Ar-Razi, Ilmuwan Muslim | Metaexistence.org

Opini

Ibrah Menangani Wabah dari Abu Bakar Al-Razi

Wabah mengubah stabilitas sosial. Kehidupan yang semula begitu dinamis, mendadak menjadi sepi.

Oleh Nurizal Ismail

Ketua Alumni & Dosen Prodi Ekonomi Syariah Tazkia

 

Covid-19 merupakan penyakit yang mewabah ke seluruh penjuru dunia. Virus ini tengah menjadi perhatian seluruh masyarakat, karena begitu cepat membobol imunitas tubuh manusia dan membuatnya sakit. 

Berdasarkan catatan WHO pada Rabu (29/4), terdapat 3.128.995 kasus positif, 951.030 orang telah sembuh dan 217.094 meninggal dunia akibat korona. Sedangkan di Indonesia sendiri per tanggal yang sama, kasus virus korona mencapai 9.771 kasus. Jumlah pasien sembuh mencapai 1.391 orang dan meninggal 784 orang.

Wabah bukan hal baru di dunia. Sebab sejak zaman dulu, fenomena semacam itu sudah terjadi. Pada masa Rasulullah dan sahabat terdapat sejumlah wabah yang mengakibatkan tokoh Muslim meninggal dunia. Pada masa khilafah islamiyah pun demikian. 

Wabah adalah pengulangan sejarah. Yang membedakan satu wabah dan lainnya adalah jenis penyakitnya. Wabah Justinian (The plague of justinian)  misalkan, memuncak pada tahun 541–542  masehi, dan kasus wabah ini tercatat sampai pertengahan abad ke delapan, seperti yang dicatat Edward Gibbon dalam The History of The Decline and The Fall of The Roman Empire.

Bermula dari kapal kotor yang di dalamnya terdapat tikus, ruang-ruang di dalamnya menjadi tempat bibit penyakit tumbuh dan masuk ke dalam tubuh para awak kapal. Mereka kemudian mengalami demam pes yang mengakibatkan kematian. Wabah ini menjangkiti wilayah timur kekaisaran Romawi, yaitu Konstantinopel. Bahkan kaisar Justinian ikut terserang wabah tersebut. Tercatat dalam sejarah, kematian akibat epidemi ini mencapai 100 juta korban. Setiap harinya ada lima ribu orang kehilangan nyawa.

Tradisi Islam mengambil hikmah dari berbagai wabah dan mengkajinya untuk menjadi pengetahuan dan pondasi peradaban. Karena itu. pembahasan tentang wabah menjadi perhatian para ‘ulama dalam sejarah Islam. Misalnya, jauh sebelum Ibnu Sina menuliskannya dalam al-Qanun fit Thib, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi telah membahasnya dalam beberapa karya monumental dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Persia dan Urdu. 

Ia adalah penulis produktif bidang kedokteran. Wabah juga masuk dalam pembahasannya, seperti dalam kitab yang disusunnya al-Jadari wa al-Hasabah, al-Mansuri fill Thib, dan al-Hawi fil Thibb. Kitab pertama berupa risalah wabah cacar dan campak yang sangat komprehensif dan pertama dalam sejarah kedokteran Islam yang membahasnya. 

Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Venizia (1565) dengan judul De Variolis et morbilis diikuti dengam bahasa dunia lainnya. Kitab yang kedua ia dedikasikan kepada Al-Mansur Ibn Ishaq, Gubernur Khurassan. Kitab yang terakhir merupakan buku ensiklopedia kedokteran yang di Barat dikenal dengan Liber Continens

 

 

Catatan dan gagasan Abu Bakar ar-Razi tentang kedokteran terkait erat dengan pengalaman hidupnya yang memang berkecimpung dalam bidang tersebut. Murid Hunayn bin Ishaq (abad kesembilan masehi) ini memimpin rumah sakit di Baghdad pada masa al-Mu'tashim. Juga  dan kota kelahirannya Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania.

 

 
 

Sepanjang pengalamannya mengelola bimaristan, dia meneliti berbagai macam penyakit, terutama yang bersifat menular. Dalam catatannya, penyakit menular mengubah tatanan dan stabilitas sosial. Kehidupan yang semula begitu dinamis, mendadak menjadi vakum. Daerah yang terserang wabah akan terlihat sepi, karena masyarakat di dalamnya lebih memilih mengurung diri di rumah, bahkan ada yang hijrah ke kota lain demi mendapatkan kehidupan lebih baik.

Kitab al-Hawi fit Tibb Juz 23 menjelaskan tentang penyakit-penyakit menular yang seperti kudis, TBC, cacar dan campak. Penyebaran penyakit tersebut disebabkan oleh kontak secara langsung. Pakaian yang digunakan si pengidap penyakit, dikenakan juga oleh penghuni lainnya. Juga sering bertatap muka dalam jarak dekat, sehingga bakteri dan virus yang ada di dalam tubuh si pengidap masuk ke dalam tubuh penghuni lainnya. 

Penularan semacam ini juga terjadi dalam kasus virus korona. Penularan terjadi melalui kontak antara si pengidap dan orang lain. Jika hal ini dibiarkan, maka akan semakin banyak orang terserang wabah korona yang kini mengganggu stabilitas bangsa. 

Karena itu segala bentuk penyebab wabah atau penyakit menular yang termasuk virus korona harus dihindari. Negara yang menjadi pelindung masyarakat, harus berperan aktif menangani menangkal dan menutup pintu-pintu penyebaran wabah, juga menyembuhkan para pengidapnya. Hal itu harus diprioritaskan sebagai bentuk penjagaan jiwa (hifzun nafs) yang merupakan komponen dari maqasid al-khomsah.

Beberapa nasihat ar-Razi tentang penyebaran wabah penyakit sangat menginspirasi keadaan yang di alami dunia saat ini berupa wabah Covid-19. Dalam Kitab al-Mansur fit Tibb Bab empat, dia mengatakan transportasi umum harus dihentikan. Orang-orang tidak boleh berkumpul di tempat keramaian selama wabah menyebar.  Orang-orang harus meninggalkan daerah yang terjangkit wabah. Rumah dan kemah-kemah militer harus berada di lokasi yang tinggi di atas arah angin. Pasien yang berbau busuk dan terjangkit wabah harus ditangani ahli medis. 

Strategi semacam itu dimaksudkan untuk membatasi orang yang terkena wabah dengan yang masih sehat. Keduanya tidak boleh bertemu. Dengan begitu, rantai penularan wabah terputus. Penyakit tak punya kesempatan untuk menyebar lebih luas.

Sedangkan tenaga medis fokus menyembuhkan pasien yang ada. Para pasien dirawat di bimaristan dengan berbaring dan mengonsumsi obat-obatan.

 

 

Anjuran ahli kedokteran semacam ar-Razi ini telah menginspirasi kedokteran modern seperti saat ini. Banyak negara menerapkannya untuk menekan penyebaran wabah dan menyembuhkannya, sehingga stabilitasnya terjaga. 

 

Nurizal Ismail
 

Malaysia menggunakan istilah Malaysia Movement Control (MCO), Indonesia menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Intinya semua istilah tersebut adalah lock down. yang membedakan hanya skalanya apakah dilakukan secara temporer atau total seperti yang dilakukan Cina. Bagi yang sudah terjangkit wabah, maka harus diisolasi tidak boleh dibiarkan berdekatan dengan orang-orang yang sehat. 

Lembaga kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) menganjurkan pengasapan atau penyemprotan pada benda-benda mati untuk membunuh virus dan bakteri. Sedangkan masyarakat dianjurkan untuk melaksanakan pola hidup bersih seperti mencuci tangan, mengenakan masker, mengonsumsi makanan bergizi, dan olahraga.

Nasihat ar-Razi yang lain terdapat dalam kitabnya al-Jadari wal Hasabah untuk menghadapi penyakit menular.  Dia menganjurkan untuk mengonsumsi serat yang terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Apel, anggur, buah delima (pomegranate), air soya, and lemon, merupakan buah-buahan kaya gizi (hal 203). 

Delima merupakan buah yang banyak dicatat ilmuwan Islam sebagai penyembuh. Manfaat pengobatan dengan buah delima tersebar luas ke berbagai penjuru dunia, seperti di timur, mediterania, dan Afrika. Buah yang juga disebut Rumman ini tercatat dalam daftar obat-obatan penyembuh 15 penyakit (Levin GM: 2006).

Mengonsumsi buah-buahan tersebut juga sangat mungkin membentengi diri kira dari wabah Covid-19. Itulah nasihat-nasihat ar-Razi tentang wabah yang saat ini masih sangat relevan dalam kondisi Covid-19 yang kita alami ini.

 

Tentang ar-Razi

Sang alim yang disebut Rhazes dalam peradaban Barat ini dilahirkan pada tahun 204 Hijriah atau 854 Masehi di kota Ray yang merupakan pusat kota Dinasti Samaniyyah. Saat ini kita mengetahui daerah tersebut sangat dekat dengan Teheran, Iran.  Ray merupakan tempat kelahiran sejumlah ulama terkenal. Sebut saja Fakhruddin ar-Razi yang dikenal dengan kajian tafsir Mafatihul Ghayb. 

Lainnya adalah Abu Zur'ah ar-Razi (194-264 H), ahli hadis yang terkenal di Baghdad. Kemudian Abu Hatim ar-Razi, ulama ahli hadis yang wafat 890 M, ayah dari Ibnu Abi Hatim, dan Amin Razi, seorang Geografer dari Persia abad ke-16 M.

Abu Bakar ar-Razi meninggal pada 313 Hijriyah atau 925 Masehi. Selain terkenal sebagai seorang yang ahli di bidang kedokteran, ia juga menguasai bidang lainnya seperti filsafat, sastra, matematika, dan kimia. Karyanya  telah menginspirasi dunia kedokteran hingga saat ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat