Pedagang daging sapi menunggu pembeli di Pasar Prawirotaman, Yogyakarta, Selasa (12/12/2023). | Republika/Wihdan Hidayat

Ekonomi

Pengusaha Daging Harapkan Percepatan Izin Impor

Percepatan proses dianggap mendesak agar tidak menimbulkan dampak berantai terhadap pasokan dan harga.

JAKARTA — Sejumlah pengusaha importir daging berharap proses perizinan impor dapat berjalan lebih cepat, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta kemudahan prosedur dan penghapusan kuota impor daging sapi. Kebijakan ini dinilai penting untuk menjaga pasokan daging di pasar dan mendukung kelancaran distribusi ke masyarakat.

Hingga Agustus 2025, sisa kuota impor daging sapi beku sekitar 100.000 ton masih belum sepenuhnya terealisasi. Para pelaku usaha mengungkapkan, proses tersebut terkendala pada penerbitan Laporan Hasil Verifikasi dan Rekomendasi Kuota (LHVRK) yang menjadi dasar penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI).

Keluhan ini disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha dan Pengolahan Daging Indonesia (APPDI), Teguh Boediyana, bersama perwakilan Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI), Marina Ratna DK, di Jakarta, Rabu (13/8).

Keduanya juga mengingatkan kembali pernyataan Presiden Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta pada 8 April lalu.

“Saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silakan, bebas. Tidak lagi kita tunjuk-tunjuk hanya ini yang boleh, itu tidak boleh,” kata Presiden saat itu.

Teguh dan Marina mengapresiasi perhatian Presiden terhadap sektor pangan strategis, namun berharap arahan tersebut dapat segera diimplementasikan secara konsisten. Mereka menilai percepatan proses perizinan akan berdampak positif bagi pelaku usaha dan konsumen. “Ini sudah masuk semester II dan bulan ke-8 (Agustus). Padahal, impor butuh waktu,” ujar Teguh dalam siaran pers, Rabu (13/8/2025).

Menurut Teguh, kelancaran penerbitan LHVRK di Bapanas akan mempermudah proses selanjutnya di Kementerian Perdagangan.  Ia menekankan, keterlambatan perizinan berpotensi memengaruhi industri hilir, seperti hotel, restoran, dan katering (horeka), yang bergantung pada pasokan daging. “Jika bahan baku sulit diperoleh, maka risiko terhadap operasional dan tenaga kerja bisa meningkat,” kata Teguh.

Marina menjelaskan, dari 86 perusahaan yang mengajukan impor, baru sekitar 44 yang sudah mendapatkan SPI.  Ia juga menyebut, volume yang diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapatkan izin relatif kecil, berkisar 200–600 ton. Sementara sejumlah perusahaan besar masih menunggu kejelasan proses.

“Pengusaha gelisah. Kalau mereka tidak mendapatkan barang untuk diimpor segera, itu karyawan yang banyak mau diapakan? Jadi, menurut saya tidak ada solusi lain kecuali (izin impor) harus direalisasikan,” kata Teguh.

Ia menambahkan, para pelaku usaha telah mengikuti prosedur yang berlaku. Namun, mengingat waktu yang tersisa di tahun ini semakin sedikit, percepatan proses dianggap mendesak agar tidak menimbulkan dampak berantai terhadap pasokan dan harga daging.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat