
Sastra
Di Bibir Jakarta
SELENDANG SULAIMAN
Oleh Puisi-Puisi Selendang Sulaiman
Di Bibir Jakarta
Di bibir jakarta
setiap tubuh adalah ibu
bagi bayi-bayi terbit di kepala
bernafas dengan paru-paru kaca
menyusu di puting lampu-lampu jalan
merangkak mencret dalam macet
tidur risau di ayunan polusi
tumbuh kaku jadi startup
café, starling, bangku trotoar
odong-odong dan gorong-gorong
atau hablur jadi omong-omong
kosong!
di bibir jakarta
setiap kipas cuap adalah ibu
blueprint yang tercetak di telapak
mengular ke ruang-bosan rapat
merambati gedung-gedung pemangku
merekah lungkrah di bundelan juknis
berbiak bercak ke buku-buku juklak
menjadi lumut legasi
sebuah monumen atau award
atau justru error dalam skrip film horror
yang meneror sang sutradara.
di bibir jakarta
segala yang suram bukan mimpi buruk
bagi setiap ibu yang jauh di lubuk
gelap meraba pohon harapan
yang ditebang sebelum berbuah
dengan sekali tebas kelewang undang-undang
tetapi setiap gebalau batin yang mukim
terbungkam di tembok ambisi
saat nafsu dibiarkan buas
menggugurkan doa di bibir ibu
: negara!
2024
***
Gadis Kecil di Bawah Flyover
sirine palang pintu perlintasan kerea api
menjadi lengking jerit degup jantungku
engah nafas pekerja di lelah sore polusi
gumpalkan letih mata berdebu
memotret gadis kecil di bawah flyover
bermain sendiri tanpa alas kaki dan topi
kedua tangan mungil menata botol
dan gelas plastik ke dalam karung kumal
para kekerja hilir mudik dengan mata kosong
di layar gawai yang padat notifikasi FYP
dan rentetan berita makan bergizi gratis
ia tersenyum ke dalam jendela kereta
berjalan membawa sesak berdesakan
sebelum diangkut paksa satpol pp
2014/2025
***
Retak Jantung di Cikini
Seorang lelaki memengut korek api
dari lubang retak jantungnya
ia sulut kretek terselip
di belah bibir memarnya.
malam jakarta masih merah legam
dan di kursi itu lidah api
menjilat tubuh si lelaki, ia terbakar
rindu kekasihnya.
lalu datang gadis kecil
jajakan tisu sepanjang cikini
ia bertanya pada kota sibuk
berapa ratus perak diraup
untuk sebungkus tisu yang berarti
bertetes peluh usaha di keningnya?
Jakarta, 24 Januari 2025
***
Minggu Pagi di Situ Lembang
Pagi menebar aroma bubur, soto ayam
dan semerbak kopi dari lubuk danau Situ Lembang
dikelilingi orang-orang Menteng berlari kecil
berjalan, duduk-duduk, dan mancing berkah
kali ini minggu pagi sedamai bunga teratai
dan aku yang sibuk menata harapan merasa
sekujur jakarta sungguh tabah dan ramah
meski tubuhnya dikoyak-moyak kaum serakah
aku duduk di atas rumput sembari baca buku
sesekali melihat rumah-rumah mewah di sekitar
meski yang tampak hanya genting dan kekar pagar
lalu kau duduk sebentar di sampingku, bicara
jakarta yang semakin muda dan perkasa
sebelum akhirnya kita tak mewujudkan apa-apa.
Jakarta, 2019/2024
***
Candu Puisi
menyeduhmu berulang-ulang
aku lupa ada kecupan rindu
seperti puisi diresapi metafor
pada dedak menyimpan janji
pada pahit menggigit ulu hati
menyeduhmu berulang-ulang
aku lupa ada tangan hujan
resap di daun dan bubuk kopi
membawa resah dingin pada puisi
mengentalkan rindu di dada ini.
dan selagi lidah tergetar rasa
akan kuseduh kopi dengan puisi
menjadi candu paling misteri
: energi hidup mencari
segenggam dunia arti.
Jakarta, 2024
***
Menempuh Kehidupan: Dwi Intan Humairoh
Kudatangi tempat-tempat asing dunia
via Google Maps dan puisi kemanusiaan
kukristalkan segala wujud indahannya
dengan arit ingatan musim panen raya.
kuabadikan senyum syukur umat manusia
karunia tuhan dan kemurahan semesta
meski setiap sifat dan tabiat kehidupan
terbenam di kota-kota penghabisan.
pernah aku melacur di ketiak kekuasaan
sambil mengutuk mereka dalam dada
sayang, gagal sempurna menjadi puisi.
ledekan juga cibiran tegak kuterima
kendati menghunus-hunus isi dada
sebab kehidupan mesti terus ditempuh jua.
2024
***
Masa Tunggu Madri
Tak ada jalan pintas bagimu
untuk jumpa ibu di alam kubur
gelap hidup hanya pekat usia
di lubuk waktu—masa tunggumu
di mana ajal tak bisa kau renggut
seperti memotong mawar
di pekarangan
tuntaskan Mad!
tandaskan menguliti kering luka
nikmati seluruh perihnya
sampai kau siap moksa
saat mata maut tersenyum
dan masa tunggumu tiba
2024
***
Selendang Sulaiman, lahir di Sumenep, 18 Oktober 1989. Mukim di Jakarta. Founder arsippuisipenyair.com dan pilihanrakyat.id. Puisi-puisinya tersiar di berbagai media massa cetak dan elektronik seperti Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, kompas.id, republika.id, dll, serta di sejumlah antologi puisi bersama. Antologi Puisi Tunggalnya: Omerta (Halaman Indonesia, 2018) dan “Penganggur Berwajah Touchscreen” segera terbit tahun 2025. Bisa dijumpai di IG @selendangsulaiman dan YouTube Channel @selendangsulaimanofficial.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.