Bank Wakaf Mikro. Petugas menghitung angsuran nasabah di Bank Wakaf Mikro Almuna Berkah Mandiri di komplek Ponpes krapyak, Yogyakarta, Rabu (12/2) | Wihdan HIdayat/Republika

Opini

Strategi Wakafpreneur

Wakafpreneur berpotensi memberikan nilai tambah bahkan menciptakan nilai baru

Oleh IMAM NUR AZIS, Anggota Badan Wakaf Indonesia

Pada Ramadhan 1411 H yang mulia ini, mari kita meningkatkan ketakwaan dengan selalu berupaya memajukan wakaf di Indonesia. Wakaf adalah bukti puncak ketakwaan seseorang dalam berinteraksi dengan Allah melalui harta yang dimilikinya.

Bahkan, tidak hanya interaksi harta, tetapi interaksi pada apa yang diberikan Allah kepada hamba-Nya berupa waktu, ilmu, dan kelebihan lain yang bermanfaat. Jika itu kita manfaatkan, menjadi investasi akhirat yang akan menjadi pasif pahala.

Artinya, pahala ini  terus mengalir walaupun manusia tersebut sudah meninggalkan dunia. Sebagaimana, hadis yang selalu kita ingat, ketika anak Adam mati, semua amalnya telah terputus kecuali tiga hal.

Ketiga hal itu adalah sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh serta salehah yang mendoakan orang tuanya. Para ulama sepakat, yang disebut amal jariyah adalah esensinya berwakaf. Namun, kita juga diperintahkan Allah untuk selalu memperbaiki diri.

Dalam Alquran surat ke-13 ayat ke-11 disebutkan, sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya. Demikian juga dalam berwakaf, hendaknya kita memperbaiki cara, model, atau variasi berwakaf.

Selama ini, secara tradisional wakaf hanya dikenal demikian sederhana, yakni seputar masjid, madrasah, dan makam (3M). Tidak ada yang salah, tetapi seiring perkembangan zaman alangkah baiknya dilakukan inovasi agar harta wakaf lebih produktif.

Bagaimana caranya agar inovasi wakaf bisa dilakukan? Tulisan sederhana ini membahas strategi pengembangan inovasi wakaf melalui 5C, yang terdiri atas campaign, create, convert, competent, dan comply.

Apa yang disebut campaign? Strategi ini meliputi kampanye atau sosialisasi dan literasi tentang wakaf. Lebih dikenal dengan edukasi wakaf. Rangkaian edukasi hendaknya dilakukan terstruktur, sistematis, dan masif.

 
Rangkaian edukasi hendaknya dilakukan terstruktur, sistematis, dan masif.
 
 

Edukasi wakaf harus menyasar, baik anak-anak muda atau milenial maupun generasi tua. Program ini hendaknya dikelola secara daring melalui medsos serta berbagai perangkat daring lainnya yang disukai generasi milenial.  

Untuk kegiatan luring, contohnya kampanye wakaf ke sekolah, seminar, konferensi, serta wakaf goes to campus. Semua kegiatan ini dilakukan terus-menerus sehingga semua terpapar pengetahuan tentang wakaf.

Strategi kedua, yakni create. Ini merupakan program untuk mendukung ekosistem wakaf yang terdiri atas waqif, nazir (pengelola wakaf), mauquf alaih, dan mauquf bihi (benda atau sesuatu variasi yang bisa dijadikan amalan wakaf).

Program ini, antara lain, membuka kolaborasi dengan wakafpreneur bootcamp yang bertujuan mencari talenta wirausahawan agar terlibat sejak awal dengan para wakif, nazir, dan mauquf alaih. Sehingga mereka mengerti persoalan di kalangan milenial.  

Berikutnya, menciptakan talenta yang mampu mengembangkan program atau aplikasi menarik melibatkan user experience untuk mencari berbagai produk wakaf kreatif dengan mengembangkan talenta di bidang teknologi dan inovasi wakaf. Contohnya, mengembangkan teknologi block chain wakaf dan big data wakaf yang mobile dan mampu menunjukkan transparansi, tracebility, dan accountability serta perpetuity data.

Ke depan, kreasi wakaf seperti wakaf poin dan berbagai gim wakaf sangat menarik dikembangkan bagi milenial.

 
Ke depan, kreasi wakaf seperti wakaf poin dan berbagai gim wakaf sangat menarik dikembangkan bagi milenial.
 
 

Strategi ketiga convert, yakni program untuk membuat aset-aset yang belum produktif lebih produktif. Banyak sekali aset wakaf kita sekarang yang sudah puluhan ribu hektare, belum dikembangkan secara produktif. Ini merupakan tantangan luar biasa.

Dibutuhkan keberanian dan kemampuan pengelolaan atau manajemen wakaf yang profesional. Pada dasarnya, wakaf adalah upaya menahan pokok atau aset agar bermanfaat dan menghasilkan sehingga bisa dinikmati mauquf alaih (penerima manfaat).

Di sinilah perlu kompetensi nazir. Apalagi, jika nazir mampu mengembangkan wakaf uang, sesungguhnya mereka berfungsi sebagai manajer investasi. Sangat mungkin aset wakaf yang kurang produktif jika untuk kepentingan publik, dilakukan alih fungsi.

Keempat, competent atau kompetensi. Ini proses pembangunan kapasistas agar nazir dipercaya. Ini bisa dilakukan dengan pelatihan agar kualitas nazir meningkat dalam manajemen wakaf, supervisi mentoring, dan coaching tentang wakaf.

Berikutnya, meningkatkan pengetahuan syariah dan kemampuan manajemen keuangan, branding dan pelaporan serta akuntansi wakaf.

Terakhir,  yaitu comply. Ini merupakan program untuk memadukan keempat strategi sebelumnya agar sesuai peraturan tentang wakaf. Nazir wajib memahami inovasi wakaf, tapi tetap sesuai koridor perundang-undangan.

Semoga kelima strategi di atas bisa menjadi salah satu jawaban agar ekosistem wakaf kita berkembang lebih baik, tak hanya 3M. Namun, kita harapkan kelak wakaf menghasilkan ekosistem berupa 3M yang juga komersial “money make money.”

Inilah bagian perwujudan dari wakaf produktif untuk menjawab tantangan guna memajukan wakaf ke depan. Yakni, bagaimana mendorong nazir sebagai wakafpreneur, agar wakaf memberikan nilai tambah bahkan menciptakan nilai baru. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat