
Internasional
Kemunafikan Barat dan Penindakan Aktivis Pro-Palestina
Penangkapan terhadap aktivis pro-Palestina marak di seantero dunia Barat.
WASHINGTON — Represi terhadap para aktivis pro-Palestina mulai menular dari Amerika Serikat ke negara-negara Barat lainnya. Kebebasan berbicara yang sejak lama digaungkan negara-negara Barat nyatanya hanya isapan jempol jika terkait Israel.
Di Amerika, petugas polisi berpakaian preman mengejar mahasiswa yang bersolidaritas dengan Gaza, menculik mereka di jalanan, membawa mereka ke lokasi yang tidak diketahui. Para aktivis tak bisa berkomunikasi dengan pengacara dan keluarga selama berhari-hari, dan terancam akan dideportasi. Kontradiksi terhadap kebebasan berekspresi yang dibanggakan Amerika kepada dunia selama beberapa dekade.
Aljazirah mengutip organisasi hak asasi manusia menggambarkan kampanye penculikan tersebut—yang menargetkan mahasiswa Universitas Columbia Palestina, Mohsen Mahdawi dan Mahmoud Khalil, serta mahasiswa doktoral Turki Rumeysa Ozturk di Universitas Tufts—sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas oleh pemerintahan Trump terhadap universitas-universitas. Trump menggunakan tuduhan anti-Semitisme dalam upaya untuk menekan protes terhadap perang Israel di Gaza.
Namun penindasan terhadap mahasiswa dan aktivis solidaritas terhadap Palestina tidak lagi terbatas di Amerika Serikat saja. Hal ini telah menjadi fenomena yang berkembang di kedua sisi Atlantik. Di Belanda, rekaman video memperlihatkan polisi rahasia menyerang mahasiswa pro-Palestina di Universitas Amsterdam.

Situasinya tidak jauh berbeda di Inggris, yang menyaksikan beberapa contoh penindasan polisi terhadap demonstrasi yang mengecam genosida yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza.
Beredar video seorang aktivis Inggris yang berbicara kepada wartawan pada saat penangkapannya, dengan mengatakan, "Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk membela rakyat Palestina. Teruslah berdemonstrasi dan jangan biarkan mereka menindas Anda."
Di Jerman, polisi menangkap mahasiswa Universitas Humboldt di Berlin pada hari Rabu ketika mereka berpartisipasi dalam demonstrasi memprotes serangan Israel di Gaza dan rencana pemerintah negara bagian Berlin untuk mendeportasi empat aktivis pro-Palestina.
Selain menekan demonstrasi, jaksa Jerman telah mengajukan ribuan tuntutan hukum terhadap aktivis yang menentang perang genosida di Gaza, dan beberapa negara bagian, termasuk Berlin, telah mengeluarkan undang-undang yang melarang pengibaran bendera dan simbol Palestina atas dasar anti-Semitisme.

Penindasan terhadap demonstrasi dan penganiayaan terhadap aktivis oleh beberapa negara Barat mendorong Irene Khan, Pelapor Khusus PBB untuk pemajuan dan perlindungan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, menuduh Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Jerman, dan Belgia menekan hak untuk berdemonstrasi demi perjuangan Palestina.
“Sejumlah negara Eropa telah memberlakukan langkah-langkah untuk membatasi kebebasan berekspresi, menekan protes terhadap pembantaian di Gaza, dan melarang demonstrasi pro-Palestina,” kata Irene Khan dalam laporan yang ia sampaikan kepada Majelis Umum PBB dan pers.
Pelapor Khusus PBB berbicara tentang “demonstrasi di kampus-kampus di Amerika Serikat yang ditindas secara brutal,” mengacu pada intervensi polisi anti huru hara di New York pada akhir April untuk mengusir puluhan aktivis pro-Palestina yang menduduki sebagian Universitas Columbia.
Mengenai negara-negara Eropa, Irene Khan menyoroti “Jerman, yang memberlakukan larangan total terhadap demonstrasi pro-Palestina sejak Oktober tahun lalu, dan sejak itu memberlakukan pembatasan terhadap protes serupa di berbagai wilayah,” dan menambahkan bahwa pembatasan ini tidak pernah diberlakukan pada demonstrasi yang mendukung Israel, “tetapi selalu pada mereka yang mendukung Palestina.”
Lihat postingan ini di Instagram
Dia melanjutkan, dengan mengatakan, "Prancis berusaha mengambil tindakan serupa, namun pengadilan menolaknya dan penilaian sekarang dilakukan berdasarkan kasus per kasus," sambil mencatat bahwa "Belgia dan Kanada telah mengambil posisi serupa."
Sementara itu, jurnalis Yahudi Inggris James Schneider, yang mendukung solidaritas dengan Gaza, mengatakan, "Kelas politik dan media yang berkuasa di Inggris dan Amerika percaya bahwa Israel mempunyai hak untuk melakukan apapun yang mereka inginkan dan bahwa orang-orang Palestina tidak mempunyai hak."
“Pemerintah yang berkuasa di kedua negara berharap bahwa Israel akan merampas tanah Palestina dengan korban jiwa yang paling sedikit, sehingga gambaran tersebut menjadi tidak terlalu mengerikan dan tidak terlalu berdampak pada masyarakat Barat, namun mereka tidak akan melakukan apa pun untuk menghentikan kejahatan Israel,” ia menambahkan.
Peneliti Mohammed Al-Raji menyatakan bahwa perang dahsyat yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza telah mengungkapkan bahwa kekuatan normatif dan moral Barat menghadapi ancaman kehancuran landasan intelektual, politik, dan hukum karena kecenderungan ke arah "Zionisasi masyarakat Barat" dan pembatasan kebebasan individu dan kelompok untuk mengekspresikan pendapat mereka dan mengutuk kejahatan pendudukan Israel dan kebijakan pembersihan etnis dan genosida.

Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Studi Aljazirah, Al Raji menegaskan bahwa dunia Barat, selama beberapa dekade terakhir, menampilkan dirinya sebagai “kekuatan moral” yang menghasilkan nilai-nilai, cita-cita, dan prinsip-prinsip kemanusiaan, serta mendorong demokrasi melalui tata kelola kelembagaan, supremasi hukum, dan perlindungan hak asasi manusia, keadilan, dan kebebasan.
“Perang di Gaza telah mengungkapkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk berbeda pendapat, hak untuk berdemonstrasi dan berkumpul, simpati atau dukungan terhadap tujuan kemanusiaan, hak untuk menolak penganiayaan, dan hak untuk mengutuk genosida tidak termasuk dalam lingkup sistem nilai Barat.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Harvard dan MIT Lawan Perburuan Aktivis Pro-Palestina
Sebanyak tujuh universitas telah mendapat ancaman Trump.
SELENGKAPNYAPenindakan Aktivis Pro-Palestina di AS Kembali Makan Korban
Kali ini seorang mahasiswa doktoral dari Turki ditangkap di Massachusetts.
SELENGKAPNYA