Presiden terpilih Prabowo Subianto memanjatkan doa usai menyampaikan pidato kemenangan di kediamannya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Rabu (20/3/2024). | Republika/Thoudy Badai

Opini

Prabowo, Jadilah Presiden Pelayan Rakyat

Ajaran agama memberikan rambu-rambu sosok pemimpin yang berjiwa melayani.

Oleh IMRON ROSYADI, Lektor Kepala Pada FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

Seluruh tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres) telah usai, setelah Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam Pilpres 2024.

Betapapun Pilpres menyisakan beragam bentuk kekecewaan di ruang publik, lantaran Paslon yang didukungnya tidak terpilih dalam kontestasi Pilpres. Namun, masih ada secercah harapan dan Do’a bahwa Paslon terpilih mampu membawa bangsa Indonesia meniti jalan sebagai negara maju, dan berperadaban tinggi.

Pertanyaan yang mengusik publik, apakah Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo-Gibran mampu bertransformasi menjadi pemimpin yang berwatak pelayan bagi rakyat Indonesia?

 

Mahkota Untuk Bangsa

Hadirnya presiden pelayan rakyat, diharapkan ibu pertiwi di bawah kekuasaannya bisa terbebas dari belenggu ketidakadilan, kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, kebodohan, korupsi, ketertinggalan kualitas SDM, ketidakdaulatan pangan, sumber daya alam dan maritim.

Pertanyaan tersebut layak diajukan, mengingat hasil riset McFarland (2009) dalam karyanya The Breakthrough Company menyimpulkan bahwa ada sangat banyak pemimpin organisasi yang setelah mencapai keberhasilan hingga tataran tertentu, cenderung menjadikan organisasi mereka sebagai “hamba” yang mengabdi kepada kepentingan mereka sendiri.

 
Dalam konteks negara, Presiden harus bisa “mengorganisasi” pemerintahan di seputar visi.
   

Selanjutnya McFarland menawarkan konsep “memahkotai organisasi” sebagai strategi terobosan untuk membesarkan, dan memenangkan persaingan di bisnis global. Konsep tersebut menganjurkan para pemimpin organisasi untuk melayani kepentingan organisasi, dan bukan sebaliknya mengondisikan organisasi menghamba pada kepentingan individual pemimpin dan kroninya.

Dalam konteks negara, Presiden harus bisa “mengorganisasi” pemerintahan di seputar visi, dan memandang tidak ada kepentingan yang lebih besar kecuali melayani rakyatnya untuk memenuhi hajat hidup rakyat.

Kepentingan itu antara lain, menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya sendiri (bukan rakyat asing), menjamin ketersediaan pangan, menjamin harga pangan terjangkau, menyelamatkan rakyat dari jerat kemiskinan, dan hajat-hajat krusial yang lain. 

Kepala pemerintahan harus bersedia menyerahkan “mahkotanya” itu kepada bangsa dan negara. Maknanya bagi seorang presiden, tidak ada urusan yang lebih penting, kecuali yang menyangkut urusan rakyat, bangsa dan negara. Sebaliknya Presiden tidak boleh mengorganisasi pemerintahan di seputar kepentingan pribadi, keluarga dan kroni dan partai pengusungnya.

Pelayan Rakyat

Pemimpin-pelayan (servant-leader) pertama kali dipopulerkan oleh Robert Greenleaf, mantan eksekutif AT&T (Bateman dan Snell, 2009). Istilah ini merupakan paradoks antara dua kata “pemimpin” dan “pelayan”. 

Namun, dua kata yang digabungkan itu sejatinya memberikan penegasan bahwa pemimpin adalah pelayan. Maknanya seorang pemimpin harus melayani kebutuhan orang lain, sekaligus memperkuat organisasi yang dipimpinnya.

 
Ajaran agama juga memberikan rambu-rambu sosok pemimpin yang berjiwa melayani.
   

Ajaran agama juga memberikan rambu-rambu sosok pemimpin yang berjiwa melayani. Sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi amanah pada sisi kami” (QS. Yusuf : 54).

Lalu di ayat berikutnya berbunyi: “Berkata Yusuf: ”Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan” (QS Yusuf: 55).

Merujuk ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat 4 penanda yang mencerminkan pemimpin-pelayan. Pertama, memiliki kedudukan terhormat (makiin). Artinya seseorang dihormati bukan semata-mata karena menduduki sebuah jabatan, tapi karena jabatan yang diembannya membawa kebaikan (kemaslahatan) bagi orang-orang yang dipimpinnya. 

Hal itu bisa berarti, setiap kebijakan yang diambil presiden tidak boleh berdampak pada kesengsaraan rakyat, tetapi memudahkan dan menjamin akses rakyat untuk hidup makmur dan sejahtera. Sehingga pada gilirannya rakyat mencintai dan menghormati pemimpinnya.

Kedua, amanah (amiin). Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang memiliki rasa takut kepada Allah. Maknanya pemimpin tidak akan berani mengkhianati, menzalimi dan menindas rakyatnya sendiri lantaran rasa takutnya kepada Allah. Model kepemimpinan semacam ini mustahil bisa dilahirkan dari cara-cara culas dalam meraih kekuasaan.

 
Presiden sebagai kepala Negara berkomitmen menjaga keutuhan bangsa, tidak memecah belah.
   

Ketiga, orang yang mampu menjaga dan teliti (hafidz). Presiden sebagai kepala Negara berkomitmen menjaga keutuhan bangsa, tidak memecah belah. Abdullah Ad-Dumaiji (2017) menegaskan salah satu tujuan kepemimpinan adalah mempersatukan bangsa, dan tidak merusak persatuan bangsa (QS Ali ‘Imran: 105).

Perpecahan antara anak bangsa bermuara dari ketidakadilan dalam penegakan hukum. Oleh karenanya, penegakan hukum tidak boleh tajam sebelah. Hal ini sebagaimana pesan Nabi: “Orang-orang yang berlaku adil berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan ar-Rahman, dan kedua tangan-Nya yamin (kanan). Mereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam memutuskan perkara, keluarga, dan apa pun yang mereka pimpin” (HR Muslim).

Presiden juga dituntut menjaga wilayah teritorial, tidak boleh sejengkal tanah pun jatuh ke tangan asing. Hal ini sebagaimana pesan Nabi: “Menjaga perbatasan selama sehari semalam lebih baik dari puasa dan shalat malam sebulan. Jika ia meninggal dunia, maka dicatat untuknya amalan yang biasa ia lakukan, rezekinya tetap diberikan kepadanya, dan ia aman dari fitnah” (Shahih Muslim).

Demikian juga dengan kekayaan Negara dan sumber daya alam harus dikelola sebaik-baiknya untuk kepentingan seluruh rakyat, dan tidak tunduk pada kepentingan asing (QS Hud: 61).

Keempat, orang yang berilmu (‘aliim). Pemimpin benar-benar memahami segala masalah yang dihadapi bangsa, dan memberikan solusinya. Bukan sebaliknya pemimpin menjadi sumber masalah bangsa karena “keterbatasan” kapasitas “ilmu” mengelola Negara yang dimilikinya. 

Dengan demikian, masih dalam suasana Idul Fitri kita memohon kepada Allah yang maha raja (al-Malik), semoga Allah memberikan bimbingan kepada para pemimpin bangsa, dan menganugerahi bangsa ini presiden yang berwatak pelayan rakyat. Taqabbalallahu minna waminkum, washiymana washiyamakum.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Prabowo Jamin Kebebasan Pers dan Siap Dikritik

Prabowo menganggap kritik merupakan risiko yang harus diterima pemimpin politik.

SELENGKAPNYA

Prabowo-Gibran Resmi Presiden-Wapres Terpilih 2024-2029

Ganjar-Mahfud tidak hadir dalam penetapan presiden-wakil presiden terpilih di KPU.

SELENGKAPNYA

Jelang Penetapan KPU, Prabowo: Ayo Kita Bersatu Kembali

KPU akan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran pada hari ini.

SELENGKAPNYA