Warga beraktifitas dikawasan Bundaran Hotel Indonesia. | Thoudy Badai/Republika

Kabar Utama

MUI: Umat Ikut Cegah Covid-19

Langkah-langkah menjaga jarak sosial mulai diterapkan berbagai institusi.


JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah melakukan rapat dan mengeluarkan fatwa terkait Covid-19, kemarin. Dalam fatwa dan rekomendasi tersebut, umat Islam diminta mendukung dan menaati kebijakan-kebijakan pencegahan penyebaran virus tersebut.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan, selain fatwa, MUI juga menelurkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya, pemerintah wajib melakukan pembatasan superketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia, kecuali petugas medis dan impor barang kebutuhan pokok serta keperluan darurat.

Selain itu, umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar Covid-19 agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah. "Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan dinyatakan sembuh," kata KH Asrorun kepada Republika, Senin (16/3).

Sementara itu, ketentuan hukum fatwa, pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit. Karena, hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams). "Kedua, orang yang telah terpapar virus korona wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain," kata KH Asrorun, kemarin.

Ia menjelaskan, bagi orang yang terpapar Covid-19, shalat Jumat dapat diganti dengan shalat Zuhur di tempat kediaman. Karena, shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Bagi yang bersangkutan, haram melakukan aktivitas ibadah sunah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih, dan shalat Ied di masjid atau tempat umum lainnya serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.



Untuk mereka yang sehat, fatwa yang dikeluarkan tergantung kondisi tempatan. “Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat Zuhur di tempat kediaman serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya,” tertulis dalam putusan fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 yang diteken Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin AF tersebut.

Di kawasan yang potensi penularannya rendah, ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri. Di antaranya dengan tidak melakukan kontak fisik langsung dengan jamaah lain, membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

“Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat Zuhur di tempat masing-masing,” tertulis dalam fatwa itu. Demikian juga, tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19.

Pengurusan korban terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani, juga harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Umat Islam juga dianjurkan mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, membaca qunut nazilah pada setiap shalat fardhu, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT. Sementara, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker, hukumnya haram.



Jaga jarak sosial

Para pemangku kebijakan di tingkat pusat ataupun tingkat daerah mulai menekankan pentingnya melakukan sosial distancing alias saling menjaga jarak untuk meredam persebaran Covid-19. Langkah-langkah bekerja dari rumah, menghindari kerumunan, dan sebagainya diimbau.

 
Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan dinyatakan sembuh.
KH Asrorun
 



Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah sedang mengurangi mobilitas orang demi mengurangi risiko penularan Covid-19. "Yang penting mengurangi tingkat kerumunan, mengurangi antrean, dan mengurangi tingkat kepadatan orang di dalam moda transportasi sehingga kita bisa menjaga jarak satu dengan lainnya," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (16/3).

Menurut Jokowi, kebijakan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah perlu terus untuk kita gencarkan untuk mengurangi tingkat penyebaran Covid-19. Kendati demikian, dia menekankan bahwa pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan dengan penyediaan kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan harus tetap dijalankan dengan baik.

Jokowi juga mewanti-wanti pemerintah provinsi, kabupaten, atau kota di Indonesia untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum menerbitkan kebijakan besar. Meski begitu, Jokowi tak menjelaskan parameter seperti apa yang ia maksud dengan 'kebijakan besar'.

Social distancing alis menjaga jarak adalah serangkaian tindakan pribadi yang bisa dilakukan warga ataupun kebijakan pemerintah untuk mencegah perluasan penyebaran virus dan penyakit. Di antara tindakan yang bisa diambil adalah menjaga jarak dengan orang-orang yang menunjukkan gejala sakit, menghindari keluar rumah, menghindari kerumunan, menjaga jarak saat sedang berkumpul dengan orang-orang, serta bekerja dari rumah.

Langkah-langkah itu, merujuk penelitian Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS, bisa menjaga penyebaran Covid-19 pada tingkat yang mampu ditangani pemerintah. Sebaliknya, tanpa praktik tersebut, Covid-19 bisa lebih lekas menyebar, membuat kewalahan fasilitas-fasilitas kesehatan, dan akhirnya menimbulkan lebih banyak korban.



Rapat-rapat pemerintah pusat kemarin sudah dilakukan melalui konferensi jarak jauh. Sejumlah kementerian, BUMN serta pemerintah daerah juga telah mengelurakan protokol bekerja dari rumah bagi para pegawainya. Sekolah-sekolah serta kampus-kampus juga sudah mulai diliburkan, kemarin.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menekankan, aparatur sipil negara (ASN) tidak diliburkan selama di rumah. Nantinya, pejabat pembina kepegawaian yang mengatur sistem kerja ASN dari rumah di masing-masing kementerian, lembaga, ataupun pemerintah daerah selama dua pekan ke depan. "Intinya menjaga tidak berkumpulnya ASN di satu tempat untuk bekerja dan sebagainya," ujar Tjahjo.

Tjahjo menjelaskan, pejabat pembina kepegawaian (PPK) di setiap kementerian atau lembaga harus memastikan minimal terdapat dua level pejabat struktural tertinggi tetap berada di kantor. Hal ini, kata Tjahjo, pedoman yang ditujukan untuk memastikan pelaksanaan tugas dan pelayanan publik di instansi pemerintah dapat tetap berjalan efektif.

Tjahjo melanjutkan, PPK masing-masing kementerian, lembaga, ataupun pemerintah daerah harus mengatur sistem kerja para pejabat/pegawai di lingkungan unit kerjanya yang dapat bekerja dari rumah melalui pembagian kehadiran. Yakni, dengan mempertimbangkan berbagal hal, mulai jenis pekerjaan, peta sebaran Covid-19 resmi dari pemerintah, domisili pegawai, kondisi kesehatan pegawai, dan kondisi kesehatan keluarga pegawai.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim juga menyatakan memahami kebijakan penghentian aktivitas bersekolah yang diambil pemerintah daerah guna mencegah penyebaran Covid-19.

"Dampak penyebaran Covid-19 akan berbeda dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Kami siap dukung kebijakan yang diambil pemda. Keamanan dan keselamatan peserta didik serta guru dan tenaga kependidikan itu yang utama," kata Nadiem. Mendikbud mengatakan, murid yang dirumahkan bisa tetap mengikuti pelajaran dengan berbagai aplikasi pembelajaran yang belakangan telah digratiskan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat