Tiga orang pelajar nampak tersenyum saat berada di dalam becak di kisaran Galur Jakarta, Rabu (14/2). Saat ini becak sudah kembali beroperasi di sejumlah wilayah Jakarta, sejak Gubernur DKI Anies Baswedan mengeluarkan ijin beroperasi kembali di Jakarta | Darmawan / Republika

Hikmah

Tersenyum dalam Duka 

Kita sering mendengar bahwa tersenyum adalah sedekah. Apa maknanya

Oleh Oleh Hasan Basri Tanjung

 

Oleh Hasan Basri Tanjung

 

Sungguh, Allah SWT menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini berpasang-pasangan. Baik yang tumbuh di bumi, pada diri manusia, maupun dari apa yang tidak diketahui. (QS 36: 36). Tiada lain, agar manusia menyadari kekuasaan Allah SWT. (QS 51: 49).

Dengan itu pula, kehidupan ini menjadi unik, dinamis, dan bergairah. Ada siang dan malam, kaya dan miskin, suka dan duka, sukses dan gagal, sehat dan sakit, dan seterusnya. Tujuannya, agar kita memahami rahasia kebaikan yang tersimpan di dalamnya. Allah SWT pergilirkan itu agar kita semakin arif menjalaninya. (QS 3: 140).

Kita sadar akan nikmat kesehatan di waktu sakit. Kita juga mengerti kelapangan di saat sempit. Pepatah Arab berkata, “wa maa ladz-dzatu illa ba’da ta’bi” (dan tiada terasa kelezatan kecuali setelah kepayahan). Sering kali, kita baru menyadari makna sebuah karunia setelah mengalami kesusahan meraihnya. Oleh karena itu, jika mendapat karunia, jangan senang berlebihan hingga lupa diri. Dan, ketika kehilangan, jangan pula sedih berlebihan, apalagi putus asa. (QS 57: 23). 

Belakangan, kehidupan semakin sulit akibat wabah virus Covid-19 yang merebak ke penjuru negeri. Pemutusan hubungan kerja, usaha yang merugi, hingga kegiatan ibadah dan keagamaan pun ditiadakan. Lalu, masih mampukah kita tersenyum (tertawa wajar)? Kita harus tersenyum, paling tidak dengan alasan berikut.

Pertama, senyum itu sedekah. “Senyum di wajahmu adalah sedekah bagi saudaramu.” (HR Bukhari ). Artinya, dalam keadaan sulit, kita tetap berusaha tersenyum, sebab bisa menolak bala, membuka pintu rezki, dan menyenangkan orang lain. Bahkan, dalam kondisi sempit pun, kita tetap dianjurkan sedekah apa saja. (QS 3: 1, 34; 65: 7).

photo
Siswa tersenyum saat persiapan upacara pada hari pertama masuk sekolah di SDN Pejaten Barat 01 Pagi , Jakarta, Senin (16/7). Setelah libur panjang sekolah hari senin(16/7 ) para pelajar se Indonesia memulai kegiatan belajar mengajar dengan tahun ajaran baru 2018-2019 - (Republika/Iman Firmansyah)

Kedua, senyum itu kelapangan. Dahulu, Nabi SAW pernah diperlakukan kasar oleh seorang Arab Badui. Serbannya ditarik keras, hingga bahunya memerah terkena gesekan.  Namun, Beliau tetap tersenyum dan menyuruh sahabat memberikan sesuatu kepadanya. (HR Bukhari). Senyum ketika dilimpahi karunia itu biasa. Tetapi, tersenyum tatkala dirundung malang itu luar biasa. 

Ketiga, senyum itu kemuliaan. Imam Syafi’i pernah berpesan bahwa kemuliaan seorang mukmin terlihat pada tiga keadaan, yakni  menyembunyikan kemiskinan sehingga dikira berkecukupan. Menyembunyikan kemarahan sehingga dikira memaafkan. Dan, menyembunyikan kesulitan sehingga dikira dalam kenikmatan. 

Keempat, senyum itu pengharapan. Ketika seorang masih mampu tersenyum di kala duka, berarti tanda optimisme dalam menghadapi rintangan. Selalu meyakini bahwa di balik setiap kesulitan ada kemudahan dan kebaikan. (QS 94:5-6, 2: 216). 

Akhirnya, kita harus tersenyum walau dalam duka lara. Apalagi, bulan suci Ramadhan 1441 H sudah di depan mata yang mesti disambut dengan senyum gembira. Seraya berdoa, semoga duka berubah menjadi sukacita. Lalu, kita buang kepongahan dan bersimpuh di hadapan-Nya. Allahu a’lam bish-shawab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat