
Internasional
Pertanyaan-Pertanyaan 20 Poin Trump untuk Gaza
Warga Gaza menkhawatirkan poin gencatan senjata yang ditawarkan Trump hanya manipulasi.
WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan proposal 20 poinnya untuk menyelesaikan perang di Gaza yang langsung disetujui Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Banyak pertanyaan muncul selepas poin-poin tersebut dilansir.
Hamas menghadapi transaksi yang sengit terkait proposal itu. Proposal tersebut menuntut agar kelompok militan tersebut menyerah secara efektif sebagai imbalan atas keuntungan yang tidak pasti. Namun jika menolak perjanjian tersebut, AS dapat memberikan Israel kebebasan untuk melanjutkan pembantaian brutal di wilayah yang sudah hancur tersebut.
Berdasarkan usulan tersebut, kelompok Hamas dan semua faksi pejuang di Gaza harus dilucuti senjatanya sebagai imbalan atas berakhirnya pertempuran, bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina, dan janji rekonstruksi di Gaza – semua hal yang sangat diharapkan oleh penduduk Gaza.
Namun usulan tersebut hanya memiliki janji samar-samar bahwa suatu hari nanti, mungkin, negara Palestina bisa terwujud. Di masa mendatang, Gaza dan lebih dari 2 juta warga Palestina akan berada di bawah kendali internasional. Pasukan keamanan internasional akan bertindak, dan “Dewan Perdamaian” yang dipimpin oleh Trump dan mantan perdana menteri Inggris Tony Blair akan mengawasi administrasi dan rekonstruksi Gaza. Wilayah tersebut akan tetap dikepung oleh pasukan Israel.
Mengingat rekam jejak Blair yang dihujat di Timur Tengah akibat berbohong memicu invasi Irak pada 2003, dukungannya yang tak tergoyahkan terhadap Israel, dan kedekatannya dengan Netanyahu, mekanisme seperti itu hampir pasti akan mengganggu upaya rekonstruksi untuk melayani kepentingan Israel dan memberdayakan aktor-aktor oportunistik di Gaza. Sumber-sumber lokal telah menyatakan kekhawatirannya bahwa hal ini dapat melibatkan jaringan kriminal dan pengusaha yang memiliki hubungan dengan tokoh kriminal seperti Yasser Abu Shabab.
Persoalan pelucutan senjata Hamas juga bermasalah. Perlawanan meletakkan senjatanya ketika tidak ada perang besar atau eskalasi militer, dan hanya mengangkat senjata tersebut—selain beberapa pengecualian—ketika Israel melancarkan agresi besar-besaran di Jalur Gaza.
Karena faksi-faksi Palestina tidak beroperasi secara terbuka, dan mereka juga tidak menyimpan senjata mereka di gudang senjata yang diketahui publik, tidak jelas bagaimana pengamat “independen” dapat mulai memverifikasi proses tersebut. Namun pada prinsipnya, kondisi ini akan memberi Netanyahu alasan untuk menyatakan proposal tersebut sebagai sebuah kemenangan, meskipun tidak ada perubahan nyata di lapangan.
Trump dan Netanyahu mengatakan mereka menyetujui rencana tersebut pada Senin setelah pembicaraan di Gedung Putih.
Proposal tersebut mencakup satu ketentuan yang paling ditentang keras oleh Netanyahu dan pemerintahan garis kerasnya: Ketentuan tersebut menyatakan bahwa Otoritas Palestina pada akhirnya akan memerintah Gaza. Namun Netanyahu kemungkinan besar bertaruh bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi. Israel juga menolak negara Palestina mana pun.

Gencatan senjata
Rencana tersebut menyerukan agar semua permusuhan segera diakhiri. Dalam waktu 72 jam, Hamas akan membebaskan semua sandera yang masih disandera, hidup atau mati. Para militan masih menyandera 48 orang – 20 diantaranya diyakini masih hidup oleh Israel.
Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 250 warga Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara-penjaranya serta 1.700 orang yang ditahan di Gaza sejak perang dimulai, termasuk semua perempuan dan anak-anak. Israel juga akan menyerahkan jenazah 15 warga Palestina untuk setiap jenazah sandera yang diserahkan.
Rencana tersebut menyerukan penarikan pasukan Israel. Namun hal ini hanya akan terjadi setelah Hamas melucuti senjatanya dan ketika pasukan keamanan internasional dikerahkan untuk mengisi wilayah yang ditinggalkan pasukan Israel.
Israel juga akan mempertahankan “kehadiran perimeter keamanan” – sebuah ungkapan samar yang bisa berarti Israel akan mempertahankan zona penyangga di dalam Gaza.
Ketentuan tersebut dapat menimbulkan penolakan dari Hamas, yang mengatakan bahwa mereka tidak akan melepaskan semua sanderanya kecuali mereka menerima “pernyataan yang jelas” bahwa perang akan berakhir dan Israel akan meninggalkan Gaza sepenuhnya.

Hamas tidak akan ambil bagian dalam mengatur Gaza, dan seluruh infrastruktur militernya – termasuk terowongan – akan dibongkar. Anggota yang berjanji untuk hidup damai akan diberikan amnesti, dan mereka yang ingin meninggalkan Gaza akan diizinkan.
Pasukan keamanan internasional akan memastikan pelucutan senjata Hamas dan menjaga ketertiban. Mereka juga akan melatih polisi Palestina untuk mengambil alih penegakan hukum. Mediator Mesir mengatakan pihaknya sedang melatih ribuan polisi Palestina untuk dikerahkan ke Gaza.
Sementara itu, bantuan kemanusiaan akan diizinkan mengalir ke Gaza dalam jumlah besar dan akan dijalankan oleh “badan-badan internasional yang netral,” termasuk PBB dan Bulan Sabit Merah. Tidak jelas apakah Dana Kemanusiaan Gaza, sebuah sistem distribusi makanan alternatif kontroversial yang didukung oleh Israel dan AS, akan terus beroperasi.
Rencana tersebut juga menetapkan bahwa warga Palestina tidak akan diusir dari Gaza, dan akan ada upaya internasional untuk membangun kembali wilayah tersebut bagi warga Palestina.
Dalam kasus normal, hal ini mungkin tidak perlu dijelaskan. Namun warga Palestina khawatir akan pengusiran massal setelah Trump dan pemerintah Israel berbicara tentang pengusiran penduduk Gaza – yang seolah-olah dilakukan secara “sukarela” – dan membangun kembali jalur tersebut sebagai semacam usaha real estat internasional.
Pemerintahan sementara teknokrat Palestina akan menjalankan urusan sehari-hari di Gaza. Tapi hal itu akan diawasi oleh “Dewan Perdamaian.” Dewan tersebut juga akan mengawasi pendanaan rekonstruksi, sebuah peran yang dapat memberikan mereka kekuasaan yang sangat besar dalam mengatur Gaza karena ini adalah tugas terbesar yang dihadapi wilayah tersebut, yang hampir seluruhnya hancur akibat serangan Israel.
Selama pemerintahan sementara ini, Otoritas Palestina akan menjalani reformasi sehingga pada akhirnya dapat mengambil alih pemerintahan di Gaza.
Rencana tersebut hanya sedikit menyinggung masalah status kenegaraan. Dikatakan bahwa jika Otoritas Palestina melakukan reformasi secara memadai dan pembangunan kembali Gaza mengalami kemajuan, maka “kondisi yang ada pada akhirnya akan memungkinkan terciptanya jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan status kenegaraan Palestina.”
Perdana Menteri Qatar dan kepala intelijen Mesir menyampaikan rencana 20 poin tersebut pada Senin malam dengan perunding Hamas. Para perunding Hamas mengatakan mereka akan meninjaunya dengan itikad baik dan memberikan tanggapan.
Hamas sejauh ini menolak perlucutan senjata, dengan mengatakan mereka mempunyai hak untuk melawan sampai pendudukan Israel atas tanah Palestina berakhir.
Negara-negara Arab tampaknya mendukung rencana tersebut. Pemerintah Mesir, Yordania, Indonesia, Pakistan, Turki, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan bersama yang memuji usulan Trump.
Netanyahu dapat menghadapi perlawanan dari sekutu koalisi ultra-nasionalisnya.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang merupakan bagian dari kabinet keamanan Netanyahu, menerbitkan daftar “garis merah” pada X pada hari Senin. Yang terpenting, tulisnya, kesepakatan apa pun tidak boleh mengizinkan keterlibatan Otoritas Palestina di Gaza atau mengizinkan berdirinya negara Palestina. Smotrich adalah salah satu anggota blok sayap kanan koalisi Netanyahu yang lebih vokal dan sebelumnya mengancam akan meninggalkan pemerintahan jika Netanyahu menghentikan perang di Gaza.
Netanyahu mungkin melihat celah. Proposal tersebut menjadikan keterlibatan Otoritas Palestina di Gaza dengan persyaratan bahwa mereka harus menyelesaikan reformasi internal, yang mana mereka berjanji akan melakukannya, dan menyatakan bahwa mereka menyambut baik rencana Trump untuk mengakhiri perang.
Namun dalam komentarnya bersama Trump pada hari Senin, Netanyahu menyatakan keyakinannya bahwa hal itu tidak akan pernah berhasil.
Warga Gaza menyatakan skeptis terhadap rencana terbaru Trump, dan menganggapnya sebagai lelucon untuk mengakhiri perang. Rencana yang bakal menempatkan pemerintahan asing di Jalur Gaza itu disebut sebagai manipulasi.
“Jelas bahwa rencana ini tidak realistis,” kata Ibrahim Joudeh (39 tahun), kepada kantor berita AFP dari tempat pengungsiannya di al-Mawasi di pantai selatan Gaza.
"Perjanjian ini dirancang dengan syarat-syarat yang diketahui oleh AS dan Israel tidak akan diterima oleh Hamas. Bagi kami, itu berarti perang dan penderitaan akan terus berlanjut."

Abu Mazen Nassar (52), juga pesimis dan takut bahwa rencana tersebut bertujuan untuk mengelabui faksi-faksi Palestina agar melepaskan sandera yang ditahan di Gaza tanpa imbalan perdamaian.
"Ini semua manipulasi. Apa artinya menyerahkan semua sandera tanpa jaminan resmi untuk mengakhiri perang?" tanya Nassar, yang mengungsi dari rumahnya di Gaza utara ke Deir el-Balah di Gaza tengah.
“Kami sebagai masyarakat tidak akan menerima lelucon ini,” katanya, seraya menambahkan: “Apa pun yang diputuskan Hamas mengenai kesepakatan itu, sudah terlambat.”
Sementara, pasukan Israel terus melakukan pembantaian sementara Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan 20 poin untuk menghentikan agresi di Jalur Gaza. Puluhan syahid dalam serangan-serangan yang terpusat di Kota Gaza tersebut.
Layanan darurat mengatakan kepada Aljazirah bahwa beberapa orang syahid dan banyak yang hilang menyusul serangan udara Israel yang menargetkan sebuah rumah di lingkungan Sabra, di bagian selatan Kota Gaza.
Sebuah helikopter Israel menargetkan Jalan Jaffa di lingkungan Tuffah timur, sementara artileri Israel, beberapa kali, menembaki Jalan Omar al-Mukhtar, jalan utama di Kota Gaza. Sumber medis mengatakan kepada Aljazirah bahwa setidaknya 39 orang syahid di Gaza sejak Senin fajar, termasuk 28 orang di Kota Gaza.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Jumlah Syuhada di Gaza Lampaui 66 Ribu Jiwa
Tank-tank penjajah terus merangsek memasuki Kota Gaza.
SELENGKAPNYAPengakuan Palestina Belum Hentikan Kekejaman Israel di Gaza
Seratus lebih dibantai Israel di Kota Gaza beberapa hari belakangan.
SELENGKAPNYAAmalsholeh Dukung Aksi Menembus Blokade Gaza
Palestina adalah amanah yang tak boleh diabaikan.
SELENGKAPNYA