Hendrianto, pemerhati investasi syariah. | istimewa

Opini

Trading Saham, Etos Kerja, dan Masa Depan Bangsa

Masa depan Indonesia ditentukan oleh anak muda yang mencintai tanah airnya dengan cara yang nyata.

OLEH Hendrianto (Pemerhati Investasi Syariah)

Di zaman ponsel pintar yang kini seolah menjadi perpanjangan dari tangan, sebuah impian baru terpampang nyata di layar-layar gadget: menjadi kaya secara instan. Platform investasi saham bermunculan bak cendawan di musim hujan, menawarkan mimpi kemewahan tanpa harus berkeringat. Namun, di balik glamornya grafik naik turun tersebut, tersembunyi bahaya yang menggerogoti pondasi bangsa ini dari dua sisi: sisi halal-haram dan sisi pembangunan karakter generasi muda.

Bayang-Bayang Riba
Tidak semua investasi saham haram. Transaksi saham yang sesuai syariah, dengan mematuhi prinsip jual beli yang wajar dan menghindari perusahaan yang bergerak di bidang haram, adalah boleh. Namun, realitanya banyak yang terjebak dalam praktik yang diragukan kehalalannya.

Mayoritas trader pemula terjun bukan untuk menjadi investor yang membeli saham sebagai pemilik perusahaan, tetapi untuk spekulasi jangka pendek (day trading). Mereka membeli saham bukan karena fundamental perusahaan, tetapi karena harapan akan kenaikan harga dalam hitungan menit atau jam. Inilah yang dalam fiqih disebut dengan al-Maisir (judi). Mereka bertaruh pada fluktuasi harga, sebuah aktivitas yang tidak produktif dan sangat berisiko.

Lebih parah lagi, banyak platform yang menawarkan fasilitas margin trading atau pinjaman untuk trading. Inilah pintu riba yang paling nyata. Pedagang meminjam uang (dengan bunga/riba) kepada sekuritas untuk membeli saham, berharap keuntungan dari saham bisa menutupi bunga dan meraup untung.

Ketika pasar berbalik arah, mereka tidak hanya rugi, tetapi juga terbebani utang riba yang terus menggerogoti. Praktik ini adalah riba nasiah, riba yang timbul dari penangguhan pembayaran utang dengan dikenakan bunga. Jiwa mereka kemudian disetir oleh ketamakan dan ketakutan, jauh dari nilai-nilai ketenangan dan kepastian rezeki halal.

Dampak pada Generasi Muda
Dampak yang lebih berbahaya dan bersifat struktural adalah pada mentalitas dan orientasi generasi muda.
1. Mimpi Instan vs. Realitas Berproses
Pikiran generasi muda "dirusak" oleh ilusi bahwa uang bisa didapat dengan mudah. Mereka melihat influencer trading memamerkan profit tanpa menunjukkan jam-jam panjang belajar, analisis, dan tentu saja, risiko besar yang mereka tanggung. Akibatnya, mereka enggan untuk menekuni bidang-bidang yang membutuhkan proses, ketekunan, dan pengembangan skill yang mendalam.

2. Enggan terhadap Sektor Riil yang Menopang Bangsa
Bidang-bidang fundamental seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan nelayan modern dipandang sebagai pekerjaan kuno, keras, dan tidak menjanjikan secara finansial. Mereka lebih memilih menatap layar daripada mengolah tanah. Mereka lebih memilih analisis chart daripada merawat hewan ternak. Mereka lebih memilih trading daripada mengoperasikan teknologi perikanan modern.

Padahal, sektor-sektor inilah yang sebenarnya menopang kedaulatan pangan bangsa. Jika tidak ada regenerasi yang masuk ke sektor ini, siapa yang akan memberi makan 270 juta lebih penduduk Indonesia di masa depan?

3. Penurunan Kualitas Intelektual dan Skill Praktis
Alih-alih mempelajari ilmu agronomi, teknik kelautan, manajemen agribisnis, atau bioteknologi untuk meningkatkan produktivitas sektor riil, pemuda kita justru sibuk mempelajari analisis teknikal candlestick pattern. Skill yang dikembangkan adalah skill spekulasi, bukan skill mencipta dan memproduksi. Bangsa ini akan kehilangan insinyur-insinyur pertanian, petani-petani milenial, dan nelayan-nelayan teknologis yang seharusnya bisa memodernisasi sektor primer.

Nasib Bangsa di Tangan Generasi Instan
Bayangkan masa depan sebuah bangsa dengan ciri-ciri pemuda:
· Tidak memiliki resilience (daya tahan) karena terbiasa dengan yang instan dan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan.
· Tidak peduli pada halal-haram, karena yang penting adalah profit dan gaya hidup.
· Tidak memiliki keterampilan produktif untuk membangun negerinya sendiri.
· Bergantung pada impor pangan karena tidak ada yang mau bertani dan beternak.

Bangsa ini akan menjadi bangsa konsumen, bangsa spekulan, yang rapuh secara ekonomi dan moral. Kedaulatan pangan hanya akan menjadi mimpi. Ekonomi akan sangat rentan terhadap gejolak pasar global yang fluktuatif.

Sebuah Refleksi dan Ajakan Berubah
Ini bukan larangan untuk berinvestasi, tetapi sebuah peringatan untuk mengembalikan segala sesuatu pada proporsinya. Investasi syariah yang benar adalah alat, bukan tujuan. Tujuan sejati adalah membangun peradaban dengan kerja keras, ilmu, dan kejujuran.

Mari kembali kepada prinsip yang hakiki:
· Bekerjalah dengan tanganmu untuk yang halal, itu lebih baik. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada seorang pun yang makan makanan yang lebih baik daripada yang dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Al-Bukhari).
· Bermimpilah setinggi langit, tetapi wujudkan dengan menginjakan kaki di tanah. Kembangkan skill nyata, kuasai teknologi untuk sektor riil, dan jadilah produsen, bukan sekadar spekulan.
· Jadikan prinsip halal-haram sebagai kompas utama dalam setiap aktivitas ekonomi. Rezeki yang barokah bukan dilihat dari jumlahnya, tetapi dari kehalalannya dan keberkahannya bagi kehidupan.

Masa depan Indonesia ditentukan oleh anak muda yang mencintai tanah airnya dengan cara yang nyata: mengolah kekayaannya, memakmurkannya, dan menjaganya dari segala bentuk praktik yang merusak, baik secara ekonomi, ekologi, maupun moral. Jangan biarkan mimpi instan membutakan kita dari tanggung jawab besar untuk membangun negeri.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat