Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9). | Republika/Prayogi

Nasional

BPK Tunggu Pemeriksaan BPJS

 

JAKARTA --Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) enggan memberikan komentar maupun rekomendasi terhadap pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan setelah keputusan Mahkamah Agung (MA) pada akhir Februari lalu. Keputusan itu berisikan pembatalan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan.

Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, menuturkan, pihaknya tidak dapat memberikan tanggapan pada saat ini. Pihaknya harus menganalisis isu tersebut terlebih dahulu. ?Kita akan memberikan masukan saat pemeriksaan,? kata dia saat dihubungi Republika, Jumat (13/3).

Pada Kamis (27/2), MA membuat putusan membatalkan pasal 34 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA menyebut dua pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam pasal itu, pemerintah mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III. Kemudian, iuran Rp 110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.

Dengan putusan MA, pengaturan iuran tersebut kembali seperti diatur Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Regulasi ini menyebutkan, iuran mandiri kelas III sebesar Rp 25.500 per orang per bulan, sementara iuran mandiri kelas II sebesar Rp 51 ribu per orang per bulan dan iuran mandiri kelas I sebesar Rp 80 ribu per orang per bulan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, putusan kenaikan iuran peserta mandiri dibuat atas dasar kondisi keuangan BPJS Keuangan yang masih gagal bayar hingga Rp 15,5 triliun sampai akhir 2019. Situasi ini terjadi meski Kemenkeu sudah menyuntik dana sebesar Rp 13,5 triliun di tahun yang sama. "Ini diharapkan mampu memberikan tambahan penerimaan BPJS sehingga dia bisa memenuhi kewajiban yang tertunda," ujar Sri.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga masih enggan berkomentar mengenai putusan MA ini. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Widyawati, mengatakan, Kemenkes belum mendiskusikan mengenai hal ini. "Belum ada bahasan dari kami mengenai BPJS Kesehatan," ujar dia.

Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani tak mau berkomentar banyak. "Belum ada tanggapan, saya belum melihat keputusannya," ujar dia. Kalsum menyatakan baru membaca dari berita media.

Jamin layanan

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjanjikan pelayanan BPJS Kesehatan yang diterima masyarakat tidak akan berubah meskipun iuran premi batal naik. "Pemerintah bertekad untuk pelayanannya agar tetap baik, ya, akan berusaha lah menangani permasalahan ini nantinya dan itu sedang dalam penanganan," ujar Ma'ruf.

Ma'ruf mengakui, putusan MA itu akan berdampak pada melonjaknya alokasi subsidi BPJS Kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terlebih, defisit anggaran BPJS Kesehatan cukup besar yang menjadi alasan iuran BPJS Kesehatan dinaikkan oleh pemerintah.

"Pada pengalokasian APBN yang memang sudah dibagi untuk semua sektor, termasuk BPJS, itu sudah dianggarkan. Dengan adanya putusan ini tentu akan memengaruhi alokasi sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan dan penyesuaian untuk menanggulangi masalah BPJS," kata dia.

n rr laeny sulistyawati/fauziah mursid ed: mas alamil huda

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat