. Fatwa tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan ibadah Idul Fitri dalam rangka mewujudkan ketaatan pada Allah SWT, tapi di saat yang sama tetap menjaga kesehatan.

"Fatwa ini agar dapat dijadkan pedoman untuk pelaksanaan ibadah saat Idul Fitri dalam rangka mewujudkan ketaatan pada Allah SWT, tetapi pada saat yang sama tetap menjaga kesehtan dan berkontribusi dalam memutus mata rantai penularan Covid-19," ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, kepada Republika, Rabu (13/5).

Ia menjelaskan, fatwa Nomor 28 Tahun 2020 yang dibahas sejak Rabu (6/5) lalu itu dikeluarkan dengan pertimbangan, shalat Idul Fitri merupakan ibadah yang menjadi salah satu syiar Islam. Selain itu, shalat Idul Fitri juga merupakan simbol kemenangan dari menahan nafsu selama bulan Ramadhan. "Sampai saat ini wabah Covid-19 masih menjadi pandemi nasional yang belum sepenuhnya diangkat oleh Allah SWT. Atas dasar itu muncul pertanyaan masyarakat tentang tata cara shalat Idul Fitri saat pandemi Covid-19," jelas dia.

Ada beberapa ketentuan yang ada pada Fatwa MUI No nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19 itu. Pada poin kedua disebutkan tentang Ketentuan Pelaksanaan Idul Fitri di Kawasan Covid-19. Di antaranya, jika umat Islam berada di kawasan Covid-19 yang angka penularannya menunjukkan kecenderungan menurun dan kebijakan pelonggaran aktifitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka shalat idul fitri dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushalla, atau tempat lain.

Kemudian, jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas Covid-19 dan diyakini tidak terdapat penularan, shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang/masjid/mushalla/tempat lain. Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), terutama jika ia berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali. Pelaksanaan shalat Idul Fitri, baik di masjid maupun di rumah harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan.

 

 

Ketua Komisi Fatwa MUI Prof KH Hasanuddin Abdul Fatah mengatakan, fatwa yang digodok bukan untuk mendorong umat Muslim agar menggelar shalat Id di rumah atau tempat lainnya. Sebab, ketentuan tata cara ibadah saat Covid-19 sudah dijelaskan dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Covid-19.

"Kalau soal dorongan-dorongan itu sesuai fatwa MUI sebelumnya saja (nomor 14) yang intinya menjaga agar tidak terjadi kerumunan. Kalau daerahnya zona hijau, itu silakan saja (shalat Id), tetapi harus tetap menjaga protokol kesehatan, jaga jarak, dan tidak di tempat tertutup, di luar, tidak di rumah," tutur dia.

Dia menjelaskan, hukum shalat Idul Fitri adalah sunnah muakkad, yang berarti sangat dianjurkan. Shalat Idul Fitri bisa dilakukan secara sendiri atau berjamaah. Jika berjamaah, maka minimal jamaahnya adalah empat orang, yakni satu imam dan tiga makmum. Ia mengatakan, tidak ada khutbah pun tidak masalah dan tetap sah. Sebab, khutbah dalam shalat Id bukan sebuah rukun, berbeda dengan shalat Jumat yang salah satu rukunnya adalah khutbah.

"Jadi kalau di rumah jumlah orangnya kurang dari empat orang, ya itu sendiri-sendiri saja. Kalau ada empat orang atau lebih, ya berjamaah. Dan kalau ada yang bisa berkhutbah (di dalam rumah), silakan," tutur dia.

Menteri Agama Fachrul Razi mengimbau umat Islam agar menyambut Idul Fitri dengan tetap tinggal di rumah, termasuk dalam melaksanakan shalat di hari raya nanti. Menurut Menag, hal tersebut menjadi bagian dari empati dan komitmen umat Islam sebagai umat bergama dalam membantu mencegah penyebaran Covid-19. 

"Salat Id jangan ditinggalkan, tapi diselenggarakan bersama keluarga di rumah, sesuai teladan Rasulullah SAW yang tidak pernah meninggalkan shalat Id," kata Fachrul, dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5). 

Fachrul berharap para ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), dapat terus memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang hukum fikih Islam dan tata cara Salat Idul Fitri yang merupakan sunnah muakkadah atau sunah yang sangat dianjurkan. 

Ia juga mengingatkan umat agar saling berbagi kebahagiaan dan kepedulian terhadap orang-orang lain yang membutuhkan bantuan. "Pandemi Covid-19 tidak boleh mengurangi kebahagiaan dan kegembiraan kita dalam menyambut Idul Fitri 1441 H. Mari berbagi kepedulian kepada yang memerlukan agar mereka juga dapat berlebaran seperti kita semua," katanya. 

 photo

Warga membaca dan menghafal ayat Al Quran di Mushola Al Washilah, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/4/2020). - (Makna Zaezar/ANTARA FOTO)

Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU KH Misbahul Munir dalam kesempatan terpisah menjelaskan, dalam fikih Islam, para ulama membolehkan umat Islam shalat Idul Fitri di rumah. Dia pun mengimbau umat yang tinggal di zona merah melaksanakan sholat Idul Fitri di rumah. “Secara fikih banyak pendapat ulama yang mengatakan shalat Idul Fitri bisa dilaksanakan di rumah,” kata dia. 

Kiai Misbah berbagi cara melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah. Sholat Id dua rakaat dikerjakan sebelum khutbah. Berbeda dengan pelaksanaan sholat Jumat, tidak ada adzan dan iqamah sebelum shalat Idul Fitri.

Dalam melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah, LD PBNU menyarankan semua keluarga mendengarkan khutbah. Anggota keluarga yang ditunjuk sebagai imam, tidak perlu berkhutbah secara panjang, cukup memenuhi rukunnya, yaitu membaca alhamdulillah, shalawat, membaca ayat Alquran, wasiat takwa, dan berdoa memohon ampunan. Demikian pula khutbah kedua.

 
Bahkan, Imam Bukhari mengatakan juga bisa dilakukan di rumah dan beliau mengutip sahabat Anas diperintahkan oleh Rasulullah untuk mengerjakannya di rumah karena dia luput dari shalat di lapangan.
Prof Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah 
 

Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, maka seluruh keluarga boleh bersalaman untuk saling bermaafan. "Asalkan seluruh anggota keluarga diyakini bebas dari virus Covid-19," kata dia. 

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah Prof Syamsul Anwar mempersilakan umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di rumah. Karena, sampai saat ini pemerintah belum menyatakan bahwa penyebaran virus Covid-19 sudah selesai.

Menurut dia, pelaksanaan shalat Idul Fitri sebaiknya memang dilaksanakan di lapangan terbuka atau di masjid. Namun, dalam keadaan darurat Covid-19, dia mengimbau umat Islam agar tahun ini melaksankan shalat Idul Fitri di rumah.

“Kalau pemerintah belum menyatakan negeri kita clear dari pandemi Covid-19, maka shalat Idul Fitri yang semestinya dilakukan di lapangan, maka karena keadaan darurat dilakukan di rumah. Jadi dimbau untuk dapat melaksanakan di rumah masing-masing,” ujarnya kepada Republika, Selasa (12/5).

Dalam konteks ini, menurut dia, sejumlah fatwa yang dikeluarkan juga memperbolehkan umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah bersama keluarga. Misalnya, ayah atau anak laki-lakinya yang sudah dewasa bisa bertindak sebagai imam, sedangkan anggota keluarga lainnya menjadi makmum.

“Bahkan, Imam Bukhari mengatakan juga bisa dilakukan di rumah dan beliau mengutip sahabat Anas diperintahkan oleh Rasulullah untuk mengerjakannya di rumah karena dia luput dari shalat di lapangan,” ucapnya. 

photo
Seorang perempuan membaca Al Quran di Masjid Agung Baitur Makmur, Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (25/4). - (SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO)

Syamsul menjelaskan, tata cara pelaksanaan shalat Idul di rumah sama saja dengan pelaksanaan Idul Fitri di lapangan terbuka. Pada rakaat pertama diawali dengan takbiratul ihram dan tujuh kali takbir, sedangkan pada rakaat kedua membaca takbir sebanyak lima kali (selain takbir saat berdiri).

“Yang berbeda cuma tempatnya. Sejumlah fawa juga berpendapat boleh tidak khutbah, karena hukum khutbah itu sunnah. Tapi kalau bisa berkhutbah, boleh berkhutbah singkat,” kata dia. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat