
Safari
Candi Belahan, Eksotisme yang Terabaikan
Tempat indah ini pernah disinggahi Raja Majapahit Hayam Wuruk dalam perjalanan wisatanya yang legendaris.
Siang yang terik menemani perjalanan saya kali ini ke Dusun Belahan Jowo, Desa Wonosonyo, Kecamatan Gempol. Di tempat yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, ini ada sebuah peninggalan purbakala bernama Candi Belahan. Di lokasi itu terdapat pemandian suci sekaligus salah satu sumber air abadi yang mengalir dari lereng sebelah timur Gunung Penanggungan.
Daya pikat kami menuju daerah tersebut karena di tempat itulah asal dari salah satu benda purbakala yang dicuri di Museum Nasional belum lama ini. Satu tempat lainnya berada di Candi Jolotundo di Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Dari pemberitaan yang muncul, benda purbakala yang dicuri dari kawasan Candi Belahan ini berupa lempeng harihara. Benda tersebut memiliki panjang 10,5 centimeter dan lebar 3,5 cm. Materialnya terbuat dari emas dan perak.
Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Hadi Sidomulyo, pemerhati situs Gunung Penanggungan yang tergabung di dalam tim ekspedisi Ubaya Training Centre (UTC), lokasi asal dari lempengan emas itu berada di seberang bagian bawah Candi Belahan. Jaraknya hanya sekitar lima meter.
Di sekitar lokasi saat ini masih mengalir sungai kecil berukuran kurang dari tiga meter. Di dekat lokasi tersebut sekarang ini telah ditumbuhi semak, pohon sejenis pandan, maupun jenis talas-talasan. Lalu, mengelilingi tempat itu terlihat juga tapak jalan yang disusun oleh tumpukan batu kali.
Selain itu, di dekat lokasi terdapat pula sebuah bangunan berbentuk kubus dengan tinggi sekitar dada orang dewasa. Bangunan itu kemungkinan berfungsi sebagai mesin pompa pembangkit air. “Kemungkinan dari sini,” tangan Hadi mengarah ke asal lokasi lempengan emas yang dicuri di Museum Nasional Jakarta tersebut.

Kondisi dari asal benda purbakala itu sayangnya sudah tidak lagi terawat. Hal yang sama juga terjadi pada lokasi Candi Belahan. Padahal, di candi tersebut masih terdapat dua arca perempuan. Arca ini terbuat dari bahan batu andesit. Dari bagian dada perempuan tersebut mengalir air yang diyakini warga setempat sebagai air suci. Di bagian muka dari patung arca itu terdapat sebuah kolam berisi air yang tingginya hanya sekitar betis orang dewasa.
Dari hasil survei yang pernah dilakukan pada 1991 oleh Bakosurtanal dan LIPI, terdata luasan dari candi ini. Berdasarkan survei kala itu, bangunan induk Candi Belahan itu berukuran panjang 590 cm, lebar 190 cm, dan tinggi 370 cm. Sedangkan, kolam pemandiannya berukuran panjang 590 dan lebar 410 cm.
Saat saya menyambangi lokasi ini, sayangnya tak bisa bertemu dengan juru pelihara yang bertugas mengurusi tempat ini. Salah seorang pengunjung hanya berujar, “ Kalau saya ke tempat ini hanya untuk mencari ketenangan saja. Tapi, sayang memang terlihat kurang terawat.”
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Hadi menjelaskan, pada masa lalu Candi Belahan ini menjadi bagian ujung dari lokasi yang memiliki bentuk segitiga. Bagian candi ini, katanya, berada di bagian terdalam. Posisinya juga terletak lebih tinggi. Sedangkan, bagian terluar yang berada dalam posisi lebih bawah itu adalah dua gapura.
Gapura yang disebut oleh Hadi ternyata masih berdiri kokoh. Untuk menuju gapura tersebut, kami kembali berjalan kaki menyusuri pematang sawah yang berkelok dan bertingkat. Jarak dari Candi Belahan menuju gapura tersebut kurang dari satu kilometer.Ket
ika menyambangi kedua gapura itu, menyelip rasa sedih menyaksikan lingkungan sekitar terlihat kurang terawat. Dibandingkan lokasi Candi Belahan, lokasi di sekitar gapura ini terlihat sangat tidak terawat. Di salah satu lokasi gapura, justru dijadikan makam atau tempat pekuburan. Di dekatnya terdapat pohon kamboja dengan kulit batang pohon yang telah terkupas. Bentuk pohon itu memperlihatkan usianya yang telah menahun serta memberikan kesan angker.

Lantas berjarak 10-20 meter, berdiri lagi sebuah gapura. Gapura ini terlihat lebih terawat. Pada sisi bagian depannya, terdapat pohon setinggi 15 cm yang dibuat semacam pagar hidup berbentuk kotak.
Sejauh ini masih belum banyak riset yang berhasil mengungkap orang yang mendirikan Candi Belahan. Namun, dari sejumlah literatur yang ada sempat disebut candi ini salah satu peninggalan pada masa Airlangga.
Namun, yang pasti Hadi mengatakan bahwa kawasan Candi Belahan itu pernah menjadi salah satu lokasi yang sempat disinggahi Raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Informasi tersebut diperolehnya dari Prasasti Cunggrang yang ditemukan berjarak tiga kilometer dari Candi Belahan.
Dari prasasti tersebut, pria kelahiran London, Inggris, itu menyebut wilayah Candi Belahan ini dahulunya pernah juga dijadikan tempat komunitas bagi para resi pada masa Kerajaan Majapahit. “Ini menjadi salah satu pekerjaan besar lainnya, bagaimana kita bisa menghargai sejarah,” kata Hadi.
Disadur dari Harian Republika edisi 6 Oktober 2013 dengan reportase Mohammad Akbar
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.