Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Jukka-Pekka Kaihilahti saat berbincang dengan Republika, belum lama ini. | Havidz/Republika

Ekonomi

Finlandia Merawat Lingkungan Lewat Pendidikan

Pendidikan di Finlandia menanamkan nilai merawat alam sejak dini.

JAKARTA — Finlandia merupakan salah satu negara yang paling progresif dalam mengembangkan program-program dekarbonisasi dan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Duta Besar Finlandia untuk Indonesia, Jukka-Pekka Kaihilahti, mengungkapkan pengelolaan hutan dan pembangunan berkelanjutan di Finlandia berakar pada sejarah, budaya, dan sistem pendidikan yang kuat.

Pekka mengatakan filosofi perlindungan hutan Finlandia berakar pada sejarah sekitar 200 tahun lalu, saat Finlandia menjadi Kadipaten Agung otonom di bawah Kekaisaran Rusia. Tsar Alexander I, yang terpengaruh paham pencerahan Prancis, memberikan otonomi kepada Finlandia untuk menjaga stabilitas wilayah perbatasan yang baru ditaklukkan.

"Kami memiliki institusi sendiri, parlemen, mata uang, dan bea cukai. Ini memungkinkan kami membangun identitas dan sistem yang mandiri," ujar Pekka, saat berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu.

Setelah dua dekade otonomi, muncul kesadaran nasionalisme yang kuat. "Kami bukan orang Swedia, kami tidak ingin menjadi orang Rusia, jadi biarkan kami menjadi orang Finlandia," kata Pekka menirukan slogan para negarawan Finlandia saat itu.

Mereka mulai memikirkan bagaimana mengembangkan masyarakat kecil yang sumber daya alamnya terbatas, terutama hutan. Salah satu kunci keberhasilan Finlandia adalah sistem pendidikan universal yang inklusif, yang memberikan kesempatan sama bagi semua warga, baik laki-laki maupun perempuan, di kota maupun desa terpencil.

"Kami tidak bisa melewatkan orang-orang jenius hanya karena mereka tinggal di desa terpencil," jelas Pekka.

Pendidikan ini menanamkan nilai merawat alam sejak dini. Pekka mencontohkan bagaimana anak-anak Finlandia mulai belajar tentang perubahan iklim sejak usia lima tahun melalui buku panduan yang mudah dipahami. "Ini adalah bagian integral dari pendidikan kami, tidak hanya untuk lingkungan tapi juga untuk membentuk perilaku sosial dan rasa kebangsaan," katanya.

Finlandia juga membangun jaringan perpustakaan umum yang menjangkau hingga desa-desa kecil, bahkan menggunakan bus perpustakaan keliling untuk menjangkau daerah terpencil.

Mengenai relevansi sistem Finlandia di Indonesia, Pekka menegaskan bahwa tidak ada satu model yang bisa langsung ditransplantasikan. "Setiap negara harus menyesuaikan dengan budaya dan kondisi lokalnya. Kami bersedia berbagi pengalaman, tapi adaptasi dan dialog sangat penting," ujarnya.

Salah satu contoh kebijakan sosial Finlandia yang bisa menjadi inspirasi adalah program makanan gratis di sekolah, yang dimulai tepat setelah Perang Dunia II. "Kami tidak mampu secara ekonomi saat itu, tapi kami memilih menginvestasikan pada masa depan dengan memastikan semua anak mendapat gizi dan pendidikan yang layak," kata Pekka.

Program ini juga membantu meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia kerja. Pekka mengingatkan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Finlandia, yang dulu termasuk negara termiskin di Eropa pasca perang, memilih menunda beberapa proyek demi investasi sosial seperti pendidikan dan makanan gratis di sekolah.

Mengenai pandangan bahwa negara berkembang harus "mengejar" negara maju dalam pembangunan dan kebijakan iklim, Pekka menyatakan skeptis. "Kita tidak tahu kapan waktunya. Jika hanya mengejar tanpa keseimbangan, mungkin sudah terlambat untuk menikmati manfaatnya," katanya.

Menurutnya, pembangunan harus dilakukan dengan cara yang seimbang, mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Dikutip dari policy brief lembaga think-tank dan investasi Finlandia, Sitra, siswa-siswi Finlandia mempelajari perubahan iklim dan isu-isu terkait hampir di setiap mata pelajaran di sekolah menengah atas. Perubahan iklim dipelajari dari perspektif ilmiah maupun artistik.

"Saya mendapatkan banyak sekali pengetahuan, dan saya sangat menikmati diskusi yang beragam tentang topik ini," kata seorang siswa kelas sembilan di Sekolah Menengah Rantavitikke di Rovaniemi Siiri Niskala.

Guru geografi dan biologi Sanna Leinonen, mengatakan pendidikan iklim merupakan bagian dari kurikulum nasional. Meskipun dimulai dari sekolah dasar, penekanannya lebih besar pada tahun-tahun terakhir sekolah menengah.

"Pengajaran selalu mengambil pendekatan yang berorientasi pada solusi. Kami memikirkan apa yang bisa dilakukan setiap orang tanpa menimbulkan kecemasan iklim," kata Leinonen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat