FGD Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia di Jakarta, Senin (8/9/2025). | ADUPI

Ekonomi

Industri Daur Ulang Plastik Terancam Krisis Bahan Baku

Pasokan domestik jauh di bawah kebutuhan produksi.

JAKARTA – Industri daur ulang plastik kian tumbuh menjadi pilar penting dalam pengelolaan sampah nasional. Dengan kapasitas produksi 3,16 juta ton per tahun pada 2024 dan 679 industri tersebar di berbagai daerah, sektor ini berperan besar dalam transisi menuju ekonomi sirkular sekaligus mengurangi beban lingkungan.

Namun, di balik pertumbuhan tersebut, industri justru menghadapi persoalan serius, yaitu kekurangan bahan baku. Pasokan domestik hanya sekitar 1,2–1,4 juta ton per tahun, jauh di bawah kebutuhan produksi.

Akibatnya, pelaku industri masih bergantung pada impor resin daur ulang, meski hal itu kerap membawa risiko masuknya limbah tak layak olah.

Kesulitan memperoleh bahan baku berkualitas dipicu lemahnya sistem pengelolaan sampah. Pemilahan di sumber masih rendah, rantai pasok tidak terintegrasi, serta infrastruktur pengolahan terbatas.

Kondisi ini membuat utilitas industri terancam menurun, devisa hilang, dan lapangan kerja berkurang bila masalah pasokan tidak segera teratasi.

Situasi makin rumit sejak awal 2025 karena rekomendasi impor bahan baku plastik daur ulang belum kembali diterbitkan. Padahal, impor selama ini menjadi penopang penting untuk menjaga stabilitas produksi.

Asisten Deputi Kemenko Perekonomian, Eripson M.H. Sinaga, menegaskan pentingnya industri ini dalam agenda ekonomi sirkular nasional. “Industri daur ulang plastik memegang peranan penting dalam proses transisi menuju ekonomi sirkular, dimana ekonomi sirkular ini terdapat di dalam Prioritas Nasional 2 pada RPJPN 2025-2029. Namun, Industri daur ulang plastik menghadapi tantangan tersendiri dalam menjalani proses bisnisnya dan perlu perhatian kita bersama,” kata Eripson dalam acara FGD yang digelar Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) di Jakarta, Senin (8/9/2025).

Menurut Eripson, kesenjangan pasokan dan permintaan masih menjadi masalah utama. Industri sulit mendapatkan bahan baku plastik daur ulang yang bersih dan rendah impuritas untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi, meskipun peluang pasar untuk produk ramah lingkungan semakin besar.

Untuk menjawab tantangan itu, ADUPI bersama 14 perusahaan menggelar FGD. Forum ini membahas tata kelola supply-demand serta solusi kebijakan untuk memperkuat rantai pasok.

Data ADUPI menunjukkan, satu dekade terakhir industri daur ulang memberi kontribusi nyata, yaitu menyumbang rata-rata 0,1 persen PDB per tahun, menghasilkan devisa ekspor 4,8 miliar dolar AS dan menyerap lebih dari 1 juta pekerja dalam rantai pasok. Selain itu, sektor ini berhasil mengurangi 7,692 juta ton sampah plastik dan menekan emisi karbon hingga 12,8 juta ton CO2 eq sepanjang 2014–2024.

Meski kontribusi besar sudah terlihat, Wakil Ketua Umum ADUPI, Justin Wiganda, menegaskan masalah penyortiran masih menjadi hambatan krusial. “Jadi, barang-barang tersebut kalau sudah bisa dikumpulkan dan disortir, itu akan menjadi bahan baku untuk industri daur ulang. Pada saat bahan-bahan tersebut tercampur, itu menjadi sampah. Nah, di Indonesia saat ini kesulitan terbesarnya adalah barang-barang tersebut, plastik-plastik itu tidak ter-collect dengan baik dan tidak tersortir dengan baik,” jelas Justin.

Melalui FGD ini, pelaku industri berharap pemerintah menyusun kebijakan berbasis data yang mampu menjembatani kebutuhan nyata sektor daur ulang. “Kami berharap kajian ini bukan sekadar menghasilkan angka, tetapi menjadi pijakan bersama untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran,” ujar Eripson.

Justin menambahkan, regulasi yang berpihak sangat dibutuhkan agar industri dapat tumbuh lebih kuat. “Kami berharap agar berbagai pihak dapat lebih memahami industri daur ulang ini. Jadi saya harapkan apa yang kajian-kajian ini juga menjadi dasar untuk mungkin peraturan-peraturan atau regulasi pemerintah yang bisa membantu industri daur ulang dalam membesarkan dan juga memperkuat industri ini. Dan yang paling penting, kita dapat membantu pemerintah dalam mengurangi sampah-sampah plastik tersebut,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat