Sejumlah peserta Ijtima Ulama Asia berjalan ke lokasi perkemahan di Desa Pakkatto, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (19/3/2020). | ANTARA FOTO

Khazanah

MUI Kebut Fatwa Baru Terkait Korona

Fatwa diharapkan terbit dalam dua-tiga hari ini.

JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengebut penyusunan dua fatwa baru menyangkut persoalan di tengah wabah virus korona atau (Covid-19).

Dua fatwa tersebut, yakni pertama soal tata cara shalat bagi tenaga kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD). Kedua, tata cara pengurusan jenazah yang terinfeksi Covid-19.

"Kalau bisa, secepatnya, 2-3 hari ini barang kali keluar fatwanya. Jadi, hari ini dan besok masih dalam pembahasan," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fatah kepada Republika, Rabu (25/3).

Ia menerangkan, para ahli medis, terutama dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tentu dilibatkan dalam pembahasan, sebelum MUI merilis fatwa terkait dua hal itu. Hal itu penting terutama untuk mengetahui protokol medis dalam memandikan jenazah yang terinfeksi Covid-19 dan apakah ada alternatif lain untuk bisa memandikan secara syariat atau betul-betul tidak ada.

"Segala hal terkait itu perlu dilihat. Seperti bagaimana dengan kain kafannya? Cara memandikannya bagaimana? Kalau ada jaga jarak bagi yang memandikannya itu bisa, enggak?" ujar dia.

Hasanuddin menambahkan, bila masih ada alternatif lain yang bisa diupayakan, jenazah terinfeksi Covid-19 tetap wajib dimandikan. Misalnya, yang memandikan itu menggunakan APD supaya tidak tertular virus. Karena itu, saat ini Komisi Fatwa MUI beserta ahli medis masih mengkaji secara mendalam.

"Kalau sama sekali tidak ada ruang atau solusi atau tidak ada alternatif sama sekali, bagaimana memandikan jenazah yang terinfeksi virus korona tadi? Bisa, tidak, dimandikan?" katanya.

Sementara, untuk fatwa tata cara shalat bagi tenaga kesehatan yang memakai APD, pembahasan berkutat pada bagaimana hukum shalat tanpa wudhu dan tayamum bagi mereka. Sebab, tenaga kesehatan yang menjaga pasien Covid-19 harus terus mengenakannya selama menjalankan tugas agar terhindar dari penularan wabah.

"Perawat ini kan tidak bisa membuka APD-nya, ya, sementara mungkin dia sudah batal wudhunya. Atau bisa, enggak, mereka shalat tanpa wudhu dan tayamum? Yang artinya tidak dalam keadaan suci dari hadas kecil," tutur dia.

Dalam hukum azimah-nya atau hukum pokoknya, lanjut Hasanuddin, syarat sah shalat yakni suci badan, suci pakaian, dan suci tempat shalatnya. Suci badan yang dimaksud berarti suci dari hadas kecil maupun hadas besar. Meski dalam hukum asalnya, shalat itu salah satunya harus suci badan, Islam selalu bisa menghadirkan solusi alternatif berdasarkan kaidah fikih.

"Hukum Islam selalu ada solusi. Ada kaidahnya, ada solusinya, ada hukum alternatif. Kemungkinan bisa saja shalat dalam keadaan tidak suci dari hadas kecil, itu bisa dilakukan dalam kondisi terpaksa," kata dia.

Hasanuddin mengumpamakan dengan orang yang punya penyakit wasir atau beser sehingga mudah mengeluarkan air seni. Orang yang punya penyakit tersebut bisa saja keluar air seninya ketika sedang shalat atau dalam keadaan punya wudhu. "Dia berwudhu, dan ketika shalat, keluar lagi (air seninya). Bagaimana orang ini, boleh, enggak, dia shalat dalam keadaan tidak suci? Nah, itu bisa (tetap shalat)," paparnya.

Kaidah yang dipakai untuk itu, papar Hasanuddin, yaitu yurtakabu akhaffu al-dhararayni li al-tiqa'i asyaddi bihima. Artinya, dharar yang lebih ringan dilakukan untuk menghindari dharar yang lebih besar.

Hasanuddin menjelaskan, dharar dapat diartikan sebagai sesuatu yang sulit atau berisiko. "Risiko yang lebih kecil dilakukan demi menghindari risiko yang lebih besar. Jadi, shalat dalam keadaan tidak suci itu memang tidak sah, tapi risikonya lebih kecil dibanding tidak shalat sama sekali (dalam konteks tenaga kesehatan yang mengenakan APD)," kata dia.

Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI juga telah mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Virus Korona. Dalam fatwa ini, daerah yang terpapar wabah Covid-19 diminta tidak melaksanakan shalat berjamaah dan shalat Jumat di masjid-masjid. Tujuannya, membantu menghentikan penyebaran wabah ini demi keselamatan bersama. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat