
Nasional
Penyelamatan Sekolah Swasta Disiapkan
Intervensi sekolah swasta oleh pemerintah jangan hanya meliputi dana BOS.
JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengeluarkan kebijakan terkait sekolah swasta yang mengalami kesulitan ekonomi karena Covid-19. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, mengatakan, kebijakan itu tengah disiapkan.
"Tunggu, ya, kami (akan) keluarkan kebijakan terkait hal tersebut," ujar dia saat dihubungi Republika, Selasa (5/5).
Nahdiana tak menjawab secara detail mengenai bentuk kebijakan yang dimaksud, entah berupa pemberian bantuan suntikan dana untuk sekolah swasta atau ada skema lain. Namun, ia menegaskan, semua peserta didik harus tetap mendapatkan pembelajaran dalam kondisi apa pun. "Peserta didik yang tidak mampu membayar, harus dipastikan dapat mengikuti pembelajaran," ujar dia.
Diketahui, sejumlah pemerintah daerah lain telah mengeluarkan skema bantuan untuk sekolah swasta yang secara finansial terdampak pandemi virus korona. Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada pertengahan April lalu menyatakan memberi subsidi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) untuk sekolah swasta di Kepri.
Pelaksana Tugas Gubernur Kepri, Isdianto, mengatakan, subsidi itu akan diberikan kepada SMA, SMK, dan MA swasta di seluruh Kepri selama tiga bulan. Dinas Pendidikan Kepri diminta segera menghitung dan mengeksekusi subsidi itu.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menyiapkan program Gratis dan Berkualitas (Tisatas) berupa SPP gratis bagi sekolah SMA/SMK negeri dan subsidi SPP untuk SMA/SMK swasta. Dengan subsidi SPP bagi sekolah SMA SMK swasta, orang tua siswa bakal membayar SPP dengan jumlah sebesar selisih antara kewajiban SPP dari sekolah dan besaran subsidi yang diberikan oleh Pemprov Jawa Timur.
Di pusat, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad menyebut ada 56 persen sekolah swasta yang mengalami kesulitan finasial. Mereka telah meminta bantuan untuk menghadapi krisis Covid-19.
"Memang ini belum ada skema khusus untuk membantu. Kecuali kemarin yang kita melakukan relaksasi penggunaan dana BOS (bantuan operasional sekolah),\" kata Hamid dalam rapat daring bersama Komisi X DPR pada Selasa (28/4).

Di dalam peraturan sebelumnya, dana BOS boleh digunakan untuk membayar guru honorer maksimal 50 persen dari total yang diterima sekolah. Saat ini, peraturan tersebut diubah dan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonsia (FSGI) Satriawan Salim mengakui, kemampuan ekonomi sekolah maupun institusi pendidikan swasta terdampak keras oleh wabah Covid-19. Dia meminta pemerintah mengambil peran besar dalam membantu keuangan mereka.
"Kemendikbud, Kemenag, dan daerah harus intervensi, ya, kan? Apa itu Kemendikbud, Kemenag, khususnya lagi pemda (pemerintah daerah)," ujar Satriawan kepada Republika, Selasa (5/5).
Intervensi yang dapat dilakukan pemerintah, kata dia, tidak hanya meliputi dana BOS. Sebab, dana BOS hanya meliputi biaya-biaya tertentu. Satriawan mencontohkan, di sekolah swasta, gaji guru tetap tak bisa diambil dari dana BOS karena peruntukannya hanya ditujukan bagi guru honorer.
"Memang, di sini tidak ada legal standing pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, untuk mengintervensi swasta. Memang belum ada. Tetapi, setidaknya Kementerian ini punya peran dalam hal intervensi keuangan," kata dia.
Ketua Komisi X (Pendidikan) DPR Syaiful Huda juga mendesak pemerintah untuk segera merumuskan skema bantuan bagi swasta, dari PAUD hingga perguruan tinggi. Sebab, swasta sangat penting bagi pendidikan di Indonesia. “Jika mereka dibiarkan begitu saja mengalami kesulitan biaya operasional maka bisa dipastikan angka putus sekolah maupun drop out (DO) akan meningkat pesat dalam waktu dekat,” kata dia.
Terdampak
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sekitar 56 persen sekolah swasta di Tanah Air kesulitan akibat pandemi Covid-19. Pemerintah diminta membantu operasional sekolah tersebut.
"Survei yang kami lakukan, sekitar 56 persen sekolah swasta yang ada minta agar pemerintah membantu pada masa krisis ini," ujar Pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta, Rabu (29/4).
Survei yang dilakukan Kemendikbud juga menyebutkan sekitar 60 persen siswa di sekolah negeri dan swasta meminta agar SPP dibayar 50 persen. Wabah Covid-19 membuat sejumlah orang tua siswa mengalami kendala keuangan, yang berkorelasi dengan kemampuan dalam membayar SPP. Sementara operasional sekolah swasta, sebagian besar masih mengandalkan SPP yang berasal dari siswa.
"Untuk SD dan SMP negeri tidak masalah, karena mereka tidak membayar SPP. Namun untuk SMA dan SMK negeri maupun sekolah swasta memiliki kewajiban untuk membayar SPP," kata dia.
Hamid menambahkan untuk SMA dan SMK negeri, yang menentukan besar pembayaran SPP itu adalah dinas pendidikan. Untuk itu, dia meminta agar sekolah dapat berkonsultasi dengan dinas pendidikan jika ada kemungkinan opsi penurunan SPP. "Nah yang paling berat itu sekolah swasta. Karena belum ada skema khusus untuk membantu mereka," kata dia.
Kemendikbud telah melakukan pelonggaran batasan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOP PAUD dan Kesetaraan, yang mana tidak ada lagi batasan maksimal 50 persen untuk gaji guru honorer. "Bahkan ekstremnya bisa digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer seluruhnya, dengan catatan tidak ada untuk pembelian pulsa atau kuota internet maupun langganan layanan pendidikan berbayar," kata Hamid.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.