Polisi merilis penangkapan kembali narapidana asimilasi karena terlibat aksi pencurian sepeda motor di Mapolres Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (22/4/2020). Dua dari tiga residivis yang berhasil ditangkap ini (satu residivis lain masih buron) d | Destyan Sujarwoko/ANTARA FOTO

Tajuk

Kerawanan di Tengah Wabah

Di tengah situasi covid 19 ini mau tidak mau kita harus menambah ekstra waspada akan aksi kejahatan.

Kita sudah menduga dampaknya akan seperti ini. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bulan lalu merilis kebijakan yang kontroversial. Ditjen Pemasyarakatan melepas dini puluhan ribu narapidana ke masyarakat. Alasan Yasonna: Untuk mencegah potensi penularan di lapas (lembaga pemasyarakatan). 

Argumen menteri memang bagus dan faktual. Kondisi lapas di Indonesia sudah teramat penuh. Melebihi kapasitas. Situasi ini bisa menjadi tragedi kalau satu narapidana tertular virus covid-19 dari luar. 

Maka untuk mencegah itu dibuatlah kebijakan yang frontal. Seluruh narapidana yang bakal bebas tahun ini, sudah menjalani 2/3 masa tahanan, berkelakuan baik, apalagi yang berumur uzur, dilepas dini. Total napi yang mendadak menikmati udara bebas mencapai 35 ribu lebih. Awalnya Yasonna hanya menjanjikan 30 ribuan napi.

Sedari awal kebijakan Yasonna dikritik keras karena kita melihat potensi kerawanan sosial akan menjadi bertambah. Narapidana yang dilepas amat mungkin menjadi kambuh lagi karena situasi kondisi di luar sel tidak memungkinan untuk mereka berasimilasi dengan baik ke masyarakat.

Mengapa? Pertama, dalam wabah covid 19 ini melepas 35 ribu orang dari yang tadinya di dalam 'karantina hukum' dengan pergerakan fisik terbatas, jaminan makanan, justru makin menambah potensi narapidana terkena virus korona. 

Masalah lanjutan yang lebih besar adalah eks napi keluar penjara tentu membutuhkan pekerjaan. Wabah korona membuat perusahaan gulung tikar, menghentikan operasi, merumahkan karyawan, melakukan pemutusan hubungan kerja dan lain sebagainya. Data terakhir Kementerian Koordinasi Perekonomian memperlihatkan sudah ada 1,5 juta karyawan korban dirumahkan dan PHK!

photo
Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Ardyan Yudo Setyantono (tengah) merilis penangkapan kembali narapidana asimilasi karena terlibat aksi pencurian sepeda motor di Mapolres Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (22/4). - (Destyan Sujarwoko/ANTARA FOTO)

Kini pekerja yang baru saja kehilangan mata pencahariannya, dan eksnapi yang baru dikeluarkan dari lapas, sama-sama harus mencari ladang kerja. Bagi pekerja, masih ada kemungkinan dibantu oleh program pemerintah berupa jaminan sosial kartu pra kerja. Namun bagi eks napi yang baru keluar? Apa yang tersisa untuk mereka? 

Kemenkumham tidak menjelaskan, kalaupun itu ada, program bantuan eks napi yang baru keluar dalam situasi seperti ini. Padahal seharusnya ada. Eks napi dalam jumlah banyak bisa menjadi tenaga kerja khusus untuk manufaktur peralatan medis seperti masker maupun pakaian medis. 

 
Itulah harga yang harus dibayar publik dari sebuah kebijakan yang salah perhitungan.
 
 

Pemerintah pun tidak menjelaskan dalam skema paket kebijakan bantuan pra kerja ini adakah untuk yang eks napi. Dalam skenario paling buruk, kini pemerintah dan warga harus berhadapan dengan 35 ribu orang eks napi tanpa pekerjaan yang harus menghidupi dirinya! 

Jalan pintas yang paling dekat bagi mereka adalah kembali kambuh. Adakah pilihan lain? Tanpa situasi covid 19 pastinya ada dan cukup besar. Namun dengan situasi covid, pintu pilihan itu makin tertutup bagi mereka.

Dalam sepekan terakhir kita melihat di media elektronik, media sosial bagaimana aksi kejahatan kembali marak. Pencurian kendaraan bermotor, begal motor, perampokan toko ritel kecil, pembajakan, penyusup masuk ke rumah, dan lain sebagainya. Beberapa dari mereka mengaku baru saja dibebaskan dari penjara. Di Jawa Timur, Kantor Kanwil Kemenkumham mengaku sudah ada empat kasus kambuhan akibat kebijakan kemarin.

Memang Kemenkumham berjanji eks napi yang kambuh akan menjalani hukuman lebih berat dengan masuk sel isolasi. Tapi di sini kemudian masalah baru terjadi. Karena eks napi harus masuk tahanan polisi dulu. Mereka masuk tahanan polisi dengan potensi tertular covid 19 lebih besar lagi. Bilamana mereka tertular, maka membahayakan seisi tahanan polisi dan kantor polisi terkait.

Itulah harga yang harus dibayar publik dari sebuah kebijakan yang salah perhitungan. Sebenarnya kebijakan ini tanpa masalah kalau tak ada wabah. Toh memang para napi tersebut akan bebas pada tahun ini. Yang menjadikannya problem besar adalah secara bersamaan mereka keluar menjadi potensi tambahan kerawanan sosial.

Lalu bagaimana? Di tengah situasi covid 19 ini mau tidak mau kita harus menambah ekstra waspada akan aksi kejahatan. Warga beserta RT/RW, polisi, petugas kemenkumham dan tentara sudah diimbau untuk hati hati dengan aksi kejahatan yang terjadi. Kemenkumham harus berbesar hati mengakui kebijakan mereka yang ini kembali blunder dan meresahkan publik. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat