KH Syaikhuna Badruzzaman merupakan seorang tokoh asal Garut, Jawa Barat. Sang ulama tak hanya berkiprah di dunia dakwah, tetapi juga perjuangan kemerdekaan negeri ini | DOK Pondok Pesantren al Falah Biru

Mujadid

Sang Syaikhuna, Pejuang dari Tanah Garut

KH Badruzzaman merupakan tokoh ulama-pejuang dari Ponpes al-Falah Biru, Garut.

Kiai Badruzzaman lahir pada 1900. Sosok berjulukan "syaikhuna" itu merupakan putra KH Asnawi Muhammad Faqieh, pengasuh Pondok Pesantren al-Falah Biru, Garut (Jawa Barat). Al-Falah adalah salah satu pesantren tua di Tanah Sunda. Didirikan pada 1749, perintisnya ialah Penghulu Timbanganten Embah Kiai Akmaluddin dan menantunya, Raden Kiai Fakaruddin. Sosok yang tersebut akhir itu merupakan keturunan Sunan Gunung Djati.

Di lingkungan al-Falah Biru, Badruzzaman kecil giat belajar mengaji kepada ayahnya. Saat berusia sembilan tahun, ia mulai berguru kepada pamannya, KH Raden Qurtubi, yang juga pengasuh Ponpes Pangkalan Tarogong.

Pengembaraan ilmunya tidak hanya berhenti di situ. Badruzzaman kemudian nyantri di Ponpes Cilenga, Tasikmalaya. Berikutnya, ia mengikuti majelis-majelis ilmu di Ponpes Baleranti, Cirebon.

Saat berumur 20 tahun, Badruzzaman mendapatkan kesempatan untuk menunaikan rukun Islam kelima. Usai musim haji, dirinya meneruskan belajar di Masjidil Haram hingga tiga tahun lamanya.
Di antara guru-gurunya selama di Makkah adalah Syekh Alawi Maliki dan Syekh Sayyid Amani.

Pada 1933, ia kembali ke Tanah Air. Sejak saat itu, masyarakat kerap memanggilnya tidak hanya dengan sebutan kiai, tetapi juga syaikhuna. Meneruskan perjuangan ayahnya, KH Badruzzaman lantas mengasuh Ponpes al-Falah Biru.

photo
ILUSTRASI Balatentara Nippon saat Perang Dunia II. - (DOK NU)

Pimpin perjuangan

Pada 1942, balatentara Jepang memasuki wilayah Nusantara. Belanda yang selalu bersikap keras terhadap penduduk pribumi nyatanya tak berdaya menghadapi invasi Dai Nippon.

Awalnya, Jepang membawa propaganda sebagai “saudara tua” bangsa Indonesia. Beberapa tokoh negeri sampai-sampai terpengaruh klaim tersebut. Namun, lama kelamaan semakin nyata bahwa hal itu hanya dalih belaka agar rakyat mendukung Nippon dalam kancah Perang Dunia II.

Masyarakat Garut pun merasa tertekan oleh penindasan Jepang. Seperti pada zaman kolonialisme Belanda, Syaikhuna Badruzzaman pun turut berjuang melawan penjajah. Ia memimpin para santrinya dalam menentang kesewenangan Nippon.

Pada 17 Agustus 1945, kemerdekaan RI diproklamasikan. Kiai Badruzzaman membentuk Laskar Hizbullah dan Fisabilillah cabang Garut untuk membantu pemerintah Indonesia dalam upaya mengusir Belanda yang ingin menjajah kembali Tanah Air.

Syaikhuna Badruzzaman juga kerap berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran Belanda. Tidak hanya di wilayah Jawa Barat, tetapi juga sampai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam sebuah pidato kepada khalayak, Presiden Sukarno mengucapkan rasa bangga dan harunya atas perjuangan Syaikhuna Badruzzaman dan masyarakat Garut, “Terima kasih, Pak Kiai Badruzzaman!”

Dalam gerakan perjuangannya, Syaikhuna Badruzzaman menjalankan setidaknya dua taktik, yaitu “khalwat” dan “hijrah.” Strategi khalwat dilakukan melalui riyadhah atau pelatihan rohani. Tujuannya untuk semakin memantapkan jiwa tauhid dalam diri para laskar

Menurut Mumuh Muhsin Z dalam makalahnya yang berjudul, “Perjuangan KH Syaikhuna Badruzzaman dalam Merebut, Mempertahankan, dan Mengisi Kemerdekaan (1900-1972)", secara umum praktik khalwat diikuti kader-kader potensial pengikut Tarekat Tijaniyah yang dipimpin Syaikhuna Badruzzaman. Karena pesatnya perlawanan, Ponpes al-Falah Biru kerap menjadi target serangan mortir Belanda.

Situasi yang demikian memaksa Syaikhuna Badruzzaman untuk melakukan strategi berikutnya, yakni hijrah. Artinya, mengungsi ke tempat yang lebih aman demi menghindari kepungan pasukan Belanda. Sesampainya di titik tujuan, sang alim bersama dengan para pendampingnya menyusun kekuatan baru dan barisan rakyat. Taktik ini sejalan dengan perang gerilya.

photo
Barisan Laskar Hizbullah. Pada zaman pendudukan Jepang, Laskar Hizbullah dibentuk. Ide awalnya dari usulan KH A Wahid Hasyim. - (DOK NU)

Perjuangan dalam gerakan hijrah ini berdampak positif. Tak sedikit warga di daerah-daerah persinggahan yang turut bergabung dengan laskar pejuang tersebut. Sesudah Belanda hengkang dari Tanah Air pada 1949, tempat-tempat di sepanjang rute itu menjadi basis berkembangnya Tarekat Tijaniyah, yang di dalamnya Syaikhuna Badruzzaman berperan sebagai mursyid.

Memimpin tarekat

Menurut Mumuh Muhsin, KH Badruzzaman mulai menerima Tarekat Tijaniyah saat dirinya menuntut ilmu di Tanah Suci. Pada 1932, sosok berjulukan "syaikhuna" itu berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Dalam kesempatan itu, ia berjumpa dengan Syekh Ali bin Abdullah at-Thayyib dan menerima ijazah tarekat tersebut dari tokoh itu.

Pada saat pemberian ijazah itu, Kiai Badruzzaman diberi amanat oleh Syekh Ali, “Karena Anda dahulu menentang Tarekat at-Tijaniyyah, sekarang kewajiban Anda untuk menyebarkan tarekat ini.” Amanah Syekh Ali menandai pengangkatannya sebagai muqaddam. Sesampainya di Tanah Air, ia juga menerima ijazah dari KH Usman Dhamiri.

Sampai sekarang, Tarekat at-Tijaniyyah menjadi tarekat yang paling pesat perkembangannya di Jawa Barat. Bahkan, di Garut sudah mencapai puluhan ribu pengikutnya. Hari demi hari, masyarakat Muslimin berdatangan kepada muqoddam untuk meminta ijazah agar diperbolehkan mengikuti amalan wirid dari tarekat tersebut.

Tarekat Tijani ini juga menjadi magnet perjuangan melawan penjajah di masa dahulu. Para pemuda diajak berjuang sambil mengamalkan tarekat ini. Mereka datang berduyun-duyun ke Ponpes al-Falah Biru untuk menerima wirid yang dapat menguatkan tekad mereka dalam melawan penjajah.

Kini, total pengikut Tarekat at-Tijaniyyah di Garut ditaksir mencapai 30 ribu orang. Mereka dipimpin oleh sejumlah anak cucu atau keturunan Syaikhuna Badruzzaman. Bila dilihat dalam skala nasional, jumlahnya tentu lebih banyak lagi. Apalagi, dalam cakupan internasional. Jamaah tarekat ini tersebar di banyak negara, seperti Maroko, Aljazair, Tunisia, Mesir, Palestina, Sudan, Mauritania, Senegal, dan Nigeria.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Waspada Hujan Ekstrem dan Karhutla

Tiga daerah di Sumsel masuk zona merah karhutla.

SELENGKAPNYA

Harga Gabah Melambung, Petani Senang, Penggilingan Gigit Jari

Tingginya harga gabah saat ini dikarenakan masih minimnya areal persawahan yang sudah panen.

SELENGKAPNYA

Menghidupkan Konstitusi: Pelajaran dari Sidang Tahunan MPR 2025

UUD 1945 bukan lagi sekadar hafalan atau slogan dalam upacara bendera.

SELENGKAPNYA