
Nasional
Memperkuat Otonomi Daerah Sebagai Pilar Pemerataan
Otonomi daerah diharapkan bisa menjadi katalisator efisiensi, inovasi, dan pemerataan pembangunan di tingkat lokal.
JAKARTA -- Otonomi daerah, sebagai kebijakan strategis yang diimplementasikan sejak 1999, memegang peranan krusial dalam upaya mewujudkan pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menegaskan komitmen terus memperkuat desentralisasi guna mewujudkan pemerataan pembangunan.
Komitmen itu ditegaskan dalam Peringatan Hari Otonomi Daerah 2025 yang mengusung tema "Sinergi Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045". Peringatan Hari Otonomi Daerah tahun ini telah digelar dan dipusatkan di Balikpapan pada April lalu.
Upacara peringatan nasional dipimpin oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto serta diikuti serentak secara daring oleh seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia. Sejumlah pemangku kepentingan hadir dalam kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya, Bima mengajak kepala daerah dan aparatur sipil negara (ASN) di Kaltim untuk bergerak cepat dan bersinergi. Ajakan ini selaras dengan semangat “Giat, Akurat, Sigap, Profesional, dan Optimal (Gaspol)” yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
"Irama yang dibangun Presiden Prabowo nyambung dengan (pelayanan publik) Kaltim (yang responsif dan efisien). Gratis pol, gaspol, cepat, dan memudahkan warga," kata Bima dalam keterangan tertulis yang diterima pada Senin (19/5/2025)
Bima melanjutkan, otonomi daerah diharapkan bisa menjadi katalisator efisiensi, inovasi, dan pemerataan pembangunan di tingkat lokal. Dengan begitu, kebutuhan masyarakat di daerah bisa terakomodasi. Terkait Hari Otonomi Daerah Ke-29, Bima menilai, peringatan ini lebih dari sekadar refleksi perjalanan otonomi. Peringatan ini juga penegasan peran strategis Kaltim sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). “Sinergi yang kokoh antara pemerintah pusat dan daerah adalah prasyarat untuk mengoptimalkan potensi IKN,” tuturnya.
Pemda, lanjut Bima, dituntut proaktif, inovatif, dan kolaboratif dalam menciptakan lanskap ekonomi baru. Sementara, pemerintah pusat melalui Kemendagri terus melakukan sinkronisasi dengan pemda dan akselerasi kebijakan. Dengan harmoni kebijakan ini, Bima menambahkan, IKN diharapkan tidak hanya menjadi ikon modernisasi, tetapi juga motor penggerak kesejahteraan masyarakat Kaltim.
Kapasitas pemerintahan di daerah memegang peranan sentral dalam memanfaatkan berkah IKN. Wamendagri pun menyoroti peran sentral meritokrasi sebagai fondasi krusial di pemda. "Kewenangan besar harus berbanding lurus dengan kapasitas. Meritokrasi adalah kunci, mulai dari open bidding, manajemen talenta, hingga penempatan the right man in the right place at the right time," jelas Bima.
Ia berharap, Kaltim dapat menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang profesional dan berpihak pada rakyat. Dengan demikian, dampak positif investasi serta konektivitas IKN dapat dirasakan oleh seluruh wilayah Kaltim.
Pemilihan Balikpapan sebagai tuan rumah perayaan HUT Otonomi Daerah Ke-29 bukan tanpa pertimbangan. Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Akmal Malik menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.7-2109 Tahun 2025 tentang Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024 terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun 2023, Balikpapan ditetapkan sebagai pemerintah kota (pemkot) yang berkinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain mencatatkan kinerja yang tinggi, Pemkot Balikpapan juga berhasil menghadirkan berbagai inovasi yang relevan dengan tema Hari Otonomi Daerah tahun ini. “Balikpapan juga memiliki peran strategis sebagai salah satu daerah penyangga IKN,” terang Akmal.
Akmal menambahkan, Balikpapan memiliki infrastruktur transportasi yang memadai dan aksesibilitas yang baik sehingga layak menjadi lokasi penyelenggaraan acara berskala nasional. Peringatan HUT Otonomi Daerah Ke-29 juga menjadi momen penting untuk merefleksikan perjalanan panjang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sejak 1999.
Selain itu, perayaan ini menjadi kesempatan untuk mempromosikan potensi lokal, inovasi daerah, serta memperkuat sinergi antar-pemerintah daerah di Indonesia. "Hal ini sebagai bentuk refleksi dan apresiasi terhadap keberhasilan perjalanan otonomi daerah yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan daerah serta bentuk pengakuan pemerintah pusat terhadap kemandirian daerah dan daya saing daerah," ucap Akmal.
Penunjukan Balikpapan sebagai pusat penyelenggaraan Hari Otonomi Daerah 2025 juga menjadi bentuk pengakuan atas kinerja Pemkot Balikpapan dalam menjalankan pemerintahan daerah yang efektif, akuntabel, serta mendukung pembangunan nasional.
Sebagai wujud apresiasi atas capaian kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, penganugerahan kepada 23 daerah yang menunjukkan performa terbaik berdasarkan hasil EPPD Tahun 2024 juga dilakukan pada peringatan Hari Otonomi Daerah Ke-29. Penghargaan ini diberikan kepada pemda yang memiliki kinerja tertinggi secara nasional berdasarkan evaluasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.7-2109 Tahun 2025.
Untuk tingkat provinsi, penghargaan diberikan kepada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian, 10 pemerintah kabupaten yang mendapatkan penghargaan adalah Kabupaten Bangli, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tulung Agung, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Pasaman.
Selanjutnya, 10 pemkot yang mencatatkan kinerja terbaik dan menerima penghargaan, adalah Kota Surakarta, Kota Denpasar, Kota Balikpapan, Kota Tangerang, Kota Medan, Kota Batu, Kota Samarinda, Kota Makassar, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Yogyakarta. Usai memimpin upacara, Bima menyerahkan piagam penghargaan kepada para kepala daerah yang berprestasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah melalui perjalanan panjang sejak era kolonial. Hal ini ditandai dengan desentralisatie wet (1903) oleh pemerintah Belanda sebagai kebijakan otonomi pertama.
Setelah kemerdekaan, Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1945 meletakkan asas dekonsentrasi dengan pembentukan Komite Nasional Daerah. UU Nomor 22 Tahun 1948 kemudian memperjelas struktur daerah menjadi tiga tingkat, yakni provinsi, kabupaten/kota besar, serta desa/kota kecil.
Selepas Pemilu 1955, UU Nomor 1 Tahun 1957 mengubah istilah daerah otonom menjadi Swatantra dan membagi wilayah RI menjadi daerah besar dan kecil. Era Demokrasi Terpimpin diwarnai Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959 dan UU Nomor 18 Tahun 1965 yang bersifat desentralistis dengan pendekatan otonomi simetris dan asimetris. Namun, arah kebijakan kembali terkoreksi pada Orde Baru melalui UU Nomor 5 Tahun 1974 yang cenderung sentralistis dan berlaku selama 25 tahun.
Perubahan lanskap politik global pasca-Perang Dingin memicu gerakan pro-demokrasi dan desentralisasi. Hal ini direspons pemerintah dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1996 yang menetapkan 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah. Momentum reformasi melahirkan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang memberikan kewenangan luas kepada daerah, kecuali beberapa urusan pusat, dan memicu pembentukan banyak daerah otonom baru (DOB) serta kecenderungan daerah-sentris.
Upaya menyeimbangkan desentralisasi dalam NKRI berlanjut dengan UU No 32 Tahun 2004 di era Presiden Megawati yang juga memperkenalkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Setelah implementasi selama hampir satu dekade, berbagai evaluasi mendorong pembentukan UU No 23 Tahun 2014 yang fokus pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan penataan pembentukan DOB.
Hingga 2022, Indonesia memiliki 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan terus menjadi komitmen pemerintah, termasuk di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.