Sejumlah siswa penyandang disabilitas membawa masker berbahan kain untuk dikemas di Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Kota Cimahi, Senin (6/4). Masker berbahan kain buatan siswa penyandang disabilitas tersebut untuk dibagikan gratis kepada tenaga medis di | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

X-Kisah

Penjahit Difabel Kebanjiran Pesanan Masker

Warga difabel di berbagai daerah ikut membantu melawan pandemi Covid-19.

Seorang penjahit warga penyandang disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Difabel Ampel (KDA) di Boyolali, Jawa Tengah, mengaku saat ini justru kebanjiran pesanan masker di tengah wabah Covid-19. Banyaknya pesanan masker ini membuatnya senang karena menjahit pakaian yang sehari-hari dilakoninya sedang sepi pesanan.

"Wabah Covid-19 saat ini, berdampak sekali terhadap pelanggannya yang menjahitkan pakaian sepi, apalagi orang hajatan juga ditunda semua," kata Sardi (47) penjahit warga disabilitas di Dukuh Banjarrejo, Desa Candi, Kecamatan Ampel Boyolali, Ahad (26/4).

Menurut Sardi, dampak wabah Covid-19 bukan hanya dirinya, tetapi juga teman-teman penjahit difabel lainnya. Awalnya, Sardi hanya membuat model masker dengan kain perca untuk dibagi-bagikan teman-teman disabilitas dan masyarakat lain sekitar saja secara gratis. Ternyata, masker banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

"Kami bersama penjahit disabilitas lainnya kemudian mendapatkan pesanan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, sejumlah instansi, pemdes, dan lainnya banyak yang memesan hasil karyanya," kata Sardi.

Oleh karena itu, Sardi langsung memproduksi masker dengan bahan kain perca sebanyak-banyaknya. Kapasitas produksi setiap penjahit rata-rata bisa 200 hingga 300 buah per hari. Namun, dia mengaku, tidak mampu melayani pesanan hingga ribuan masker jika dikerjakan sendiri. Akhirnya, Sardi meminta bantuan warga disabilitas untuk menjahit di rumahnya masing-masing.

photo
Sejumlah penghuni Balai Rehabilitasi Prof Dr Soeharso Surakarta menunjukkan masker buatan sendiri yang akan dibagikan ke masyarakat. - (ANTARAFOTO)

"Saya yang mengantarkan bahan kainnya ke rumah masing-masing. Jika masker sudah jadi, saya ambil ke rumah mereka. Kami pekan lalu mendapat pesanan 3.500 buah masker, dan pekan ini meningkat hingga 5.000 buah," kata Sardi.

Ia merasa senang bisa membantu sesama untuk berkarier. Dia juga membuka pelatihan kerajinan bagi warga disabilitas di rumahnya secara gratis. "Kami membuat masker itu, hanya dijual Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per buah. Saya berharap wabah Covid-19 ini, segera berakhir sehingga aktivitas masyarakat kembali bergairah," ujarnya.

Sumarno Punto (64), penjahit lainnya, merasa senang ikut menjahit masker di tengah wabah Covid-19. Ia pun bersyukur hasil pesanan masker bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selama wabah ini, tidak ada pelangganya yang menjahitkan pakaian. "Saya senang bisa membantu membuat masker untuk masyarakat. Saya bisa menjahit masker rata-rata 100 buah per hari," katanya. Menurut dia, masker pesanan tersebut oleh pemesan juga akan dibagikan ke masyarakat secara gratis. Pesanan tidak hanya di Boyolali, tetapi juga Kota Salatiga.

Keuletan warga difabel untuk ikut membantu melawan pandemi Covid-19 juga dilakukan di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Tujuh warga penyandang disabilitas yang tergabung dalam Solidaritas Difabel Berkarya di Kota Palu membuat masker dari kain untuk dibagikan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah itu.

"Tadi pagi baru saya antar 1.000 masker yang kami buat," kata Sekretaris Solidaritas Difabel Berkarya, Sri Dewi Santiana. Masker tersebut diberikan kepada Pembina Solidaritas Difabel Berkarya, Wijaya Candra, untuk selanjutnya dibagikan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan masyarakat di pedalaman yang membutuhkan.

Dia mengatakan, untuk membuat 1.000 masker tersebut membutuhkan waktu tujuh hari dengan melibatkan tujuh difabel dari difabel daksa dan difabel rungu. "Mereka bagi-bagi tugas, ada yang menggunting dan menjahit, ada yang melipat dan paking," katanya. Dewi mengatakan masker yang dibuat para difabel tersebut, masker dua lapis berbahan kain sehingga bisa dimasukkan tisu. Menurut Dewi, para difabel yang dibina oleh Solidaritas Difabel Berkarya tersebut mendapat upah dari pembinanya, Wijaya Candra, sesuai jumlah masker yang diproduksi.

"Dengan cara itu, teman-teman difabel semakin giat membuat masker karena mereka dapat upah dari jumlah yang mereka buat," katanya. 

photo
Penyandang disabilitas menyelesaikan masker di Dinas Sosial Cimahi.- (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

KSP Bangun Akses Kemandirian Difabel Ngaglik sebelumny juga membantu memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis. Mereka merupakan kelompok disabilitas dampingan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah.

Wakil Ketua MPM PP Muhammadiyah, Ahmad Ma'ruf mengatakan, kegiatan mereka ini merupakan hasil komunikasi beberapa rumah sakit Muhammadiyah. Yang mana alami kesulitan penyediaan APD untuk petugas kesehatan menangani Covid-19.

"Kasus Covid-19 ini kita melihat ada satu masalah serius dari kondisi wabah ini kurangnya APD, termasuk yang full cover, maka semua pemangku kebijakan dan kelompok rentan membantu dan mengurangi kegentingan ini," kata Ma'ruf, Rabu (25/3).

Terlebih, pandemik Covid-19 merumahkan banyak perkerja dan masyarakat umum berdampak kepada lesunya pembeli UMKM. Sehingga, selain berdampak kesehatan, wabah ini berdampak ke perputaran ekonomi keluarga-keluarga pra-sejahtera.

Untuk itu, kegiatan pengadaan APD oleh kelompok rentan difabel, tidak cuma berdampak kepada tersedianya APD bagi tenaga medis. Tapi, akan memberikan dampak ekonomi bagi pengrajin-pengrajin APD tersebut.

"Bagaimana kita tetap menciptakan kesempatan kerja, tetap mendapatkan nilai ekonomi tapi juga dengan kontribusi teman-teman difabel dalam emergency respon," ujar Ma'ruf.

Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menuturkan, selain melibatkan penjahit kegiatan ini melibatkan banyak anggota dampingan. Bahkan, tidak cuma melibatkan mereka yang memiliki kemampuan menjahit.

Proses pengerjaannya yang tidak dilakukan di satu tempat yang menjahit saja, memungkinkan anggota-anggota lain membantu rantai distribusi ke rumah-rumah penjahit. Ini sekaligus kepatuhan kelompok mereka untuk social distancing.

Untuk orderan pertama sudah datang dari RS PKU Bantul sebanyak 800 unit baju dalam waktu kurang lebih satu pekan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kelompok dampingan dan teman-teman difabel itu sendiri. "Untuk membuktikan performa mereka memproduksi secara profesional," kata Ma'ruf.

Selain itu, produksi APD oleh kelompok difabel memang dituntut cepat karena barang itu saat ini menjadi kebutuhan yang mendesak bagi tenaga medis. Utamanya, untuk melakukan perawatan dan tindakan terhadap pasien Covid-19.

Sayangnya, masih ada kendala terkait pengadaan bahan, mengingat kebutuhan semakin banyak dan berpotensi bahan bakunya menjadi langka. Sebab, langka membuat produksi pasar terhadap barang yang sama akan meningkat.

Soal kendala itu, sejauh ini kelompok difabel dampingan MPM PP Muhammadiyah itu dipasok secara langsung oleh PKU Muhammadiyah Bantul. Sedangkan, soal keamanan, tempat produksi sudah disterilkan dengan penyemprotan disinfektan. n

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat