Ekonomi
Tak Dengar tapi Didengar: Kisah Fachri di Kilang Pertamina Balongan
Pertamina sangat mendukung agar difabel bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja.
Oleh Lilis Sri Handayani
INDRAMAYU – Tidak ada batasan untuk mewujudkan mimpi besar bagi siapapun yang memiliki semangat tinggi, termasuk bagi difabel. Muhammad Fachri (28) pun telah membuktikannya. Sebagai seorang difabel tuli, ia menunjukkan bahwa keterbatasan fisik tak menghalanginya untuk bisa berdaya dan setara dengan mereka yang terlahir dengan fisik sempurna.
Di tengah sulitnya mencari pekerjaan, Fachri bahkan diterima bekerja di Pertamina, sebuah kesempatan yang menjadi impian bagi banyak anak bangsa. Ia pun menjadi satu-satunya difabel tuli yang ditempatkan di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU VI Balongan, yang terletak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pembuktian akan kemampuan di tengah keterbatasannya itupun terus disebarkan oleh Fachri. Bukan untuk menyombongkan diri, melainkan untuk memberi motivasi dan inspirasi, terutama untuk teman tuli.
“Guys, teman-teman. Aku tuli. Jangan pikir aku nggak bisa apa-apa. No! Aku tidak rusak. Aku tidak bodoh. Aku tidak bisu. Aku tidak malu. Aku punya budaya sendiri. Aku punya bahasa sendiri. Aku tidak bicara dengan mulut, tapi tanganku bicara lewat bahasa isyarat. Aku tidak dengar dengan telinga, tapi mataku kuat dengan visual. Aku bangga jadi tuli. Aku bisa melakukan apa saja. Kalian ngerti kan?,” tulis Fachri sambil mempraktekkan bahasa isyarat, dalam akun TikTok-nya @muhammadfachri267. Republika telah diizinkan untuk mengutipnya pada Selasa (28/10/2025).
Meski demikian, pencapaian yang diraih Fachri itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus menghadapi banyak tantangan dan perlakuan yang berbeda. Namun, ia membekali dirinya dengan senjata terkuat yang bahkan mampu mengubah dunia, yakni pendidikan.
Pendidikan Tinggi Jadi Kunci
Menjadi anak kedua dari empat bersaudara, hanya Fachri yang terlahir dalam kondisi tuli di keluarganya. Beruntung, keluarganya memberikan cinta dan dukungan yang sangat besar. Hal itulah yang membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang selalu ceria dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Ia tidak peduli dengan beragam perundungan maupun tatapan berbeda dari lingkungan di sekitarnya.
Fachri menempuh pendidikan dasar hingga menengah di sekolah luar biasa (SLB). Ia sering berpindah-pindah sekolah. Saat jenjang sekolah dasar (SD), ia pernah merasakan SLB di Bandung hingga Sawahlunto. Baru sejak kelas enam SD hingga SMP dan SMA, ia menjalaninya sampai lulus di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
“Saya sering pindah sekolah karena ikut orang tua yang berpindah tempat untuk mencari rezeki. Waktu itu ekonomi keluarga juga sedang sulit, jadi harus berjuang demi kehidupan yang lebih baik,” tukas Fachri kepada Republika, di sela aktivitasnya di Indramayu, pada Oktober ini.
Meski di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit, orang tua Fachri tetap mengutamakan pendidikan bagi anak-anak mereka. Termasuk bagi Fachri. Fachri pun selalu belajar sungguh-sungguh di sekolahnya. Ia juga mempelajari bahasa isyarat. Saat SD, ia belajar Sistem Isyarat Bahasa Indonsia (SIBI), seperti yang diajarkan gurunya. Begitu pula saat SMP dan SMA, guru di SLB tetap mengajarkan SIBI.
Namun di luar itu, saat SMP dan SMA, Fachri juga mulai mempelajari Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Ia belajar Bisindo dari teman tuli Pekanbaru lewat video call dan WhatsApp. Ia juga mempelajari Bisindo lewat Facebook dan Instagram hingga akhirnya ia menguasai kedua model bahasa isyarat di kalangan teman tuli tersebut.
“Saat lomba di Kota Pekanbaru, saya sempat bingung berkomunikasi dengan teman tuli dari SLB Pekanbaru karena mereka pakai Bisindo, sama seperti di Jakarta. Kata mereka, gak usah pakai SIBI karena teman tuli merasa kurang nyaman. Akhirnya saya belajar Bisindo mulai dari SMP,” kata Fachri.
Dalam penggunaan SIBI, komunikasi dilakukan dengan isyarat satu tangan. SIBI merupakan bahasa isyarat yang dibuat oleh pemerintah dan memiliki struktur yang lebih kaku dan baku. Sedangkan dalam Bisindo, bahasa isyarat menggunakan dua tangan. Bisindo tumbuh dan berkembang secara alami di kalangan komunitas tuli yang memiliki bahasanya sendiri dengan budaya tuli.
Fachri juga suka membaca buku, terutama tentang sejarah, yang membuat pengetahuannya semakin bertambah. Saat SMA, ia pun mempelajari fotografi maupun videografi yang menjadi hobinya sampai sekarang.
Setelah lulus sekolah, Fachri melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Ia merantau dari Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau ke Jakarta.
Fachri masuk kuliah di Politeknik Negeri Jakarta dengan jenjang Diploma 3 (D3) pada 2021. Ia mengambil jurusan Akuntansi dengan program studi Manajemen Pemasaran. Dengan nilai akademiknya yang tinggi, ia bahkan memperoleh beasiswa kuliah dari kampusnya, sebuah prestasi yang bahkan tidak semua mahasiswa bisa mencapainya meski memiliki fisik sempurna. “Saya dapat beasiswa mulai semester dua sampai lulus pada 2024,” kata Fachri.
Pendidikan tinggi itu semakin memberi Fachri kepercayaan diri dan wawasan yang luas. Ia tidak pernah merasa malu atau minder bergaul di lingkungan yang mayoritas mendengar. Ia menolak untuk menyerah dan terus berusaha membekali dirinya dengan berbagai keahlian diluar kesibukan kuliahnya. Ia pun semakin mendalami keahlian mengenai foto dan video yang sudah dipelajarinya sejak SMA.
Setelah lulus kuliah dengan hasil yang memuaskan, Fachri pun berusaha untuk mencari pekerjaan. Namun sayang, ia sulit memperoleh pekerjaan di kampung halamannya di Riau. Karena itu, ia berselancar di dunia maya untuk mencari lowongan kerja.
Langkah Fachri Berkarier di Pertamina
Fachri akhirnya menemukan informasi lowongan kerja melalui PT Pertamina Training and Consulting (PTC), yakni anak perusahaan Pertamina yang fokus pada pengembangan sumber daya manusia. PTC selama ini mencari individu-individu berbakat dan berpotensi yang mampu mencerminkan tata nilai perusahaan. Dalam layanannya, PTC menggunakan Link Karier pada website resmi PT Pertamina Training and Consulting dan website Jobstreet sebagai portal resmi Rekrutmen Online. “Saya melamar lowongan kerja di PTC secara online,” terang Fachri.
Lamaran kerja Fachri itu dinyatakan lolos untuk tahap awal. Karena itu, ia dipanggil oleh bagian HRD PTC untuk wawancara. Tahapan ini pun bisa dilaluinya dengan baik hingga dinyatakan lolos.
Fachri lantas mendapat undangan untuk melakukan medical check up dan dinyatakan kesehatannya dalam kondisi prima. Setelah melewati semua tahapan itu, ia dinyatakan diterima bekerja di Pertamina dan ditempatkan di Communication, Relation & CSR PT KPI RU VI Balongan mulai Januari 2025.
“Rasanya senang sekali, bisa mandiri, dapat pengalaman, cari duit buat ditabung. Saya bekerja di bagian administrasi CSR,” tutur Fachri.
Fachri menjadi salah satu penyandang difabel yang bekerja di tengah masih rendahnya angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) penyandang difabel di Indonesia.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik Agustus 2024, penduduk usia kerja penyandang disabilitas mencapai 5,17 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 1,04 juta merupakan angkatan kerja. Dengan demikian, TPAK penyandang disabilitas hanya sebesar 20,14 persen, jauh di bawah TPAK nasional yang tercatat 70,63 persen.
Fachri juga menjadi bagian dari penyandang difabel yang berhasil mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Maret 2024, Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan, tercatat penyandang disabilitas yang menempuh perguruan tinggi (19-23 tahun) hanya 7,85 persen. Sedangkan nondisabilitas mencapai 21,87 persen.
Fachri mengaku tidak kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya. Ia sering terjun ke lapangan bersama rekan-rekan sesama timnya dalam menjalankan program-program CSR PT KPI RU VI Balongan. Ia juga kerap mengabadikan kegiatan itu melalui foto dan video untuk dokumentasi perusahaan.
Tak hanya itu, Fachri pun mengajari rekan-rekan kerjanya mengenai Bisindo. Apalagi, PT KPI RU VI Balongan memiliki program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pemberdayaan Inklusi Teman Istimewa (Perintis), yang berfokus pada pemberdayaan difabel tuli. Melalui penguasaan Bisindo, maka tim Communication, Relation and CSR PT KPI RU VI Balongan lebih lancar dalam berkomunikasi dengan difabel tuli.
Ia mengaku nyaman dengan lingkungan maupun rekan-rekan kerjanya. Ia tidak pernah mendapat perundungan. Bahkan sebaliknya, ia yang kerap menjahili teman-temannya sebagai candaan. “Awalnya sulit komunikasi, tapi lama kelamaan bisa. Kalaupun sulit, komunikasi dibantu pakai chat WhatsApp,” jelasnya.
Hal itu dibenarkan Community Development Officer (CDO) PT KPI RU VI Balongan, Reza Faidhil. Ia mengungkapkan, selama ini bisa bekerja sama dengan Fachri dan tidak ada perundungan terhadap Fachri di lingkungan kerja mereka. “Kita bergaul biasa saja seperti teman lainnya, cuma dengan gaya komunikasi yang berbeda. Ya nyaman-nyaman saja, kita bercanda, tidak ada bully. Bahkan kita yang suka dibecandain sama Fachri,” tukas Reza.
Menurut Reza, kehadiran Fachri bisa menjadi jembatan komunikasi dengan teman-teman tuli yang menjadi penerima program TJSL Perintis dari PT KPI RU VI Balongan. Selain menguasai Bisindo, Fachri juga bisa membaca gerak mulut sehingga bisa memahami perkataan timnya.
Kesibukan Fachri kini tak hanya sebatas kerja. Di sela waktunya, ia juga kerap diundang ke berbagai acara untuk membagikan pengalamannya.
Komitmen Wujudkan Kesetaraan Hak
Area Manager Communication, Relation & CSR RU VI Balongan, Mohamad Zulkifli, mengatakan, rekruitmen penyandang difabel dalam perusahaan merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap para difabel.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pun telah mewajibkan pemerintah, BUMN, dan BUMD untuk mempekerjakan minimal dua persen penyandang disabilitas. Sedangkan perusahaan swasta, wajib mempekerjakan penyandang disabilitas minimal satu persen dari jumlah total karyawan.
“Orang yang bekerja tidak hanya yang mempunyai fisik sempurna. Pemerintah juga memperhatikan warganya yang memiliki keterbatasan secara fisik agar bisa bekerja,” kata pria yang akrab disapa Zul.
Zul mengungkapkan, Pertamina secara keseluruhan juga sangat mendukung agar difabel bisa memiliki kesamaan kesempatan untuk bekerja. Hal itu seperti di Pertamina Pusat, yang menerima sejumlah pekerja dengan keterbatasan fisik.
“Khusus di RU VI Balongan, kami juga ditugasi untuk menerima pekerja dengan keterbatasan fisik. Di tempat kami, khususnya di komunikasi relasi, ada salah satu pekerja kami yang memiliki keterbatasan fisik dari sisi pendengaran dan bicara,” jelasnya.
Perintis dan Transformasi Psikososial dan Ekonomi Teman Tuli
Tak hanya menerima pekerja difabel, kepedulian PT KPI RU VI Balongan juga terwujud pada program TJSL Pemberdayaan Inklusi Teman Istimewa (Perintis). Dalam program itu, perusahaan pelat merah tersebut berfokus pada pemberdayaan penyandang difabel tuli di Kabupaten Indramayu.
Lahirnya Perintis dilatarbelakangi adanya tantangan berlapis yang dihadapi oleh 383 difabel tuli di Kabupaten Indramayu. Mulai dari stigma sosial hingga hambatan struktural dalam mengakses pekerjaan.
Dalam program tersebut, PT KPI RU VI Balongan melakukan kegiatan peningkatan kapasitas difabel tuli melalui kegiatan wirausaha. Beberapa kegiatannya di antaranya pelatihan yang mendukung kegiatan vokasi di SLB (pelatihan budidaya jamur, tata boga, handycraft, sablon, menjahit), pelatihan pembuatan kopi, magang barista, pembentukan ruang inklusi dan Collaboration Hub, serta aktivasi berbagai komunitas masyarakat dan kelompok difabel.
PT KPI RU VI Balongan juga menginisiasi lahirnya kedai kopi dan ruang inklusi pertama di Kabupaten Indramayu, yang bertajuk ‘Teman Istimewa’ pada 2023. Bertempat di Jalan Istiqomah Nomor 21, Kelurahan Lemahmekar, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Teman Istimewa memberikan kesempatan berkarya bagi delapan teman tuli untuk menjadi barista profesional.
“Perintis bukan hanya program, melainkan ruang pemberdayaan yang mengubah identitas sosial teman-teman difabel dari yang terpinggirkan menjadi pribadi yang berdaya,” tukas Zul.
Di Teman Istimewa, kedelapan teman tuli berbagi tugas dengan sistem dua shift kerja. Yakni, mulai pukul 10.00 WIB–16.00 WIB dan pukul 16.00 WIB – 22.00 WIB. Mereka meracik beraneka varian minuman kopi yang dipesan oleh para pengunjung.
Salah seorang teman tuli yang menjadi barista di Teman Istimewa, Saefudin (30), mengaku senang bisa bekerja di kedai kopi tersebut. Ia bisa memperoleh penghasilan setelah sebelumnya sempat menganggur.
Pria yang akrab disapa Saef itu lulus SMA dari SLB Mutiara Hati Indramayu pada 2019. Melalui bantuan pihak sekolahnya, ia diterima bekerja di salah satu minimarket di Cirebon. Setiap hari, ia bertugas untuk menghitung barang yang laku terjual. Namun akibat keterbatasan fisiknya itu, Saef sering menjadi korban kejahilan teman-teman kerjanya. Mereka mengambil barang tanpa sepengetahuannya, sehingga dia yang harus membayarnya.
Saef merasa kecewa saat mengetahui kejahilan teman-temannya itu. Ia pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaan meski kantornya menawarinya posisi sebagai kepala gudang.
Sempat menganggur beberapa bulan, Saef kemudian ditawari menjadi penerima program TJSL Perintis hingga akhirnya menjadi barista kopi di Teman Istimewa. Tawaran itu langsung disambutnya dengan senang hati. “Saya sangat senang bisa diterima sama orang-orang di sini,” tuturnya dengan menggunakan bahasa isyarat.
Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung pun telah melakukan kajian terhadap dampak dari program Perintis. Hasilnya, program itu tidak hanya berhasil meningkatkan keterampilan, tetapi juga secara signifikan mengubah kondisi psikososial dan kemandirian ekonomi difabel tuli.
Dosen yang juga salah satu peneliti dari Poltekesos Bandung, Milly Mildawati, mengungkapkan, sebelum mengikuti program Perintis, mayoritas peserta mengalami keterasingan sosial, rasa tidak percaya diri, serta motivasi hidup yang rendah.
"Setelah melalui pendekatan inklusif selama program, kini para peserta mengalami perubahan signifikan. Mereka lebih mandiri, responsif terhadap lingkungan sosial, dan memiliki tujuan hidup yang lebih jelas,” ungkap Milly.
Milly menyebutkan, salah satu dampak paling nyata yang dirasakan kelompok barista Teman Istimewa adalah di bidang ekonomi. Perintis telah berhasil mengubah peserta yang tadinya tidak bekerja menjadi individu dengan penghasilan tetap yang mencapai Rp 2,62 juta per bulan.
Milly menambahkan, kemandirian ekonomi itu juga berdampak langsung pada kondisi psikososial mereka.
"Setelah kerja di kedai kopi Teman Istimewa, anak-anak jadi lebih sehat, badannya tambah bersih, penampilan lebih rapi, bahkan sekarang lebih percaya diri dalam berekspresi seperti menggunakan make up dan parfum yang bervariasi," tuturnya.
Hasil dari kajian itu diharapkan dapat menjadi model bagi pengembangan program pemberdayaan difabel lainnya di Indonesia. Dengan demikian, para difabel bisa berdaya dan setara dengan warga lainnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
