Warga beraktivitas di kawasan Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu (18/4). | Abdan Syakura/Republika

Kabar Utama

Jaga Kedisiplinan

Penularan di DKI Jakarta menunjukkan potensi melandai.

 

JAKARTA -- Pemerintah menargetkan angka penambahan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia bisa turun drastis pada Juni 2020 mendatang. Dengan begitu, diharapkan masyarakat di Ibu Kota dan daerah lain di Tanah Air bisa kembali beraktivitas secara normal pada Juli nanti.

Namun, target tersebut bukan tanpa syarat. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyampaikan, Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan dalam rapat-rapatnya agar tes cepat atau rapid test dilakukan secara masif kepada masyarakat pada April dan Mei ini.

Selain itu, Presiden juga meminta agar pelacakan serta penjejakan terhadap pasien positif Covid-19 bisa dipercepat. Contact tracing ini dilakukan demi mencari sebanyak mungkin pasien terduga terinfeksi virus korona dan dilakukan pemeriksaan spesimen. Bila hasilnya positif, pasien tersebut bisa segera dirawat atau dilakukan isolasi mandiri di rumah.

"Presiden meminta kita semua untuk mengajak masyarakat lebih patuh dan aparat supaya lebih tegas agar pada Juni mendatang kita mampu menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia. Sehingga, pada Juli diharapkan kita sudah bisa mulai mengawali hidup normal kembali," ujar Doni seusai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (27/4).

Dalam kesempatan yang sama, Doni juga menyampaikan kondisi terkena perkembangan kasus Covid-19 di DKI Jakarta sebagai zona merah penyebaran infeksi virus korona di Indonesia. Menurut dia, penambahan kasus positif telah melambat dengan cukup pesat di Ibu Kota.'



"Dan, saat ini telah mengalami flat dan kita doakan semoga tidak terlalu banyak kasus positif yang terjadi. Ini karena PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang telah berjalan dengan baik. Bapak Gubernur DKI telah laporkan Presiden tentang hasil yang dicapai selama pelaksanaan PSBB," kata Doni menjelaskan.

Merujuk catatan corona.jakarta.go.id, penularan di DKI mulai melonjak pada 6 April lalu di angka 148 kasus per hari. Pemerintah Pusat kemudian menyetujui PSBB pada 10 April. Sejak itu, masih terjadi lonjakan pada 12 April (179 kasus) dan 16 April (223 kasus).

Sempat terjadi lonjakan lagi pada 21 April (167 kasus), tetapi sejak itu angkanya terus menurun hingga menyentuh rekor terendah sepanjang April dengan 65 kasus pada 26 April. Bagaimanapun, terjadi lagi kenaikan penularan per hari kemarin pada 86 kasus.

Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, memaparkan, sebanyak 338 orang dinyatakan telah sembuh, dari total 3.832 orang kasus positif dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 375 orang. “Sebanyak 1.955 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit, dan 1.157 orang melakukan self isolation di rumah. Dan, sebanyak 969 orang menunggu hasil laboratorium,” ujarrnya, Senin (27/4).

Ani menambahkan, untuk rapid test saat ini masih terus berlangsung di enam wilayah kabupaten/kota DKI Jakarta dan Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai (PPKP). Total sebanyak 72.618 orang telah menjalani rapid test, dengan persentase positif Covid-19 sebesar 4 persen. Perinciannya, 2.881 orang dinyatakan positif Covid-19 dan 69.737 negatif.

Sebelumnya, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) Amin Soebandrio memperkirakan ada dua kemungkinan skenario puncak kurva penyebaran Covid-19 di Indonesia. Amin menjelaskan, skenario pertama lebih cepat mencapai puncak dalam dua hingga tiga pekan mendatang.

 
Presiden meminta kita semua untuk mengajak masyarakat lebih patuh dan aparat supaya lebih tegas agar pada Juni mendatang kita mampu menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia. Sehingga, pada Juli diharapkan kita sudah bisa mulai mengawali hidup normal kembali.
Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
 

Namun, jumlah kasus positif akan tinggi sekali, bisa mendekati 100 ribu kasus positif. Setelah itu, kasus diperkirakan akan turun tajam juga. Skenario ini bisa berbahaya karena kapasitas rumah sakit dan kemampuan tenaga medis belum tentu bisa merawat 100 ribu orang dalam satu waktu.

Skenario kedua, dengan melandaikan kurva penyebaran. "Barangkali dalam dua tiga pekan 10 ribuan jumlahnya, kita harapkan tidak lebih dari 15 ribu," kata Amin menjelaskan.

Ia memperkirakan, puncak kurva ini bisa terjadi akhir Mei atau awal Juni. Sedikit lebih lama, tetapi puncak yang terjadi tidak begitu tinggi. Ia juga menambahkan, skenario ini akan bisa berhasil dengan partisipasi masyarakat yang disiplin menaati PSBB.

Sementara itu, dokter spesialis paru-paru Rumah Sakit (RS) Persahabatan Andika Chandra Putra menilai Indonesia sudah melewati fase inisiasi atau awal gelombang penyebaran pandemi Covid-19, pekan lalu. Setelah fase awal tersebut, Indonesia kemudian akan memasuki fase akselerasi, yang ditunjukkan dengan laporan kasus baru yang terus meningkat.

Kemudian, Indonesia harus mencegah adanya gelombang kedua penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit Covid-19.Gelombang kedua tersebut, menurut dia, berdasarkan penemuan kasus di luar negeri ditandai dengan pengulangan kasus infeksi pada seseorang yang sebelumnya telah dinyatakan negatif dari virus berbahaya itu.

 
Penyangga
CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali mengatakan, melihat pola data kasus terkonfirmasi Covid-19 di DKI Jakarta pada empat sampai lima hari terakhir, sudah pada posisi hampir puncak. Akan tetapi, menurut dia, kapan berakhirnya Covid-19 di Ibu Kota belum bisa dipastikan selama kasus di daerah penyangga masih tinggi.




"Kalau kita lihat data Jawa Barat misalnya, kabupaten/kota yang paling banyak kasus positif itu di Depok misalnya, selama di kota penyangga, di Bodetabek kasusnya masih tinggi maka kita tidak bisa pastikan kapan Jakarta ini akan selesai waktunya," ujar Hasanuddin saat dihubungi Republika, Senin (27/4).

Ia mengatakan, dari sisi pertumbuhan harian kasus Covid-19 di Jakarta memang cenderung melambat kendati masih ada beberapa penambahan kasus baru. Secara umum, tren kasus Covid-19 di Jakarta cenderung menurun, selama tidak melampaui rekor peningkatan kasus harian.

Jakarta, jelasnya, masih menjadi episentrum Covid-19 karena per 25 April 2020, sebanyak 44,2 persen pasien Covid-19 di Indonesia berasal dari Jakarta. Kendati demikian, persentase itu menurun dari sebelumnya mencapai 70 persen.

Penurunan kasus Covid-19 di Jakarta, menurutnya, salah satunya efek dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketika mobilitas orang berkurang, termasuk berkurangnya pergerakan antardaerah di Jabodetabek, membuat kepadatan penduduk juga berkurang.

Sehingga, potensi penyebaran virus corona menjadi berkurang. Selain itu, kata Hasanuddin, sejumlah warga juga sudah ada yang mudik sejak belum diterapkannya PSBB mengurangi penambahan kasus baru Covid-19 di Jakarta.

Namun, ia mengingatkan pemerintah untuk waspada terhadap peningkatan Covid-19 di luar Jakarta. Sebab, beberapa wilayah baik di Pulau Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan seperti Sulawesi dan Sumatra. 

Di sisi lain, sebesar 31 persen kasus Covid-19 secara nasional berasal dari Pulau Jawa selain Jakarta. Penduduk Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah juga lebih banyak dibandingkan Jakarta yang berpotensi adanya penularan Covid-19 yang lebih besar. 

"Jadi peluang untuk masih naik itu masih cukup tinggi. Jadi kita harus pandai membedakan antara memang di Jakarta turun ya kecenderungan, tapi secara nasional kita itu masih jauh dari puncak, masih naik terus posisinya," jelas dia.

Hasanuddin juga mengingatkan pemerintah agar tidak melemah dalam menangani Covid-19 saat kasus di Jakarta menurun. Menurutnya, lebih berbahaya ketika penambahan kasus Covid-19 terjadi di luar Jakarta karena ketersediaan fasilitas dan akses kesehatan. 

"Pemerintah tidak boleh kendur, enggak boleh bias Jakarta, karena kalau kita lihat apa beberapa kasus terdahulu terlalu bias Jakarta, jadi ketika beres sudah dianggap persoalan selesai. Padahal jauh lebih berbahaya kalau terjadi di luar Jakarta karena fasilitas kesehatannya rendah terus juga akses masyarakat terhadap kesehatan juga jauh-jauh," kata dia.

Hasanuddin menambahkan, beberapa analisis dan peneliti termasuk Alvara menyebutkan, kemungkinan puncak kasus Covid-19 pada pertengahan Mei sampai akhir Mei. Hal ini tentunya dibarengi sikap pemerintah yang konsisten memberantas virus corona, termasuk lebih transparan dalam mengungkapkan data pasien.

 "Kalau kita lihat beberapa analisis dan peneliti termasuk kita juga itu kemungkinan di pertengahan Mei sampai akhir Mei itu terjadi puncak," kata dia.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat